Di saat aku kehilangan

1030 Kata
[Di suatu malam yang gelap dan hujan turun begitu deras] Kedua kaki Kirana melangkah pelan menuju ke salah satu bangsal di dalam sebuah rumah sakit. Tubuhnya gemetar, serta air matanya bercucuran kala ia dipaksa harus menerima sebuah tsunami fakta bahwa ibunya telah meninggal sejak setengah jam yang lalu dalam sebuah insiden kecelakaan. Sore kemarin, baru Kirana mendengar ibunya mengucapkan kata pamit sebelum akhirnya beliau pergi ke Bandung, yakni ke rumah saudara sepupunya yang akan melaksanakan upacara pernikahan anaknya. Namun sore ini, justru kabar duka malah harus Kirana dengar setelah polisi mengatakan bahwa mobil yang dikendarai oleh Mahen mengalami sebuah kecelakaan di salah satu ruas tol menuju Jakarta, hingga akhirnya sang ibu harus meninggal di tempat, sedangkan Mahen kini dalam kondisi koma. Tadi pagi Mahen pamit padanya akan menjemput ibu mereka ke Bandung, namun kini kedua orang yang sangat Kirana sayangi itu harus pulang dengan keadaan yang sangat mengenaskan, bahkan kini ia tak bisa lagi mendengar suara ibunya lagi mengomelinya di saat Kirana bermalas-malasan di rumah. Hingga Kirana sampai di depan jasad ibunya yang sudah siap dipindahkan ke kamar mayat, kedua kakinya terasa lemas, pandangan matanya tiba-tiba menjadi gelap, dan akhirnya Kirana pingsan dalam sanggahan tangan Reno dan juga Narendra yang kini tengah menemaninya. •°•°•°• Dan kini Kirana sudah berada di dalam kamarnya dengan posisi yang masih tertidur pulas. Sejak kejadian Kirana pingsan di rumah sakit, gadis itu tidak sadarkan diri selama dua hari. Dan hanya ada Reno dan Narendra saja yang sekarang setia menjaganya secara bergantian. Sampai ketika di hari kedua Kirana berada di rumah, gadis itu terbangun dari tidurnya dan sedikit terperangah melihat sosok Reno dan Narendra yang kini tepat berada di sebelah tempat tidurnya. Kedua pemuda itu sedang tertidur pulas, karena saat Kirana lihat ke jam dinding, ternyata waktu menunjukan pukul tiga pagi, yang berarti kedua sahabat abangnya itu telah menungguinya semalaman, pikirnya. Kemudian gadis itu termenung sambil menatap langit-langit kamarnya yang dipenuhi dengan lampu-lampu bintang yang dipasang oleh Mahen dan almarhum ayahnya. Lampu itu memang sengaja dipasang di atap kamar Kirana agar saat tidur Kirana tidak merasa takut ataupun kesepian lagi. Dan ternyata ingatan tersebut kini menjadi satu ingatan pertama yang membuat Kirana harus meneteskan air matanya lagi, pasalnya dia tidak bisa melupakan apa yang kini terjadi padanya. Ayah, ibu dan Mahen, kini semuanya tak berada lagi di sisi Kirana. Meskipun Mahen masih belum dinyatakan meninggal dunia, namun kepergian ibunya tetap saja menjadi pukulan yang berat untuk Kirana. Sekarang, Kirana hanya bisa menangis terisak. Dalam batinnya ia berdoa, semoga ibunya bisa mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan, dan untuk Mahen, Kirana berharap kalau abangnya itu akan segera sadar. Karena jika Mahen harus pergi juga, maka Kirana akan hidup sebatang kara. Dan semakin lama Kirana mengingat lagi tentang semua luka duka dalam hatinya, semakin Kirana menangis keras, karena cobaan yang tengah ia rasakan saat ini memang begitu berat. Namun karena Kirana tak mau tangisannya itu pada akhirnya akan membangunkan sosok kedua pemuda yang kini tengah tertidur di dekatnya, Kirana pun memutuskan untuk turun dari kasur dan akan pergi ke kamar mandinya saja untuk menangis. Kirana merasa segan pada kedua sahabat abangnya itu, pasti mereka sudah menunggu lama selama berjam-jam lamanya sampai ketiduran. Akan tetapi, saat Kirana hendak berdiri di atas lantai, ia malah terjatuh ke lantai karena sebenarnya sudah dua hari ini Kirana memang tak sadarkan diri dan hanya mendapatkan asupan energi dari cairan infus yang sampai sekarang selangnya masih menancap di tangannya. Suara gaduh dari tubuh Kirana yang jatuh ke lantai membuat Reno terbangun. Pemuda itu sontak beranjak dari kursi dan langsung membantu Kirana untuk bangun. "Kamu udah bangun Ki? kenapa nggak bangunin kakak atau kak Nana? sini kakak bantu." Kata Reno yang tanpa pikir panjang lagi langsung membopong tubuh Kirana yang kurus untuk kembali ke atas kasur. Sekarang Kirana hanya menundukan kepalanya, sementara Reno duduk di samping kasur dan menatap wajah adik sahabatnya itu dengan tatapan prihatin. "Kamu mau kemana tadi? haus nggak? mau minum?" tanya Reno lembut dan pelan, agar Narendra tidak terbangun. Tapi, Kirana menggelengkan kepalanya. "Atau kamu mau ke kamar kecil?" Lagi Kirana menggelengkan kepalanya. Reno pun menghela napas, karena dia sudah mulai merasa bingung harus bagaimana sekarang. Haruskah dia membangunkan Narendra? biasanya pemuda itu bisa menemukan cara agar seseorang mau bicara padanya. Dan kala Reno masih bergelut dengan pikirannya sendiri, ia melihat tetes demi tetes air mata jatuh ke punggung tangan Kirana yang pucat. Diiringi dengan isak tangis menyesakkan, Kirana mencoba untuk menahan tangisannya meski sebenarnya ia tak mampu. Gadis itu makin terisak dan lama kelamaan tangisannya mulai menimbulkan suara yang menyesakkan. Tatapan Reno beralih pada wajah Kirana yang kini tengah menangis. Perlahan, Kirana mengangkat wajahnya hingga pandangannya sejajar dengan mata Reno. Dan di detik selanjutnya, gadis itu tertoleh pada sosok tangan yang kini memegangi bahunya dengan lembut dan hangat, dan tangan hangat itu adalah milik Narendra. Reno ikut mendongak ke arah Narendra yang kini berdiri di sampingnya sambil memegangi bahu Kirana, dan tersenyum lirih pada gadis itu. "Nggak apa-apa Ki, kalau emang kamu mau nangis, nangis aja ya... kakak sama kak Reno ada di sini kok. Kamu nggak sendirian, okay?" ungkap Narendra dengan suaranya yang rendah namun begitu lembut, membuat tangis di mata Kirana semakin deras dan spontan Narendra langsung merunduk dan memeluk tubuh kecil Kirana. Reno yang ada di samping mereka pun ikut mengelus-elus pelan punggung Kirana, agar gadis itu bisa lebih tenang. Narendra ikut meneteskan air matanya sembari memeluk erat tubuh Kirana, pemuda itu sangat bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Kirana sekarang, begitu pun dengan Reno yang kini mengingat lagi tentang ucapan Mahen beberapa minggu lalu padanya dan Narendra. "Kamu nggak sendirian Ki. Mulai sekarang, kami akan selalu jagain kamu dan nggak akan ninggalin kamu sendirian, apapun yang terjadi." Tiba-tiba saja Reno berceletuk demikian, dan perlahan tangan Reno mulai memeluk tubuh Kirana dan Narendra menjadi satu pelukan di dalam dekapannya. "Mulai sekarang, kamu akan jadi bagian dari hidup kita, Kirana. Aku dan Narendra, akan menggantikan posisi kak Mahen untuk sementara, sampai kak Mahen bangun dan sembuh. Jadi, anggap kami kakak kamu mulai sekarang ya?" Tambah Reno. Namun Kirana tidak menjawabnya, karena gadis itu tidak tahu harus menjawab apa. Pikirannya masih terjebak dalam kenangannya bersama ibu dan juga Mahen yang begitu ia sayangi.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN