Erisa mendenguskan hidungnya merasa gatal karena menangis lama semalaman. Gadis itu tidak bisa acuh dengan semua perkataan dan perlakuan Syahir yang seenaknya. Erisa merasa marah sekaligus kesal karena tidak bisa menyangkal, semua yang pemuda itu katakan benar adanya. Apalagi dengan semua masalah dan keadaann yang diluar kendali keduanya.
Erisa harus menelan pahit dicampakan dengan alasan beda keyakinan. Padahal gadis itu tahu betul kalau Syahir membangun jarak hanya karena keadaan pemuda itu yang kini berbeda dari yang lainnya. Semakin membuat keduanya terpisah jauh. Seperti ada tembok besar yang perlahan menumbuh tinggi yang memisahkan keduanya.
Erisa melangkah pelan dengan menarik pelan jaketnya yang ia sampirkan pada pintu lokernya. Bibirnya menghela kasar saat tidak sengaja berpapasan dengan Syahir yang kebetulan juga keluar dari ruangan ganti lainnya. Gadis itu berbalik pergi tanpa sepatah kata. Berusaha tidak menganggap keberadaan pemuda itu. Erisa bertekad unntuk melupakan saja Syahir daripada keduanya harus merasakan sakitnya perbedaan.
Erisa tersentak kaget saat melihat di pintu keluar ada Erlangga yang sudah menunggunya di balik pintu masuk. Pemuda yang masih memakai seragamnya itu terlihat menyender pada pilar dengan menghisap pelan rokok di tangannya. Saat pintu terbuka, Erlangga sontak beranjak berdiri dengan menyempatkan menginjak rokoknya yang masih menyala dengan sepatu hitamnya membuat Erisa mendengus kasar dan mendekat.
"Elo dipukul lagi?" Ujar Erisa dengan memandang kesaL wajah lebam Angga yang hanya tersenyum miris ke arahnya. Syahir yang berdiri di belakang keduanya menunggu Leo hanya terdiam dengan menajamkan pendengaran berusaha menguping obrolan keduanya walau tidak ia sengaja. "Makan yuk, gue laper." Kata Angga berusaha mengalihkan pembicaraan.
Erisa berdecak kasar dengan menarik lengan Angga ceepat membawa pemuda itu ke arah motornya yang ia parkir. "Anterin gue ketemu bokap lo. Gue mau bilang kalau mau lampiasin kemarahan gak harus hajar lo kan? Dikiranya elo samsak apa," Omel Erisa sudah emosi membuat Angga terkekeh pelan dengan menjulurkan tangan menyentil bibir Erisa. "Apasih."
"Elo tahu gak sih, sikap peduli lo yang begini yang bikin gue makin suka sama lo, Er."
"Gue udah ratusan kali bilang kan kalau lo bukan tipe gue,"
"Terus tipe lo tuh yang kayak gimana?"
"Yang b******k, yang bikin gue kesal setiap ngelihat dia." Balas Erisa dengan melirik kecil Syahir yang sedang mengobrol kecil dengan Leo yang baru datang untuk bertukaran shift dengannya. "Jadi tipe lo yang fucek boy ya?" tutur Angga dengan terkekeh pelan membuat Erisa melongos kasar. Keduanya pun hendak melangkah pergi namun langkah Erisa terhenti saat rambutnya ditarik ke belakang sampai gadis itu hampir terjengkang kalua saja Erlangga tidak menarik lengannya menahan.
"Oi Erisambal, apa kabar lo?"
Erisa yang tersentak kaget karena jambakan yang tiba-tiba itu langsung maju dan menendang tulang kering pemuda yang tidak lain adalah Arjuna itu. "Jangan main fisik dong, b**o. Sakit anjirrr." Kesalnya dengan mengelus kakinya yang masih berdenyut nyeri. Erisa mendelik kecil sama sekali tidak menanggapi membuat Erlangga yang kebingungan dari tadi menyenggol pelan lengannya. "Dia badut gue dulu."
"Apasih, gak usah fatonah ya lo."
"Fitnah." Balas Erisa merasa lelah sendiri walau menegak saat Syahir mendekat dengan diiringi suara tongkatnya. Pemuda tunanetra itu tersenyum samar membuat Erisa terpana begitu saja. Walaupun Syahir terkenal dengan sikap lemah lembutnya dan juga murah senyum terhadap banyak orang. Tapi, tetap saja. Senyuman itu selalu bisa membuat Erisa tidak bias berpaling. Walau seberapa kuatpun ia berusaha menjauh. Syahir sudah mennjadii tempat ternyamannya. Pemuda itu sudah berhasil menaklukan hati batunya Erisa.
"Jadi kalian berdua satu tempat kerja? Wah cinta lama bersemi kembali dong ya." Goda Arjuna dengan mencolek pelan dagu Syahir membuat keduanya berdehem pelan merasa canggung. Berbeda dengan Erlangga yang hanya menatap Arjuna dan Syahir bergantian. Merasa penasaran dengan dua pemuda yang ternyata dekat dengan Erisa. "Erisa, belum pulang?" ujar Erlangga merasa risih sendiri. "Elo duluan aja, Angga. Gue mau ngobrol dulu sama teman lama." Balas Erisa tanpa beban membuat Angga menghela kasar. Pasrah saja dan menarik diri pergi walau menyempatkan kembali menoleh pada gadis bermulut kasar itu.
"Siapa tuh cowok, ganteng juga. Boleh gue embat gak nih?"
"Elo beneran homo?"
"Heh mulut lo yah?! Maksud gue embat buat jadiin teman. Please jangan negative kelingking dong, emang muka gue semaksiat itu apa?" Cerocos Arjuna dengan geramnya. Erisa hanya memijat pelipisnya merasa pening. Sedangkan Syahir hanya tersenyum samar, walau menelan salivanya kasar. Merasa miris, tidak bisa melihat bagaimana wajah selengean Arjuna sekarang. "Thingking not kelingking. Gue bacok juga nih!"
Arjuna mendelik ngeri lalu menarik lengan Syahir pergi membuat gadis bertubuh kurus itu sontak mengekori walau berlari kecil mengejar keduanya. Syahir sendiri hanya pasrah ditarik sana-sini oleh Arjuna dengan sesekali menoleh ke samping memastikan Erisa masih bersamanya.
"Elo kemana aja selama ini, bukannya yang pindah ke Jerman itu Kean ya? Kok malah lo yang ngilang?" Tutur Erisa sembari mengimbangi langkahnya dengan Syahir, memastikan pemuda itu baik-baik saja dalam melangkah. "Gue bukannya ngilang, emang lagi istrahat aja jadi badut. Gue kemarin fokus belajar, disuruh sama bokap." Bals Arjuna membuat Erisa dan Syahir kompak menghentikan langkahnya. Merasa ragu dengan apa yang pemuda itu lontarkan. "Elo belajar? Seriusan?"
Arjuna melongos kasar dengan menarik tongkat Syahir di tangannya lalu berlari lebih dulu memasuki supermarket yang tidak jauh dari mereka. Syahir yang kaget tongkatnya diambil begitu saja jadi terdiam dengan mengusap tengkuknya pelan membuat Erisa menggigit bibir ragu. Gadis itu merasa dilemah antara ingin membantu dan pergi saja.
"Yaudah, gue terpaksa bantu."
Syahir mengerjap kaget saat jemarinya diraih lembut oleh Erisa. Gadis itu menggandeng Syahir bukan memapah pemuda itu untuk menunjukan jalan. Tapi, Erisa malah menautkan jemarinya, menggenggam tangan Syahir lembut. "Jangan salah paham, gue ngelakuin ini biar orang-orang gak mandang lo sebelah mata." Bisiknya dengan melirik kecil jemarinya dalam tangan besar Syahir.
Syahir mengerjap samar dengan menelan salivanya kasar. Pemuda jangkung itu berusaha menarik tangannya namun Erisa malah semakin menggenggam jemarinya erat.
"Erisa." Gumam Syahir lirih membuat gadis itu menghentikan langkahnya dan berdiri berhadapan dengan Syahir. Erisa tersenyum miris saat pemuda itu menarik tangannya dari genggamannya. "Gue bisa jalan sendiri tanpa bantuan lo." Ujar Syahir dengan berbalik hendak pergi namun Erisa menahan lengannya pelan.
Gadis berkulit putih bersih itu menggigit bibir bawahnya kasar lalu merunduk pelan dengan dadanya yang semakin sesak.
"Kenapa kita gak bisa kayak dulu?" Lirih Erisa masih memegang lengan Syahir membuat pemuda itu menghela kasar.
"Situasinya beda sekarang, Er."
"Apanya yang beda? Karena lo sekarang kehilangan mata lo?" Tuturnya dengan memandang Syahir lurus. "Gue beneran gak peduli lo mau gimanapun, gue tetap....... suka lo." Tambah Erisa dengan nada tercekat membuat Syahir menelan salivanya kasar. Tidak tega juga mendengar gadis itu yang setengah memohon begini.
"Syahiiiiiiirrrrrr." Mohon Erisa dengan menggerakan lengan pemuda itu pelan. Gadis sebatangkara itu terdiam lalu bergumam lirih membuat Syahir makin merasa bersalah.
"Emang gak bisa, lo suka sama gue lagi?"