Hari Pernikahan
Aroma wangi dari seribu bunga segar, keluar di setiap sudut ruangan yang didekorasi dengan sangat apik dan elegan. Pesta kaum kelas atas, kini terpampang jelas dihari minggu penuh rahasia. Para wanita paruh baya terdengar sibuk bercakap-cakap dan tertawa di setiap stand makanan. Mereka seperti kumpulan orang-orang yang khawatir jika tidak kebagian menu lezat dan telah dihidangkan.
Diantara hiruk pikuk dan adu tawa para tamu undangan, ada gadis yang merana dan ketakutan, tengah berusaha berdiri sambil menahan bulir-bulir air matanya. Meskipun ia tidak tahu apa nan akan terjadi selanjutnya, tetapi ia harus terus tersenyum hingga pesta usai.
Senandung Arimbi, gadis ceria berusia 21 tahun. Tubuhnya tinggi semampai, memiliki bibir penuh nan sensual, berkulit putih, dengan rambut hitam panjang nan lebat, yang kian mempercantik parasnya. Gadis ini juga sangat gemar menari, bahkan impiannya sejak dulu adalah menjadi seorang ballerina. Jika sudah bergerak, tariannya menyerupai kibasan peri kupu-kupu nan indah dan mampu menghipnotis siapa saja yang menyaksikannya.
Sebenarnya, gadis ini merupakan seorang mahasiswa semester enam di Universitas Negeri. Namun, hari ini ia berdiri sebagian pengantin wanita untuk seorang pria yang tak dikenal. Sambil memperhatikan papa dan juga mama sambungnya, gadis yang biasa disapa Sena, menghela napas panjang. Saat ini, sama sekali tidak tampak kebahagiaan pada raut wajahnya nan jelita.
Sambil menahan guncangan hebat di dalam jiwa, Sena menggenggam tangan kanan yang terasa kebas akibat tak henti-hentinya menyambut uluran tangan yang memberinya ucapan selamat, dan memeluk siapa pun yang mendekati tubuhnya.
'Ya ampun, lelah.' Keluh gadis molek tersebut, dengan suara yang tenggelam di dasar hatinya. Saat ini, senyum palsu itu pun kian memudar. 'Tuhan ... kenapa nasibku selalu saja seperti ini? Aku hanya ingin bahagia, sebentar saja. Apa doa-doa yang aku panjatkan masih sangat kurang? Atau aku memang tidak pantas mendapatkan kebahagiaan?' Tanyanya tanpa suara.
Tak lama, pria berwajah tampan namun sadis berdiri sembari menumpu kedua tangan di pinggangnya. Kode ini akan terus Sena dapatkan, ketika bibir merah delima itu lupa untuk tersenyum. Ia benar-benar harus terlihat bahagia di hadapan semua orang.
"Selamat, Sena!" kata Lio sambil menatap tajam. "Selamat!" ucapnya sekali lagi, tanpa melihat ke arah membelai laki-laki.
Mata pemuda ini tampak berkaca-kaca. Bahkan ia tidak sanggup menengadahkan kepala dalam waktu yang relatif lama. Spontan, Sena melipat kedua tangan di depan dadanya, sebagai simbol kata maaf yang terus ia lemparkan kepada pria yang baru saja mengungkapkan perasaannya satu minggu yang lalu.
Lio, dia adalah satu-satunya mahasiswa yang datang ke acara ini karena memaksakan diri, hanya untuk melihat suami dari wanita yang sudah ia sukai sejak lama. Namun sayangnya, jangankan menatap tajam ke arah membelai pria, melirik pun ia tidak kuasa.
"Maaf ... !" Sena menggigit bibir dalam bagian bawah, dan menahan air matanya.
Lio yang sadar akan sikap tak biasa dari Sena, kehilangan niat untuk meninggalkan gadis yang sempat membuatnya putus asa. Apalagi Sena selalu meminta maaf dan memperlihatkan air mata yang tulus di hadapan pemuda ini.
"Kita akan membicarakan ini," ujar Lio sambil melirik ke arah suami Sena yang terlihat begitu cuek, seperti tak memiliki rasa. Bukan tanpa sebab, sejak pemuda itu naik ke atas panggung, suami Senandung Arimbi hanya memperlihatkan punggung bidangnya saja.
Sena menghela napas panjang, dengan kepala yang tertunduk. "Maaf!" pintanya sekali lagi.
Siang menjelang sore. Botol-botol sampanye siap diteguk habis. Terkadang ada yang iseng mengocoknya terlebih dahulu, lalu dengan sengaja melepas tutup, dan membiarkan cairan itu memancar ke udara, serta membasahi sekitarnya. Semua orang tampak bahagia, kecuali Sena, dan mungkin juga pria asing yang berada di sampingnya.
Wajah pria tampan itu memang dingin, sedingin es. Dia jarang berbicara atau mungkin enggan berkata banyak dengan perempuan seperti Sena. Lagipula, rasanya gadis ini tak sepadan dengannya yang tampak memukau dengan jas broken white nan elegan.
Menurut Sena, dia hanyalah gadis biasa yang kebetulan berdiri dengan kebaya rancangan Anne Avantie hari ini. Pakaian dari perancang ternama tersebut, melekat di tubuhnya dan akan berganti dengan model lainnya setiap tiga jam sekali. Kemudian setelah itu, ia akan kembali menjadi gadis sederhana yang hanya mengandalkan kaos oblong dan celana jeans lusuh. Sementara pria ini, ia akan selalu tampil tanpa celah. Baginya, semua harus serba sempurna.
Di sela-sela sesi pemotretan dengan para tamu undangan, Sena memberanikan diri untuk menatap wajah pria asing tersebut. Seketika, rahangnya mengeras. Mungkin dia sadar, ketika dirinya sedang diperhatikan. Gadis ini pun kian terpukul karena melihat reaksi dari suaminya.
Sebab, sebelum ia menyentuh atau mengajak untuk berbicara, reaksi Raden Wibowo itu sudah sedemikian antipati. Hal ini membuat Sena semakin merasa rendah diri. Baginya, lebih baik mengalihkan pandangan kemana saja, asal jangan ke arah samping yang menyorot pria sempurna tersebut.
Setelah cukup lama berdiri, seseorang datang, mendekat dan ia menyelamatkan perasaan Senandung Arimbi terhadap laki-laki pilihan kedua orang tua sambungnya. Wanita itu mengucapkan kata selamat dan tubuhnya terasa begitu hangat.
Aroma dari ratusan bunga dan lemon menjadi ciri khas wanita ini. Sambil tersenyum, beliau berbisik untuk mengatakan sesuatu kepada Raden Wibowo. Detik ini, Sena sama sekali tidak dapat melihat reaksi pria yang ada di sampingnya, tetapi gadis itu bisa memastikan bahwa suaminya membuang muka dan semakin membenci ritual nan melelahkan tersebut.
"Mimi harap, bulan depan sudah mendengar istri kamu mual muntah ya, Raden!" kata adik dari mertua Sena tersebut, sembari tersenyum hangat dan merapikan pakaian gadis yang dijadikan tumbal bagi keluarganya.
Sena tersenyum kecut, merasakan semua harapan tak mungkin terwujud. Untuk itu ia memutuskan bungkam, atau tak menjawab kata-kata manis tersebut, sedikit pun. Ia sepertinya tahu, sesuatu di depan sana hanyalah masalah, dan amarah, serta penolakan.
Jika pasangan lain yang sedang melangsungkan pernikahan, mereka pasti akan saling menatap dan tersipu malu, ketika mendengarkan kalimat penggoda seperti ini. Tetapi lain halnya dengan Sena dan Raden Wibowo. Mereka malah semakin menjaga jarak dengan ekspresi wajah kaku.
"Jangan meminta lebih dariku!" ucap pria itu dengan nada sinis, seolah ujung lidahnya menipis.
Sena mengangkat kelopak matanya yang besar alami. "A-apa?"
"Aku nggak suka dengan percakapan tadi. Jangan samakan aku dengan dirimu! Kamu, tampaknya dirimu memang berharap mendapatkan keturunan dariku, agar hidupmu dan keluargamu menjadi sangat enak." Ekor mata pria itu menerjang perasaan Sena yang sudah hancur berantakan. "Sayangnya, mimpi kamu itu tidak akan pernah terwujud."
Gemuruh runtuh tanpa hujan. Udara dingin dari banyak pendingin yang berjajar rapi tak mampu menghentikan bulir-bulir keringat seukuran biji jagung di dahi Senandung Arimbi. Bahkan, jantung gadis itu berharap segera lepas dari tangkainya. Agar tubuh tersebut terbebas dari penyakit dunia. Rasanya, lebih baik tiada daripada harus mendapatkan kalimat tajam dan menikam di sepanjang hidup ke depannya.
Selama ini, Sena sudah begitu menderita dengan kehidupannya bersama keluarga sambungnya. Ia tidak mengerti mengapa, tetapi papa dan juga mama angkatnya terlihat hanya ingin memanfaatkan dirinya saja. Tidak ada cinta ataupun kasih sayang yang dirasa, bahkan Sena harus bekerja di malam hari dan waktu libur, sejak bangku SMA.
Sayangnya, gadis ini tidak mengetahui bahwa papa dan mama yang selama ini ia sayangi dan kasihi, bukanlah orang tua kandungnya. Itu sebabnya, ia diperbudak dan dimanfaatkan sepanjang usianya. Semua ini terjadi karena Sena kehilangan ingatannya, pasca kecelakaan maut yang merenggut nyawa keluarga aslinya.
Kini, ia kembali digunakan sebagai alat untuk meraup keuntungan besar dari keluarga kaya raya yang sangat ingin anak mereka segera menikah. Semua karena Raden tak pernah membawa wanita ke dalam kehidupannya. Hal itu membuat khawatir keluarga besar pria tampan dan berkelas tersebut.
Apalagi ada beberapa selentingan yang mengatakan bahwa Raden adalah pria yang tak menyukai wanita. Padahal, selama ini ia tengah mencari sahabat kecil yang begitu ia sayangi. Pria ini ingin memenuhi janjinya untuk membahagiakan gadis mungil dan lucu tersebut. Namun, tak ada satu pun anggota keluarga yang mendengarkannya. Hingga sang mama jatuh sakit, dan memohon sebuah pernikahan kepada putra pertamanya.
Kali ini, Raden tak mampu menolak. Sebab, mamanya sanggup bersimpuh di bawah kakinya. Anak mana yang akan tega melihat orang tuanya berada pada fase ini. Untuk itu, ia menerima semua keputusan keluarga besarnya untuk dijodohkan dengan anak pertama dari keluarga Dani.
Awalnya, tuan Wibowo mengira bahwa Senandung Arimbi adalah satu-satunya anak perempuan di keluarga Dani. Hingga ia tidak mengatakan nama calon menantu yang ia inginkan. Setelah kepulangan keluarga yang terkenal kaya raya tersebut, tuan Dani pun langsung mengatakan kepada putri kandungnya agar menerima lamaran tersebut.
Namun, Chika menolak. Anak sulung di keluarga tuan Dani tersebut memiliki pemikiran bahwa laki-laki yang dijodohkan dengannya pasti sudah tua, atau cacat secara fisik. Jika tidak, mana mungkin mencari wanita dengan mengandalkan orang tua dan hartanya. Pria tampan dan mapan, pasti akan mencari cintanya sendiri karena semuanya sangat mudah bagi mereka.
Setelah mendapati penolakan secara terang-terangan, tuan Dani terpaksa menyodorkan Senandung Arimbi. Semua ia lakukan, demi uang dan uang. Tanpa sadar, gadis yang tuan Wibowo mau sejak awal, diberikan oleh tuan Dani.
Iya, tuan besar tersebut memang mengincar gadis cantik pemilik bibir penuh tersebut. Semua karena Senandung Arimbi, dianggap memiliki semua fitur perempuan yang tepat untuk putranya. Tanpa sengaja, benang jodoh telah mempersatukan dua hati yang sejak awal memang sudah terpatri. Hanya saja, semua masih tampak abu-abu, sehingga Sena harus melewati kabut, menjelang cahaya.
Satu hal yang ia tahu saat ini, masa depannya berada di ujung tanduk. Benar, memperoleh gelar sarjana merupakan satu-satunya alasan Senandung Arimbi masih bisa bertahan di atas dunia yang kejam ini. Ia benar-benar ingin membuktikan kepada semua orang termasuk keluarganya, bahwa dirinya sangat berarti.
Bersambung.