Diruang makan terdapat meja memanjang dengan makanan berbagai menu khas Indonesia seperti Sop, rendang, sayur buncis dan beberapa gorengan. Meski Axton memiliki Ibu dari Indonesia, tapi beliau meninggal begitu cepat hingga membuat Axton belum sempat mencicipi makanan khas Negara ini.
“Tuan, ini adalah beberapa makanan Khas Indonesia. Semoga Tuan menyukainya”. Kata Bibi An yang melihat Axton keluar dari ruangannya.
Axton duduk di tempat paling ujung, dia melihat satu persatu makanan yang asing baginya. “Terima kasih Bibi An, katakan Bi.. Apa Ibuku sering memasak makanan ini?”. Tanya Raziel.
Bibi An adalah salah satu orang kepercayaan Nyonya Sintya sari atau Ibu kandung Axton yang dulunya bekerja di rumah beliau. Semua hal yang terjadi sebagian besar Bibi An mengetahuinya.
“Benar Tuan, Nyonya Sintya dulunya sangat pandai memasak, sifatnya yang ramah dan loyal membuat beliau mendapatkan cinta dan memiliki kesempatan untuk menikahi Ayah Tuan”.
Mendengar penuturan Bibi An, tangan Axton tiba-tiba mengepal seakan sedang menahan amarah yang begitu mendalam. “Huuft.. Untuk masalah yang satu ini lebih baik Bibi tidak perlu membahasnya. Aku tidak ingin mendengarnya lagi!”.
“Baik Tuan, saya akan memanggil Nona untuk makan malam bersama. Saya permisi Tuan”.
“Tidak perlu Bi! Aku sudah turun” Sela Reina.
“Tuan, sebelumnya aku belum mengucapkan terima kasih karena kau telah menolongku” Reina turun dari tangga berjalan kearah meja makan. “Tuan, Aku Reina. Sekali lagi aku meminta maaf atas ucapanku tadi, aku harap Tuan tidak menganggapnya serius”.
Axton memandang Reina yang masih berdiri di sampingnya. “Duduklah, Kau bisa memanggilku Axton. Bibi An sudah membuatkan makan malam, jadi makanlah dulu baru kita bicarakan lagi”.
“Ah.. Baiklah”. Reina duduk di ujung yang satunya lagi. Dia melihat menu makanan yang tersaji di meja.
‘Orang ini terlihat bukan berasal dari Negara ini, tapi dari caranya berbicara dia lumayan fasih berbahasa Indonesia meski kadang ucapannya sedikit aneh. Sudahlah, makan saja dulu baru fikirkan lagi nantinya'.
Di ruang makan keduanya saling diam membuat suasana berubah menjadi sunyi dan canggung. Setengah jam berlalu tanpa adanya percakapan dari mereka hingga selesai dengan makanannya.
“Malam ini istirahatlah disini, besok akan aku antar kau kembali ke Keluargamu”. Kata Axton yang baru meletakkan alat makannya.
“Terima kasih untuk tawarannya, aku akan kembali ke atas terlebih dahulu. Selamat malam Tuan”. Reina pergi kembali ke kamar untuk beristirahat. Tidak ada hal yang menarik, hanya makan memberitahu nama dan pergi.
Setelah selesai makan Axton pergi ke ruangan rahasia yang sudah di setting jauh-jauh hari untuk persiapan kedatangannya ke Indonesia. Di sana sudah ada Ken yang sedang fokus pada komputernya.
“Tuan, anda sudah kembali dari makan malam? Ini sudah terlalu larut seharusnya anda istirahat terlebih dahulu”. Kata Ken
“Kau sedang apa Ken, Berhentilah melakukan pekerjaan malam ini. Besok sepertinya kita akan sedikit sibuk”.
“Saya sedang meretas CCTV area sekitar Villa, Bagaimanapun kita harus waspada terhadap orang-orang yang mengincar Tuan sebelum Squad bayangan (Anggota Dragon Khight yang di latih khusus sebagai penjaga bayangan) datang”.
“Kau terlalu khawatir, aku tidaklah selemah itu. Ken… Kau adalah tangan kananku, hanya kau yang dapat aku percaya. Hidupmu juga sama pentingnya bagiku”.
“Tuan Axton, 10 tahun yang lalu sejak kau memungutku di panti asuhan. Aku sudah bersumpah untuk setia mengabdi padamu, aku akan jadi pedang sekaligus perisaimu”.
“Dasar bodoh, jangan menganggap remeh nyawamu bocah. Aku memeliharamu tidak untuk menjadikanmu mati dengan mudah”.
“Tuan memang orang baik, hanya saja orang lain belum menyadari itu”. Gumam Ken. Dia selesai dengan pekerjaannya dan keluar dari ruangan tersebut.
Kini hanya ada Axton dan laptop yang masih menyala di depannya. Demi keamanan Ken bahkan sudah menempatkan CCTV di setiap sudut Villa dan di hubungkan dengan Laptop milik Axton dan komputer yang ada di ruang rahasia. Laptop Axton yang masih menyala membuatnya ingin melihat keadaan Reina lewat CCTV yang terpasang.
Di layar laptopnya, Axton melihat Reina yang masih belum memejamkan mata. Terlihat Reina sedang berbicara sendiri membicarakannya dan mengumpat beberapa nama orang. Axton yang melihat di balik layar hanya bisa tersenyum melihat tingkah Reina.
“Sweety Girls, ternyata diam-diam kau membicarakanku di belakang yah.. Apa mengumpatku itu membuatmu senang. Tapi tingkahmu yang seperti ini benar-benar sangat imut. Tunggulah sampai hari besok tiba, lihatlah bagaimana aku akan memberimu pelajaran”.
-Kamar Tamu
Sekembalinya Reina dari makan malam dia tidak langsung memejamkan mata. Reina justru duduk dengan wajah jengkel membayangkan setiap sikap dan perkataan Axton yang menyebalkan.
“Benar-benar deh, bahkan setelah aku celaka orang yang menolongku pria b******k seperti Axton. Melihat cara dia memandang dan berbicara ingin sekali ku sumpal dengan cabai rawit. Aaargh.. Aku jadi heran, mengapa selama setahun ini aku bisa suka pada pria seperti Luze dan mempunyai sabahat pengkhianat seperti Carissa. Tapi jika di fikir-fikir lagi, Axton pria yang tampan. Tidak ada ruginya aku di selamatkan olehnya”. Oceh Reina hingga akhir kalimatnya.
Reina yang sedang duduk membanting tubuhnya di kasur dengan wajah memerah. “Sudahlah, lebih baik aku tidur. Besok aku harus mempersiapkan diri untuk kembali ke rumah Brahmantya. Pria tua bangka itu pasti tidak akan melepaskanku begitu saja”.
***
-Paginya di Villa Axton
Reina terbangun dari tidurnya, dia beranjak dari kasur dan keluar dari kamar. Didepan pintu kamarnya sudah ada pelayan yang siap menerima perintah.
“Hei.. Dimana Tuanmu?”. Tanya Reina pada pelayan yang ada didepan pintu.
“Nona, Tuan sudah pergi pagi-pagi sekali. Dia berpesan pada kami untuk memenuhi kebutuhan Nona sebelum Nona kembali”. Kata pelayan
“Baiklah, karena Tuanmu tidak ada dirumah, Lebih baik aku kembali sekarang. Sampaikan rasa terima kasihku pada Tuanmu, aku tidak memiliki ponsel atau apapaun. Jika ingin mencariku, katakan pada Tuanmu untuk datang ke Kediaman Brahmantya. Aku akan ada disana”.
“Nona.. Tuan tidak mengizinkan Nona pergi sebelum Nona sarapan. Dan ini titipan dari Tuan untuk Nona”. Pelayan tersebut memberikan sebuah amplop berisi kartu debit dan ponsel keluaran terbaru pada Reina. Seketika mengepal tangannya geram.
‘Axton! Kurang ajar kau, kau berencana mengikatku dengan uangmu. Apa kau fikir dengan memberiku uang kau sudah berhasil membuatku takluk!’ Batin Reina.
“Maaf.. Katakan pada Tuanmu aku tidak bisa menerima kebaikannya yang berlebihan ini. Dia sudah mau menyelamatkanku saja itu sudah cukup. Aku pergi”.
“Tap.. Tapi Nona!”.
Perkataan pelayan tidak Reina dengar. Dia turun dari tangga dan keluar dari Villa dengan tergesa-gesa. Dia membuka pintu dengan keras, namun begitu pintu dibuka yang di lihatnya hanyalah hutan belantara yang tidak tahu ujungnya.
“Sial, begini lagi! Ini apa bedanya dengan aku keluar dari sekapan Carissa! Sekarang bagaimana aku akan keluar dari tempat ini?”.