05 : Buna Reya Cemburu dan Marah

985 Kata
Dua bulan berlalu Daffa bangun dari tidurnya ketika suara tangisan Keagan terdengar nyaring pagi ini. Ia segera beranjak dari ranjang masih dengan wajah bantal dan rambut yang acak-acakan. Ia berjalan ke arah baby box di pojok kanan dan langsung mengangkat Keagan ke dalam gendongannya. "Cup. Cup. Anak ayah jangan nangis ya sayang ya. Haus ya? Cari bunda yaa," Daffa membuka pintu kamar. Tangannya masih setia menepuk punggung Keagan agar Keagan berhenti menangis. Tangis Keagan sedikit mereda, hanya terdengar isakannya saja yang terdengar sangat lirih. "Bundaaaaa!" Daffa setengah berteriak. Dirinya memasuki dapur dan menemukan Reya sedang mengaduk teh di dalam cangkir. "Bun Keagan nangis. Kayanya mau nenen," Reya buru-buru menyelesaikan adukan di tehnya. Ia mencuci tangannya di kran air wastafel. Ia menghampiri Daffa, lalu mengambil alih Keagan. "Uuu anak bunda yang paling ganteng nangis, mau nenen ya sayang? Tadi pagi masih kurang hhm?" Reya mencoba berinteraksi dengan Keagan. Keagan hanya diam, tapi matanya masih berair dan mulutnya terbuka dengan jempol yang dihisap, benar-benar membuktikan bahwa dirinya kehausan. "Bawa ke ruang bermain anak-anak, gih!" Suruh Daffa. Reya mengangguk, sebelum pergi meninggalkan Daffa ia berjinjit untuk memberinya morning kiss di bibir. Daffa tersenyum tidak jelas. Ia yang tadinya mengantuk malah tidak mengantuk lagi sekarang. Maka dari itu, Daffa mengikuti reya untuk masuk ke dalam ruang bermain ke empat anak-anaknya. Daffa langsung memeluk Reya dengan erat dari belakang. Membuat Reya terkejut sambil membiarkan Daffa memeluk dirinya. "Kangennn," kata Daffa. Reya tertawa. "Kangen dari mana sih sayang hhmm? Semalem aku udah di sortir loh sama kamu, masih kurang juga, hm?" Tangan Reya berjalan mengusap pipi Daffa perlahan, setelah Daffa memindahkan kepalanya di atas paha Reya. "Kurang banyak," kata Daffa singkat. "Astagfirullah," Reya tertawa. "Gimana bisa kurang sih, ayah?" "Ya kuraaaang. Biasanya ngga segitu, tapi semalem cuma segitu." Bibir Daffa maju beberapa senti, hidungnya membaui tubuh Reya yang pagi ini hanya memakai daster berlengan pendek berwarna merah dengan rambut yang dicepol ke atas. Cantik. "Emang kamu maunya berapa hm? Semalem kan aku tawarin kamunya, terus kamu malah ngga mau. Bilangnya nanti kamu capek. Dilanjut besok ya bunda," Reya mengikuti gaya bicara Daffa. "Yaa... Kayak biasannya. Aku beneran takut kamu kecapean. Lemes banget sih semalem. Ya Allah. Untung aja aku istighfar jadi nggak bikin kamu sampe ngga bisa jalan," Reya menarik rambut Daffa pelan, ia tertawa gemas. Di kecupnya kening Daffa dengan penuh cinta. "Udah gih ah, masih pagi udah ngomongin ranjang. Bahaya nanti kamu nya turn on pagi-pagi." Reya mengusap rambut Daffa, matanya menatap Keagan yang sudah kembali akan memejamkan matanya. Padahal tadinya Reya akan memandikan Keagan. "Udah dari tadi, bun." "Hm?" Tangan Daffa menarik tangan Reya ke bawah, lalu membawanya menyentuh sesuatu yang-er, entahlah bagaimana mendeskripsikan nya. "Udah kan?" Reya tertawa. "Ih ganjen banget sih kamu," Daffa memejamkan matanya kala Reya iseng bermain-main dengan juniornya. "Bun jangan gitu ah, jangan bikin aku tambah h***y," daffa bangkit ia melumat bibir Reya dalam-dalam. Tangannya bergerak ke belakang untuk menekan tengkuk istrinya agar ciuman mereka lebih dalam. Reya gemetaran, Keagan yang tertidur masih berada di lengannya. "Main yuk! Sekali aja ngga papa. Main cepet, disini." Belum sempat Reya menjawab, Daffa sudah mengambil alih Keagan dan menaruhnya diatas baby box yang memang ada di ruang bermain anak-anak nya. Ketika Daffa mengangkat tubuhnya ke atas sofa dan memulai pekerjaannya, Reya tidak segan-segan untuk tidak menarik rambut Daffa dan mengacak-acaknya ataupun berteriak pelan. *** Daffa keluar dari ruang bermain anaknya dengan penampilan acak-acakan. Mungkin orang awam akan berpikir jika ia baru saja bangun tidur, tapi tidak untuk pak Kasman. Karna laki-laki tua itu sudah tersenyum tidak jelas di depan Daffa yang sedang mengambil ember dan juga sabun cuci mobil yang ada di taman kecil samping rumah. Tubuhnya shirtless karna tadi Daffa meninggalkan bajunya untuk di cuci Reya sebab baju laki-laki itu kotor terkena cairan mereka. "Mau dibantu ngga mas Daffa?" Daffa menoleh, menatap pak Kasman yang sudah berdiri di depannya dengan membawa selang air. "Ngga usah pak. Nanti bapak capek. Ngopi-ngopi aja dulu, masih pagi ini," Pak Kasman tertawa. Daffa tidak pernah memberi jarak dengan dirinya. Secara kasar bisa dibilang Daffa tidak pernah memisah antara majikan-pembantu dengan dirinya. Reya pun sama. Bahkan pak Kasman dan mbak Tiwi sering diajak untuk ikut sarapan atau makan malam bersama di meja makan. Pak Kasman kembali duduk di pos penjaga sambil meminum segelas kopi yang tadi ia minta ke Tiwi. Bunyi pagar yang dibuka membuat pak Kasman menoleh untuk memastikan siapa yang masuk. Ia bernapas lega karna cuma Yoona yang masuk sambil membawa sepeda dorong Qila dan Qira dari luar. "Ih dedek tuh ada ayah," mbak Yoona berkata pelan. Pak Kasman masih mendengarnya. Ia memperhatikan Yoona yang berdiri dengan bibir terbuka sambil memandangi Daffa dari jauh. Daffa tidak sadar. Ia masih terus menggosok body mobilnya sambil bersenandung kecil. Tangannya terhenti ketika ia melihat kedua putrinya baru saja pulang selepas jalan-jalan pagi bersama si mbak. "Eh anak ayah udah pulang!" Daffa membuang kain yang tadi dipakainya untuk mencuci mobil, ia membasuh tangan lalu menghampiri anak-anaknya. Menggendong keduanya di lengan sambil menghampiri pak Kasman di pos penjaga, menyisakan mbak Yoona yang lagi-lagi terpana akan ketampanan Daffa yang tidak memakai baju pagi ini. "Yoona!" Reya memanggil dari dalam, perempuan itu nampak sudah memakai kaus dan celana panjang. Rambutnya pun basah. Ia berdiri di depan pintu masuk yang langsung menghubungkannya ke dapur. "Iya mbak re, ada apaa?" "Tolong kamu lanjutin bantu mbak Tiwi ya, biar saya yang mandiin Qila sama Qira," reya berkata dengan nada yang sedikit dingin. Membuat Yoona takut. Apa aku buat salah? "Tapi mbak-" "Udah ngga papa. Sana kamu masuk aja. Mbak Tiwi lagi bakar ayam di belakang," Yoona berlalu pergi dari hadapan Reya setelah wanita itu selesai berkata. Reya menghampiri Daffa di pos. "Tuh ada Buna tuh, mau gendong sama buna ngga?" Daffa tersenyum sumringah kepada reya yang hanya di balas tatapan sinis oleh wanita itu. Tanpa aba-aba, Reya mengambil alih Qila dan Qira lalu membawa nya masuk tanpa menyapa Daffa lebih dulu. Membuat Daffa terpaku. Istri gua kenapa sih?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN