Prolog

1878 Kata
Mahen sudah dua kali memanggil nama Kirana Sherlin Aditama yang kini berada di dalam kamar si gadis. Entah gadis itu sedang apa, yang jelas sekarang Mahen terpaksa harus beranjak sendiri ke dapur untuk mengambilkan makanan serta minuman untuk kedua sahabatnya di kampus yang sedang bertamu ke rumahnya, lebih tepatnya mereka adalah adik-adik tingkatnya Mahen di kampus. "Bentar ya guys, gue bikinin minum dulu," kata Mahen yang memang merasa tak enakan pada kedua adik tingkatnya. Bagi Mahen, tamu yang datang itu harus dijamu dengan baik, begitu lah sifat Mahen yang memang dikenal sangat ramah dan setia kawan. "Eh bang, nggak usah repot repot." Kata salah satu pemuda bernama Reno. Wajah tampannya tersenyum semringah ke arah Mahen, membuat pemuda yang selalu membuat gadis-gadis di kampusnya tergila-gila itu terlihat lebih tampan lagi. "Nggak lah, nggak repot. Emang kalian mau ambil minum sendiri? lagian kalian kan baru pertama juga ke sini." Apa yang dikatakan oleh Mahen itu langsung membuat Reno dan Narendra hanya mengangguk-angguk saja sambil tersenyum. Namun saat Mahen sudah beranjak dari duduknya, tiba-tiba seorang gadis dengan senampan makanan dan minuman berdiri di depan pintu kamarnya dengan ekspresi wajah datar. Tampak sekali kalau gadis itu kesal karena Mahen memang kerap menyuruhnya saat dirinya berada di rumah. "Astaga! Ki, bikin kaget aja." Mahen mengelus-elus dadanya sembari melemparkan senyuman gemas pada sang adik. Kalau saja tidak ada Narendra dan Reno, Mahen pasti sudah memiting leher Kirana sambil menggelitiki pinggang gadis itu. "Nih! ambil, aku mau ke kamar lagi," singkat Kirana yang tak acuh dan menyerahkan nampan di tangannya ke tangan Mahen. Lalu setelah itu ia beranjak pergi. Mahen tersenyum melihat wajah adiknya yang kesal namun tetap selalu patuh pada perintahnya itu. "Makasih ya dek, besok kakak anter ke sekolah!" seru Mahen, namun Kirana hanya mengangkat satu tangannya ke atas sambil mengangkat ibu jarinya, pertanda kalau gadis itu menyetujuinya. Setelah itu Mahen duduk lagi di atas karpet bersama kedua temannya sambil menaruh nampan berisi cemilan juga minuman. "Adek gue, Kirana namanya. Sorry ya kalau agak kurang sopan." Mahen tersenyum tak enakan pada kedua adik tingkatnya. "Oh, nggak apa-apa bang, biasanya juga gue kaya gitu kok sama adek gue di rumah," jawab Reno. "Lo sih mendingan bang, punya adik perempuan, walaupun jutek, tapi masih nurut. Lah kita ya No, adiknya cowok semua, mana ada yang sekelas, kelakuannya sama-sama macem bocil kematian semua," sambung Narendra. "Nah ini baru bener, mana itu bocah berdua udah mulai mau masuk SMA lagi tahun ini, jangan sampe aja gabung sama circle yang jelek." "Oh ya? adik kalian itu Saputra sama Rio?" tanya Mahen dan Narendra mengangguk. "Iya, pernah ketemu kan bang waktu ke rumah gue minggu kemaren? itu bocah berdua parah sih bang, kemaren ketahuan ngerokok di belakang sekolah. Pas gue tanya, katanya diajakin sama anak-anak SMA yang main ke sekolah mereka." jelas Narendra. "Oalah jadi mereka seumuran kaya kalian gini ya? wah bahaya sih kalo mainnya sampe kaya gitu Na. Circle pertemanannya harus diperhatiin." "Nah makanya itu, tapi kita sekarang emang lagi fokus merhatiin mereka sih bang, jangan sampe salah circle, iya kan No?" jawab Narendra. Reno mengangguk. "Mereka itu udah macem kita bang, kaya anak kembaran tapi beda ibu bapak. Dari mulai TK sampe kuliah temen gue dia mulu bang dari dulu." celetuk Reno sambil cekikikan, membuat Narendra jadi terpancing. "Yee... lo pikir gue juga nggak bosen dari lahir sampe sekarang yang gue liat lo mulu No. Kan lo juga yang nggak mau pisah sama gue, eh tau nggak bang." "Apa?" Mahen. "Si Reno ini dulu cupu banget, sering dibuli waktu SD, kalo bukan gue yang nemenin siapa lagi." Dan Reno pun tidak ingin mengelak cerita yang Narendra katakan barusan. Dahulu dia memang sangat pengecut dan sering dibuli, karena sifat Reno yang dasarnya memang pendiam dan selalu mengalah. Namun Narendra yang