Part 3. Stop Playing Game

1487 Kata
"Kau keren sekali, Kawan. Bagaimana kau melakukannya? Lain kali, beritahu cara rahasia seperti itu padaku agar kita bisa menang bersama-sama," ucap Orochichris yang sedari tadi tidak berhenti memujinya, setelah ia diumumkan sebagai pemenang. "Kau pikir aku bodoh? Bagaimana bisa ada dua pemenang di dalam game solo seperti ini? Sudahlah, aku sudah tidak sabar ingin pulang dan memberitahu keluargaku tentang kemenangan ini," ucap Yasha terlihat bersemangat membuat Orocichris menepuk pundaknya mengerti dan, "Baiklah, sampai jumpa lagi," ucap Orocichris mengucapkan salam perpisahan sebelum akhirnya tubuh Yasha perlahan menghilang karena di dunia nyata Arthur melepas kacamata VR nya. ●♤♡◇♧● Setelah melepas kaca mata VR nya Arthur langsung bergegas lari untuk menemui Pamannya di sana dan ternyata Pamannya masih berada di tempat terakhir kali keduanya bersama tadi. Pamannya terlihat berbaring dengan posisi memunggunginya di sana. "Paman! Aku menang, Paman! Aku memenangkan game dan menerima hadiah uang game sebesar $3500! Aku senang sekali!!!" Begitulah ucap Arthur antusias seperti biasa dan biasanya Pamannya itu akan langsung bangun dan memberikan ucapan selamat kepadanya tapi, kali ini berbeda. Pamannya itu terlihat tak bereaksi apa-apa. "Paman...." Arthur mencoba memanggil pamannya kembali dan kali ini suaranya lebih pelan dari yang tadi. Perlahan Arthur melangkah mendekati Pamannya itu dan saat dia mencoba untuk membalikkan balikkan badan Pamannya di sana siapa yang menyangka jika, "Paman!!! Paman bangun!!!! Paman!!!!!!" Melihat wajah Pamannya yang pucat dan sedikit membiru membuat hati Arthur hancur seketika. Sedari tadi dirinya asyik bermain game dan telat menyadari kondisi Pamannya lebih awal. Jika saja dia lebih memperhatikan Pamannya tadi, kejadian ini tidak akan pernah terjadi. "Paman!!!!!!!!" • • • • • Tidak ada pemakaman di jaman ini. Melakukan pemakaman hanya akan semakin mencemari bumi. Orang meninggal langsung akan di bawa ke ruang mayat dan dibekukan di sana. Ya. Pemakaman di jaman ini menggunakan metode pengawetan. Dengan catatan keluarga menyetujui dan menandatangani surat pernyataan jika suatu hari nanti mungkin saja bagian tubuh keluarganya itu berguna untuk mengobati orang lain, maka mereka harus siap merelakannya. Arthur merasa kehilangan. Ya, kini di rumah, ia hanya tinggal sendirian. Tidak ada siapa pun lagi yang bisa diajaknya berbincang dan bertukar pikiran. Terasa ada yang hilang. Arthur mencoba melakukan aktivitasnya seperti biasa tapi dia tidak bisa. Jika kemarin Arthur masih bisa tersenyum, kini Arthur sama sekali tidak bisa tersenyum lagi. Sejak kecil hanya Pamannya yang menjadi satu-satunya keluarga di dalam hidupnya. Pria itu sudah seperti Ayahnya sendiri. "Hei! Perhatikan jalanmu!" Begitulah u*****n orang-orang yang sedari tadi tidak sengaja tertabrak olehnya di sepanjang jalan. Arthur saat ini sedang melampiaskan kesedihannya. Pria itu enggan pulang. Setelah melihat pamannya untuk terakhir kali sebelum tubuh Pamannya dibawa masuk oleh para petugas tadi, Arthur benar-benar merasa sedih. Kesedihan itu terasa semakin menusuk ke dalam hatinya saat hujan lebat juga turun setelahnya. Ya. Saat hujan turun semua orang melepaskan masker mereka karena, hujan itu adalah hujan buatan yang mengandung air bersih. Orang kalangan Elite dermawan sering kali membuat hujan buatan seperti itu sebagai bentuk kemurahan hati mereka. Arthur ingat sekali jika Pamannya selalu antusias menyambut hujan seperti ini. Entah apa alasannya. 'Semua orang pergi karena tidak mau terbebani olehku. Benar begitu, 'kan?' batin Arthur menyalahkan dirinya sendiri. Arthur terlihat membalikkan badannya dan memutuskan untuk kembali ke rumah saat dia mengingat sesuatu. Pria itu bahkan berlari dan tak jarang juga sampai menabrak para pejalan kaki lainnya di sana. Sesampainya di rumah, Arthur langsung berjalan cepat ke arah ruang game nya dan langsung mengemasi alat-alat yang biasa digunakannya untuk bermain game dengan memasukkannya ke dalam sebuah kardus lumayan besar kemudian memlesternya dengan sangat rapat. Diletakkannya kardus itu di sudut ruangan sebelum akhirnya dia keluar dan langsung mengunci pintu ruang game nya itu. 'Aku tidak akan bermain game lagi. Kebahagiaan dan kesenangan dalam hidup, kurasa aku tidak pantas mendapatkannya,' • • • • • Keesokan harinya... Seperti biasa, hari ini Arthur terlihat bekerja. Tapi tidak seperti hari-hari biasanya, hari ini dia terlihat bekerja lebih gigih dan lebih keras dari sebelumnya hingga membuat orang-orang yang mungkin melihat tingkahnya saat ini akan mengira jika dia adalah seseorang yang gila kerja. Anggaplah itu sebagai cara pelampiasan kesedihannya tapi bukankah itu bagus? Arthur akan mendapatkan uang yang lebih banyak juga nantinya. "Kudengar kabar Mark Jefferson sakit. Semua orang tengah berlomba-lomba mendekatinya sekarang. Ya, itu tidak heran karena pasti kekayaan pria konglomerat itu pasti banyak sekali," Rekannya saling berbincang dan Arthur tidak sengaja mendengarnya. Karena penasaran pria itu akhirnya memutuskan untuk mendengar lebih lanjut. "Ya, kau benar. Tapi tidak mungkin Mark yang jenius itu membiarkan sembarang orang mendapatkan hartanya. Pasti dia sudah melakukan sebuah loncatan besar seperti biasa. Kita tunggu saja," Reaksi Arthur setelah mendengar itu hanya biasa saja. Ya. Ia sudah tidak bermain game lagi jadi dia tidak begitu peduli. Meski ya, tidak dipungkiri jika mendengar idolanya Mark sakit, membuat Arthur merasa iba juga. Mark sudah seperti panutannya selama ini. Pria yang berhasil mencapai level Elite dengan hasil kerja kerasnya sendiri itu, selalu membuat Arthur terinspirasi. Seolah kegigihan yang dimiliki Mark juga ada di dalam dirinya. Dulu memang Arthur memiliki keinginan tinggi untuk melakukan transit ke atas sana karena ingin mewujudkan impian pamannya tapi sekarang, impian itu sudah tak berarti lagi. Semangat dan hasratnya sudah hilang sekarang. Dia tidak peduli lagi dengan semua itu. "Hei 708! Kau dipanggil bos," Seperti biasa Arthur langsung berjalan pergi dari sana dan mengikuti Ruler yang memanggilnya tadi. "Kusarankan agar kau tidak terlalu gigih bekerja sebagai pemungut sampah di sini atau kau akan menjadi b***k di sini selamanya," ejek Ruler itu yang tidak berhasil mempengaruhi Arthur sama sekali. Ya. Menurutnya pekerjaan apa pun asalkan dia bisa dan senang melakukannya, Arthur tidak keberatan sama sekali. Ia justru merasa beruntung menjadi pemungut sampah dari pada menjadi salah satu dari Ruler seperti pria yang ada di depannya itu. Pekerjaan Ruler sangat tidak manusiawi dan jahat menurutnya. Mereka menggunakan cara licik untuk memperoleh keuntungan besar demi memuaskan ego mereka akan uang. Menerima suap, mengurangi gaji, membenarkan kesalahan, melakukan penculikan orang dari kalangan elite demi mendapatkan tebusan dalam jumlah besar. Kira-kira hal kotor seperti itulah yang dilakukan oleh mereka selama ini. "Masuklah," Sesampainya di depan ruang kepala penanggung jawab pertambangan itu, Arthur langsung masuk ke dalam sana. "Duduklah. Seperti biasa kerjamu bagus. Kau menemukan titanium seberat 11.8kg dan uranium seberat 12.6kg. Totalnya $304. Ini. Kerjamu selalu bagus. Pertahankan itu," ucap kepala penanggung jawab itu membuat Arthur langsung berdiri setelah menerima uangnya tadi. "Aku selalu penasaran kenapa kau tidak pernah protes selama ini meski tahu jika uang yang kau terima itu tidak sesuai dengan yang seharusnya kau terima. Anak-anak lainnya selalu akan mengajakku berdebat jika menjadi dirimu," ucap kepala penanggung jawab itu menghentikan langkah Arthur yang sekarang sudah berada di depan pintu dan bersiap keluar. Arthur terlihat membalikkan badannya dan, "Aku tahu dan aku diam karena mungkin kau lebih membutuhkan uang itu lebih daripada diriku. Jadi, tidak masalah. Ambil saja," ucap Arthur kemudian berbalik dan bersiap pergi tapi, "Tunggu. Kemarilah," ucap kepala penanggung jawab itu terdengar bossy membuat Arthur tidak mempunyai pilihan lain selain berbalik dan kembali mendekatinya. "Ini. Anggap saja sebagai permintaan maafku karena tindakan memalukanku itu," ucap bosnya itu sambil memberikan satu lembar lagi uang $100 padanya membuat Arthur hanya menaikkan sebelah alisnya sedikit sebelum akhirnya menerimanya. "Terima kasih," ucap Arthur kemudian keluar dari ruangan itu. Setelah ini Arthur berencana pulang untuk melancarkan aksinya yang sudah disusunnya dengan rapi sejak kemarin. 'Ayo kita mencoba kesenangan dengan minum-minuman beralkohol. Apakah semenyenangkan itu saat kesadaranmu hilang karena meminumnya? Wah.. aku tidak sabar lagi,' Skip.. Setelah sampai rumah, bukannya menikmati minuman yang tadi sudah dibelinya saat pulang tadi, Arthur malah hanya diam sambil menatap kosong ke arah 3 botol minuman yang ada di depannya saat ini. Ya, lagi-lagi ingatan akan pamannya yang pernah melarangnya menyentuh minuman haram itu kembali membayanginya dan membuat nyalinya seketika menciut. Sudah semalaman Arthur tidak bisa tidur dan berharap dengan minum minuman beralkohol itu ia bisa tidur nanti. Arthur terlihat memberanikan dirinya dan menguatkan hatinya. Akhirnya dibukanya tutup dari salah satu botol minuman itu dan langsung diminumnya di sana. Arthur mengernyit setelah merasakan bagaimana rasa minuman itu. Ia memutuskan untuk tidak melanjutkan acara minumnya karena merasa rasanya cukup aneh. Arthur memutuskan ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dimakannya. Tapi tidak ada apa pun. Hanya ada buah kalengan saja di sana. "Apa ini?" ucap Arthur saat menemukan sesuatu milik pamannya yang dulu sudah dimintanya untuk dibuang saja karena barang itu hanya akan memperburuk kondisi pamannya. Puntung rokok. Arthur tidak menyangka jika Pamannya ternyata masih menggunakan barang laknat itu bahkan setelah ia melarangnya. 'Jadi apakah ternyata barang ini yang membuat kondisi kesehatannya memburuk?' batin Arthur dalam hati. Arthur kemudian langsung terlihat berlari menuju kamar pamannya untuk memastikan kecurigaannya itu. Ya, selama ini keduanya saling menghargai privasi satu sama lainnya sehingga membuat Arthur pun juga tidak tahu apa-apa saja yang disembunyikan pamannya itu di dalam kamarnya. Setelah Arthur membuka kamar pamannya, dia langsung masuk dan menyalakan lampunya di sana. Arthur terlihat terdiam di tempatnya setelah melihat bagaimana kondisi kamar pamannya itu dan apa saja yang ada di dalamnya. "Apa semua ini????" Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN