Sambil menunggu kedatangan keluarga Guntur, Wak Tima asyik bercengkrama dengan Bu Ola di pojok dapur.
"Lu pake ajian apa, La? Punya dua mantu tajir semua. Baik, rajin, sopan. Kagak kayak gua noh. Punya dua mantu kismin-kismin, kagak tau diri, malesnya masya Allaaaah. Muka pada burik semua. Pusing gua kalo pulang ke rumah. Kalo ke rumah lu, langsung adem liat Farid, seger liat bule Rena. Belum kalo liat si putih Guntur, ama siapa anaknya?"
"Ayu, Wak,"
"Iya. Ayu. Sesuai namanya sama orangnya. Ah, nyesel gua nggak maksa Nayra jadi mantu gua."
Wajah Wak Tima seketika murung memikirkan nasibnya memiliki dua menantu perempuannya yang tinggal bersamanya.
"Udah, Wak. Namanya jodoh. Sebenarnya menantu-menantu Wak itu bukan males. Wak aja yang sewot," tanggap Bu Ola mencoba memulai memberi pandangan ke Wak Tima.
"Lha. Gua serius, La. Bangun siang, badan udeh pada melar kayak gua. Malah ngalah-ngalahin gua. Mana pada numpang semua di rumah gua ma anak-anaknya,"
"Yah. Nggak papa kali, Wak. Kan rumah Wak gede ini,"
"Udah butek gua di rumah. Mending hidup kayak lu, La. Meski ngontrak, rumah bersih, pikiran juga bersih,"
"Jangan gitu, Wak. Kan usaha Wak juga dibantu mantu-mantu. Wak Tima harus menilai yang baiknya, jangan yang buruknya saja dinilai. Buktinya usaha Wak lancar-lancar aja kan? Karena ada yang ngurus,"
Bu Ola terus memberi pengertian ke Wak Tima.
"Iya juga ya, La,"
"Nah. Kalo kita cuma liat orang dari buruknya aja, ya selama-lamanya buruk semua. Nggak ada baik-baiknya."
"Iya, La, ya. duh, pantes lu punya mantu baik, kinclong, beduit semua. Emang rezeki lu, La."
Bu Ola tersenyum mendengar penilaian Wak Tima mengenai hidupnya.
***
Hampir sehari penuh, Ayu merasa jengah. Di awal pagi hingga siang dia sudah beberapa kali mendengar nama Said. Malamnya, dia juga menjadi 'korban' Wak Tima. Wak Tima terang-terangan menyatakan hendak menjodohkan Ayu dengan keponakannya yang bernama Fauzan, tiga puluh tahun, bekerja di Pertamina, dan memegang jabatan tinggi di kantornya. Dan sekarang sedang mencari pasangan hidup.
Ayu tidak terlalu menggubris apa yang diutarakan Wak Tima. Dia diam saja dan tidak terlalu memikirkannya, karena Eyang, papamama dan omtantenya juga tidak ikut-ikutan memberi komentar. Malah mereka hanya menganggap celoteh Wak Tima sebagai candaan saja. Lagipula, Wak Tima malah membantu membukakan cangkang kepiting buat Ayu.
Akhirnya makan malam di rumah Bu Ola berjalan sukses. Semua sangat menikmati masakan yang diolah Wak Tima dan Bu Ola. Terutama Guntur, dia terlihat begitu antusias menikmati kepiting kesukaannya. Acap kali terdengar decakan dari mulutnya yang mengunyah serta menghisap cangkang kepiting. Sampai-sampai Wak Tima memberi peringatan ke Nayra agar bersiap-siap 'diserang' suaminya ketika berada di kamar setelah makan malam. Seloroh Wak Tima benar-benar membuat suasana makan malam pecah dan penuh canda tawa.
Dan kesempurnaan kejengahan Ayu di hari itu ditutup dengan sebuah pesan dari seseorang yang meresahkan.
Ayu yang duduk selonjoran di salah satu sudut dapur --sambil menatap layar ponsel-- tampak lesu. Sedikit menyesali dirinya yang memaksa ingin ikut belanja bersama Mama Nayra. Dia yakin, pasti dirinya menjadi bahan cerita di keluarga Said. Sehingga Said berani mengirimnya pesan pendek lagi.
***
Ayu tidak sanggup menahan perasaan gundahnya malam itu. Akhirnya dia mencurahkan perasaannya ke Farid ketika Farid mengantarnya pulang. Dengan raut wajah cemberut bercampur sedih dia tunjukkan pesan dari Said yang ditujukan kepadanya.
"Begini aja, Yu. Ayu tetap bales. Bilang kalo Ayu kurang nyaman dengan pesan-pesan yang dia kirim. Soalnya kalo nggak dibales, dia semakin penasaran. Makanya dia kirim lagi. Nanti kita liat reaksi dia. Kalo dia semakin menjadi, dia bukan orang baik dan Ayu musti bertindak ... bilang ke Papa. Kalo nggak atau setidaknya dia bilang maaf dan nggak lagi kirim pesan … berarti dia orang yang baik dan Ayu nggak perlu khawatir."
Usulan Farid ini dijalankan Ayu sebelum tidur.
"Ih. Apa-apaan sih. Adek abang adek. Ck," rutuk Ayu sebal karena mau tidak mau dia harus membaca pesan singkat dari Said sebelum membalasnya. Ayu merasa tidak biasa saja dengan cara Said memanggilnya.
Ayu : Maaf. Ayu nggak nyaman. Mohon dengan amat sangat untuk nggak kirim pesan lagi. Terima kasih. Ayu.
Hanya selang beberapa detik, Ayu langsung mendapat jawaban.
Said : Abang minta maaf, Yu. Said HY.
***
Sejak melaksanakan saran dari Farid, Ayu merasa tenang. Sudah hampir satu bulan ini Ayu tidak lagi gelisah. Tidak ada tanda-tanda meresahkan lagi dari rumah duda depan. Mbok Min dan Rasti juga tidak menyinggung Said di depan Ayu jika berpapasan dengan Ayu. Hal ini juga tidak terlepas dari kesadaran Said. Said menyampaikan ke Rasti untuk tidak usah berusaha mendekatkan atau menyinggung dirinya lagi di hadapan Ayu. Demi kenyamanan Ayu katanya. Said menyadari mungkin apa yang dia lakukan memang meresahkan. Kini Ayu merasa sangat bebas.
Setiap kali pergi ke sekolah, Ayu selalu ceria. Apalagi jika Farid dan Tata yang mengantar jemput dirinya ke dan dari sekolah. Terkadang, Farid dan Tata mengajaknya ke mall atau nonton film di bioskop bertiga. Atau juga makan-makan di restoran cepat saji. Ayu sangat bahagia dengan keadaannya sekarang.
***
Malam ini Ayu sedang asyik menghapalkan lirik lagu yang akan dia nyanyikan bersama teman-temannya di kelas. Ayu dan teman sekelasnya berencana ingin memberikan kejutan kepada salah satu guru kesayangan mereka yang berulangtahun besok hari.
Ayu mengecilkan volume headphonenya karena mendengar sayup-sayup orang memanggilnya sambil mengetuk pintu kamarnya.
Ayu pun menghentikan kegiatannya dan melangkah menuju pintu kamar.
"Oh, Mama," decaknya tersenyum manis. Lalu dia ambil gelas besar yang berisi jus jeruk dari tangan Nayra.
"Boleh Mama ganggu sebentar?" tanya Nayra sebelum menghempaskan tubuhnya di atas kasur Ayu.
Ayu mengangguk cepat. Dia kembali duduk di atas kursi belajar dan meneguk jus jeruk pemberian Mama Nay.
"Kamu kenal Brie?" tanya Nayra yang sudah mantap duduk di tepi tempat tidur Ayu.
"Brie? Iya. Teman satu kelas. Duduk dekat Ayu."
Nayra mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tadi Mama ketemu dengan mamanya Brie. Namanya Wita. Tante Wita ini ternyata sahabat Mami Mila," ujarnya.
Ayu melepas headphone dari kepalanya, dan meletakkannya di atas meja belajarnya. Ini sama sekali di luar dugaan. Sudah lama dia tidak mendapat kabar dari maminya. Mungkin karena terlalu bahagia dengan kehidupannya yang sekarang yang terasa sangat lengkap. Lagipula, masih ada sisa-sisa trauma jika mengingat maminya.
"Sini duduk dekat Mama. Atau mau tiduran. Yuk? Biar kamu tenang," ajak Nayra.
Ayu menurut. Nayra memang pandai membujuknya.
Kini Ayu dan Nayra rebahan berdua di atas kasur. Dan Ayu sudah merasa nyaman dan siap mendengar cerita Mama Nay selanjutnya.
"Tante Wita cerita kalo Mami Mila rindu sama Ayu. Mami Mila sendirian sekarang. Dia sudah pindah rumah dan sewa apartemen yang dekat dari tempat kerjanya. Kata Tante Wita, Mami Mila sudah mengikhlaskan Ayu di sini. Dia senang dengan keadaan Ayu sekarang. Mami Mila juga menyesal karena pernah membuat Ayu tertekan."
Ayu menghela napas panjang. Bayang-bayang kejadian beberapa bulan lalu menghampiri benaknya.
Dia telan ludahnya seakan masih merasakan rasa baygon yang dia teguk ketika ingin menghilangkan nyawanya, agar tidak lagi mengalami tekanan.
"Ayu jangan sedih. Dia tetap Mami Ayu sampai kapanpun. Dia yang lahirin Ayu ke dunia ini. Mama bisa merasakan betapa dia rindu sama Ayu. Mama yang dulu pergi ke Bintan ninggalin Ayu aja merasa rindu berat jauh dari Ayu. Berat sekali. Apalagi Mami."
Ayu memeluk Nayra kuat-kuat. "Ayu cuma mau dekat sama Mama," ujarnya. Suaranya terdengar parau karena menahan sesak di dadanya.
"Iya, Mama juga nggak ke mana-mana. Kata Tante Wita Mami Mila cuma kepingin dengar suara Ayu. Dia udah nggak mau lagi maksa-maksa. Tante Wita juga bilang kalo Mami Mila sudah jauh berubah. Tidak keras seperti sebelum-sebelumnya."
Ayu meletakkan kepalanya di d**a Nayra. Dia tumpahkan perasaan gundahnya di sana, hingga terdengar isakan tangisnya yang cukup lama.
Nayra mengusap-ngusap kepala anak sambungnya itu dengan rasa sayang yang tak bisa dia bendung.
"Semua sayang Ayu. Ayu nggak boleh sedih. Mami Mila sampe bilang ke Tante Wita agar maafnya disampaikan ke Ayu. Juga ke Mama. Juga ke Papa. Mami sudah merelakan Ayu sama Mama dan Papa. Ayu jangan khawatir. Mami cuma kepingin denger suara Ayu untuk melepas rindu."
Ayu masih saja terisak. Dia masih tidak mengerti apa yang dia tangisi sekarang, apakah karena masih memendam rasa kesal terhadap maminya atau menangis karena takut kehilangan Mama Nay? Ayu peluk Nayra kuat-kuat.
Sepertinya Ayu masih takut jika hatinya terbujuk lagi oleh kata-kata maminya. Masih terngiang di telinga Ayu kata-kata maminya yang menghina Nayra, kata-kata yang sangat tidak bisa dia terima.
"Ayu mau?" tanya Nayra sambil membelai rambut Ayu.
Cukup lama Ayu memberi jawaban. Namun, beberapa saat kemudian, Nayra menghela napas lega.
Bersambung