meskipun tidak terlalu pandai berkelahi selalu datang untuk menemani Reno walaupun akhirnya dirinya juga akan babak belur kala anak-anak nakal memukul atau merundung mereka. Yang jelas Narendra tidak akan membiarkan Reno sendirian dihajar. Namun seiring berjalannya waktu, Reno yang merasa kasihan pada Narendra yang selalu kena imbasnya saat dirinya terkena bulian, akhirnya memutuskan untuk berubah. Pemuda itu mulai latihan fisik, belajar ilmu bela diri, dan mengubah mindsetnya agar tidak selalu diam saat dirundung. Sehingga kini kalau ada hal apapun yang terjadi pada Narendra, maka Reno akan maju dengan tubuhnya yang kekar dan keberaniannya yang sangat maskulin di mata para gadis. Mahen tertawa mendengarkan sedikit tentang kisah flashback seputar pertemanan Reno dan Narendra. "Masih untung kalian nggak disangka homoan ya, hahaha!" "Yee... siapa bilang, kita tuh pernah juga digosipin kaya gitu tau pas masih SMA ya No? abis kalo gue ke toilet si Reno ikutan juga-" "Eh enggak ya anjir Na! mana ada kaya gitu." tolak Reno yang memang merasa itu tidak benar. "Lah trus lo ngapain suka ngikutin gue ke toilet? Lo inget kan waktu gue dipanggil botie gara-gara muka gue perpaduan antara ganteng sama cantik ini? najis banget sumpah, gara-gara lu kan ngikut gue mulu ke toilet." "Ya gue ke toilet mau kencing lah kocak, kan lu liat sendiri gue buka celana. Kecuali gue buka celana trus ngajakin lo ngadu pedang. Bbrrrr! Najis gue juga Na. Lagian salah lo sendiri juga deh punya muka cantik." "Hahaha! padahal mereka yang ngatain kalo liat badan lo yang sekarang, pasti ga bakalan mikir lo botie lagi sih, cuma muka lo emang kadang agak feminim sih Na," timpal Mahen. "Iya lah, nggak tau aja mereka badan gue lebih badai daripada badan si Reno sekarang. Gue waktu SMP kan emang ceking parah bang, mana emak gue juga repot banget lagi kalo beliin barang-barang buat gue seleranya suka agak aneh." "Hah? agak aneh gimana Na?" Mahen. "Yah kaya tempat makan imut gambar beruang, tempat minum sarungnya warna pink, dan lain-lain yang ambigu dipake sama anak cowok pokoknya." Celetuk Reno, membuat Mahen jadi memasang tampang agak ngeri pada mereka berdua. "Wah... Na, jangan jangan kalian emang..." "Eh apaan sih anjir! geli banget gue. Ga lah bang, gue sama Reno 100% normal. Gue pernah punya cewek, begitu pun si Reno. Lagian apa enaknya dimasukin? enakan juga masukin, iya nggak?" Narendra. Seketika ketiga orang itu pun tertawa sambil bergidik ngeri secara bersamaan. "Udah ah geli anjir!" Narendra masih bergidik. "Ya lagian mulut lo Na, bukan mulut gue." Reno. "Iya iya gue salah, hadeeeh... haha sorry ya bang." Narendra. Mahen tertawa geli sambil mengangguk. "Asli sih, persahabatan kalian tuh seru banget. Kadang gue suka iri kalo lihat orang-orang sahabatan macem kalian gini. Vibesnya tuh asik everytime gitu. Kaya nggak pernah berantem aja keliatannya." "Kata siapa? kita pernah kok berantem, cuma ya nggak gara-gara hal yang serius sih. Paling kalo si Reno udah diajak janjian trus datengnya telat. Atau kalo kita mau liburan trus dia mager bawa apa-apa, ngandelin gue yang bawa-bawaan," jelas Narendra. "Loh malah lo jadi kaya bininya si Reno dong Na?" Mahen. "Eh anjir nggak gitu konsepnya ya bang. Kita cuma beda kepribadian aja. Gue lebih suka rapi, Reno sukanyanya ngacak ngacak." Reno hanya tersenyum sadar diri saat Narendra mengatakannya. "Berarti intinya kalian nggak pernah ya ribut karena hal yang besar gitu. Asik sih punya sahabat kaya kalian." "Loh, emang bang Mahen selama hidup di dunia belum pernah punya sahabat deket? pasti ada kali ah, orang baik gini bang Mahen, ya Na?" Narendra hanya mengangguk sambil memakan cemilan kacang pilus. "Yah pernah sih dulu pas SMA, cuma kita terpaksa harus pisah karena sesuatu problem gitu dulu. Selain itu emang gue juga kan di sini pindahan, so gue kepisah dengan beberapa alasan gitu sama sohib gue dulu." Narendra dan Reno mengangguk-angguk sambil memakan cemilan. Pasalnya mereka menangkan dari ekspresi Mahen yang kelihatannya tidak mau menbahas soal ada masalah apa antara Mahen dan sahabatnya itu dulu. "Hmm gitu, ya udahlah nggak masalah, yang namanya temen atau sahabat itu emang suka ada waktu pisahnya, nggak usah terlalu dipikirin lah, yang penting dibikin enjoy aja. Lagian kan sekarang ada kita ya No?" Lagi-lagi Reno hanya mengangguk mengiyakan. "Nah kan, ini anak emang suka anteng banget kalo dikasih cemilan bang, manggut manggut trus dari tadi." "Lah gue cuma makan Na, masa nggak boleh, yang penting masih nyimak, ya bang?" Mahen yang memang orangnya sangat mudah tertawa pun kini tertawa lagi. Kini Mahen merasa sangat senang karena bisa bertemu dengan dua adik tingkat yang menurutnya punya aura positif, dan semoga bisa menjadi sahabatnya. Hingga di suatu detik, Mahen jadi teringat lagi pada sahabat lamanya yang kini sudah berpisah dengannya. "Tapi, gue berharap gue bisa jadi sahabat kalian juga. Sahabat yang bener-bener setia kawan dan nggak akan pernah nyakitin sahabatnya sendiri." Reno dan Narendra pun saling menatap bingung. Mereka melihat wajah Mahen yang semula tampak bahagia kini jadi tertunduk merenung. Hingga Reno menyikut lengan Narendra. "Oh ya bang, kalo emang lo pengen jadi sahabat kita juga, coba lo sebutin satu permintaan lo ke kita, selain janji jadi sahabat yang setia kawan dan semacemnya." tanya Narendra. Dan setelah berpikir sebentar Mahen pun menjawab. "Tolong jagain Kirana adik gue kalo misalnya gue udah nggak ada." Seketika suasana di dalam kamar pun jadi hening, hanya ada suara televisi yang menyala saja. Pasalnya Mahen mengucapkan hal yang sangat tidak terduga sama sekali. Dan saat sadar kalau ucapannya barusan membuat kedua temannya bingung, Mahen pun mengangkat wajahnya dan sepertinya dia memang harus menjelaskan pada mereka. "Jadi gini, dulu gue pernah punya sahabat. Orang yang bener-bener udah gue percaya, tapi endingnya nggak enak banget." "Hm? gimana tuh?" Narendra. "Awalnya dia bilang sama gue kalo dia cuma temenan sama cewek yang sekarang udah jadi mantan gue, tapi ternyata di belakang dia ngerebut cewek itu. Di situ gue masih okay, nggak terlalu pengen masalahin soal itu, karena gue mikir persahabatan itu lebih penting. Soal cewek gue mungkin bisa nyari lagi. Tapi nggak taunya, nggak berselang lama, dia bilang udah mutusin cewek itu dan dia malah ngincer adik gue, Kirana. So, itulah alesan gue bilang hal yang sebelumnya itu sama kalian." Reno dan Narendra tampak mencerna cerita masa lalu Mahen yang bisa dibilang cukup rumit dan menyakitkan. Dihianati oleh sahabat sendiri, dan setelah itu adiknya juga ingin dipermainkan. Mungkin jika Narendra jadi Mahen, dia akan langsung menghajar si sahabat kurang ajar itu. "Gue sama Reno janji bang, kita bakalan jagain Kirana mau itu ada lo ataupun nggak ada lo. Tapi gue pengen lo nggak usah mikir terlalu dalem bahkan sampe jauh banget kaya barusan. Kalo lo nggak ada? heu, emang lo mau kemana? mau naik haji bang?" Akhirnya Narendra bisa juga mencairkan suasana yang semula sudah terasa hening dan awkward. "Bisa aja lo Na. Yah sebenernya gue cuma jawab jujur pertanyaan lo yang sebelumnya aja sih Na. Kan lo nanya apa permintaan gue? ya permintaan gue cuma itu. Karena mau gimana pun gue satu-satunya anak laki-laki di keluarga gue. Sedangkan bokap udah nggak ada, dan sekarang tinggal nyokap aja yang masih ada." "Iya gue paham maksud lo kok bang, gue janji, bakalan jagain Kirana, lo dan juga nyokap lo kaya gue jagain keluarga gue sendiri," ungkap Reno yang memang memiliki kepribadian yang sedikitnya mirip dengan Mahen. Berbeda lagi dengan Narendra yang seringnya menanggapi semua hal yang ada dihadapannya dengan santai dan tidak terlalu mengedepankan emosionalnya. "Ini kenapa vibesnya jadi kaya sinetron sedih ya? udah udah udah! ganti topik yuk!" ajak Narendra yang segera disetujui oleh Reno dan Mahen. •~•~•~ JENO NCT As Reno JAEMIN NCT As Narendra MARK NCT As Mahen Shanna Kirana: Original Character
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN