Dua bulan berlalu. Selama dua bulan itulah Daffa menghabiskan waktunya untuk mencoba menenangkan dirinya sendiri. Rasanya sulit sekali menerima kenyataan yang satu ini.
Reya terbangun tengah malam ketika suhu tubuh Daffa kembali naik. Ia bangkit dari ranjang lantas mencepol rambutnya ke atas. Perempuan itu turun ke lantai satu lalu menuju dapur setelahnya.
"Ibu belum tidur?"
Reya menoleh, mendapati Tiwi berdiri di belakangnya dengan segelas air putih yang diambil dari dispenser dekat kulkas. "Iya mbak. Bapak badannya panas lagi, makanya saya mau kompres bapak dulu. Mbak kenapa belum tidur?"
"Oalah. Hehe iya Bu, saya belum ngantuk soalnya. Mau saya bantu, Bu?" Tiwi menawarkan bantuan kepada Reya ketika ia melihat Reya terlihat begitu kesusahan untuk membawa baskom berisi air hangat dan juga handuk bersih. Reya tersenyum kecil, "ngga usah mbak. Ini bisa saya bawa sendiri kok. Mbak tidur aja,"
Reya keluar dari dapur, lantas tersenyum sambil melewati mbak Tiwi di depan dispenser. Perempuan itu naik ke atas. Lalu menuju kamar mereka. Rey meletakan baskom beserta handuk kecil itu di atas nakas. Sudah dua hari Aa demam dan muntah-muntah. Daffa menolak untuk dipanggilkan dokter, dari dua hari yang lalu ia hanya meminum Paracetamol agar panasnya turun. Tapi hingga hari ini panas itu tidak turun juga.
Dan sudah dua malam juga Keagan tidak tertidur bersama mereka. Ke empat anak mereka benar-benar dilarang menemui Daffa. Takut tertular katanya. Apalagi sistem imun anak kecil tidaklah kebal. Jadi Daffa dan Reya memutuskan tidak mendekatkan anak-anak pada ayahnya dulu. Meskipun Radinka masih suka masuk ke kamar dan menengok Daffa.
"By ngadep sini dulu sayang. Mau di kompres dulu," kata Reya lembut. Perempuan itu membalikan tubuh Daffa menjadi terlentang menghadap langit-langit kamar.
Reya mencelupkan handuk kecil itu kedalam baskom, lalu menaruhnya diatas kening Daffa. Daffa membuka mata, lalu menarik tangan Reya dan menaruhnya di d**a.
"Kamu kenapa bangun? Sini tidur samping aku lagi nda."
"Aku lagi ngompres kamu bentar, tar aku tidur lagi kok,"
"Ah ngga mau, sini!" Rengek Daffa. Akhirnya Reya mengalah. Ia menaruh handuk tadi ke dalam baskom. Lalu menarik laci nakas, mengambil plaster penurun demam. Memasangnya di kening Daffa, sebelum akhirnya naik keatas ranjang dan memeluk Daffa yang meringkuk seperti bayi di dadanya.
Satu hal yang mesti kalian tau. Aa akan berubah menjadi manja dan sangat posessive ketika sedang sakit. Kemarin Keagan tidak diperbolehkan menyentuh istrinya karna seharian Reya di doktrin agar terus bersama Daffa. Bahkan Reya disuruh untuk melakukan breast pumping agar Reya tidak perlu menyusui Keagan secara fisik.
"Pukpuk Buna," kata Daffa manja. Ia melingkarkan tangannya di pinggang reya, sedangkan kepalanya sudah masuk ke dalam baju Reya.
Reya tertawa kecil, ia menepuk-nepuk p****t Daffa seperti ia menepuk-nepuk Keagan ketika anak itu akan tertidur. Diusapnya rambut Daffa dengan penuh cinta, sesekali meringis merasa geli akibat lidah Daffa yang berjalan kemana-mana.
"Pelan-pelan sayang! Jangan digituin ah."
Daffa mengangguk dalam pelukan Reya. Sedangkan istrinya mendekap kepala Daffa dengan erat.
"Cepet sembuh ya ayah!"
Di kecupnya rambut Daffa dengan sayang ketika dirasa nafas Daffa sudah teratur kembali.
***