19 : Cemburu

552 Kata
Daffa menaruh handphonenya diatas nakas. Dirinya masih menunggu Reya yang sedang berada di kamar mandi. Mereka baru saja pulang dari salah satu mall besar di daerah Jakarta. Lucu jika mengingat kejadian tadi siang. Daffa menggendong Qila dan Qira di lengannya. Sedangkan Reya mendorong stroller baby milik Keagan, dengan Radinka yang berada di samping nya. Drt drt Daffa melirik ponselnya, tidak ada notifikasi. Matanya berpendar mencari sumber suara itu. Dilihatnya handphone Reya berkedip beberapa kali. Daffa langsung mengambil nya. Alisnya menyatu dengan kerutan samar di dahinya. Ghanighan29 Reya?  Alhamdulillah saya bisa nemuin medsos kamu lagi Apa kabar? Rahang Daffa mengeras. Laki-laki itu langsung mengklik akun ghanigan29 dan menstalknya. "Sayang?" Panggil Reya. Daffa menoleh menatap istrinya sambil menaikan sebelah alisnya. Membuat Reya menatap bingung ke arah Daffa. "Kamu kenapa? Kok cemberut gitu mukanya hm?" Reya naik ke atas ranjang lantas memeluk Daffa yang diam bak patung sejak ia di kamar mandi. Tangan Reya merambat ke arah d**a Daffa, sedangkan Daffa tetap diam. "Kamu kontekan lagi sama Ghani?" "Hah? Enggak. Aku aja terakhir kontekan sama dia waktu sebelum kelulusan. Kenapa emangnya ayah?" Daffa berdecak. Ia menyodorkan handphone Reya yang masih menampilkan direct message dari Ghani. "Loh ini Ghani? Dia tau akun aku dari siapa?" Daffa menggidikan bahunya. Ia mengambil guling, lantas menidurkan tubuhnya diatas ranjang. Mengabaikan Reya yang memikirkan dari mana Ghani mendapat usernamenya. "Ayo tidur bunda. Udah malem." "Bentar dulu," "Kamu masih mau bales si Ghani itu?" Reya menoleh cepat ke arah Daffa. "Nggak sayaang, buat apaa?" Reya buru-buru menyimpan ponselnya diatas nakas. Melihat wajah Daffa yang terlihat galak malam ini membuat Reya takut. "Kali aja mau bales dm dari mantan," Daffa memasang guling diantara dirinya dan Reya. Membuat Reya menatapnya dengan pandangan bingung. "Hah? Siapa yang mantan?" Daffa berdecak. Masih mencoba untuk memejamkan matanya. Meskipun nyatanya gagal karna bayangan chat dari Ghani masih berkeliaran di kepalanya. "Ya kamu sama si shoot Ghani lah. Masa iya aku sama tukang pempek." Reya tertawa. Ia menindih paha Daffa menggunakan betisnya. Tangannya mengusap-usap pipi Daffa dengan lembut. "Sayaaang. Aku dulu ngga pacaran sama Ghani. Aku sama dia cuma sebatas temen aja." "Sama aja," balas Daffa cuek. "Beda dong ayaah, temen sama pacar masa sama sih hm?" Daffa berdecak. Ia menyingkirkan tangan Reya di pipinya membuat Reya menahan tawa. "Duh suami aku kalo lagi cemburu lucuuuu ya!" "..." "Sayaaang!" Reya mengusap perut Daffa. Membuat Daffa menatapnya sebal. "Jangan marah dong ayaah! Kan aku ngga respon dia." "Kamu ngga ngerespon, tapi dia keliatan masih berharap sama kamu," tukas Daffa. Nadanya jutek. Yang justru membuat Reya ingin meledakkan tawanya sekarang juga. "Ya itu sih urusan dia, aku kan cintanya sama kamu." "Dia masih muda, berbakat lagi. Aku mah apaan?" Reya menindih tubuh Daffa. Lalu menangkup pipinya dengan gemas. "Ayah! Dengerin bunda ya! Mau seganteng apapun dia, mau sekeren apapun dia, mau seberbakat apapun dia tetep aja masih kalah sama kamu. "Derajat kamu tinggi dihati aku. Karna kamu suami aku, karna kamu ayahnya anak-anakku, karna kamu kekasih aku. Jadi kamu ngga usah cemburu sama dia ya? Hati dan tubuh aku punya kamu semuanyaaa!" Reya mengecup pipi dan bibir Daffa dengan penuh cinta. "Tapi tetep aja," suara Daffa sedikit melunak. Laki-laki itu memeluk Reya dengan erat. "Aku ngga suka kamu deket-deket sama dia nda. Bisa kamu jauhin dia aja?" Reya tersenyum. Ia mengusap rambut Daffa lantas mengecup lehernya. "Sure baby, kenapa ngga?" ••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN