"Kamu kenal dekat kan dengan ART depan kan, Ti?" tanya Said. Dia ingin berkenalan dan mendekati Ayu, gadis yang dia taksir lewat salah satu asisten rumah tangganya yang bernama Rasti. Rasti sangat akrab dengan salah satu asisten rumah tangga rumah depan yang bernama Mbok Min.
"Mbok Min? Ya iyalah, Pak."
"Hm, kalau Ayu?" tanya Said lagi. Kali ini suaranya agak pelan.
"Oh. Ayu? Anak Pak Guntur? Yo iyo. Kenal saya. Sing apik ... kemayuuu," jawab Rasti dengan cueknya. Dia tampaknya belum menyadari satu hal.
Said menghisap rokoknya dengan mata memicing sambil terus memperhatikan rumah tetangga depan.
Sekarang, barulah Rasti menyadari ada yang aneh dari sikap majikannya.
"Kalau kamu berhasil mendekatkan saya dengan Ayu, saya kasih kamu dua puluh juta."
Mulut Rasti menganga.
"Pak? Nggak salah? Lho ... Bu Hawa?"
"Saya sudah cerai. Tiga bulan lalu, secara resmi dua minggu lalu."
Rasti lemas. Mulutnya semakin lebar menganga.
"Ajak aja Mbok Min yang tadi kamu bilang untuk bekerjasama."
Sejak itu, Rasti semakin intens memperhatikan gerak-gerik majikannya yang baru menduda. Sangat tidak bisa diprediksi. Kadang terlihat senang, kadang terlihat santai, kadang marah, kadang baik, kadang juga galak. Rasti menilai kali ini majikannya kurang stabil emosinya. Menurutnya ini mungkin akibat perceraian kedua kalinya.
***
Bukan tidak ada alasan kenapa Said meminta bantuan Rasti untuk mengenal Ayu lebih dekat. Pesan yang dia kirim ke nomor kontak Ayu tak kunjung dibalas. Memang sejak matanya yang tidak sengaja melihat kehadiran Ayu di yayasan pendidikan milik keluarga besarnya, pikiran Said selalu tertuju gadis ayu itu, sehingga dia nekad mengirim sebuah pesan pendek.
Said: Hai Adek Ayu. Kenalan boleh? Rumah Abang di seberang rumah Adek.
Said membaca kembali pesan yang dia ketik. Kemudian bertanya kepada dirinya sendiri, apa ada yang salah dengan kata-kata itu? Sehingga Ayu tidak membalasnya. Apa pesannya terlalu kaku? Terlalu kuno? Said sedikit mengutuk nasib dirinya yang memang tidak memiliki pengalaman menghadapi gadis belia jaman now.
Akhirnya dia memanfaatkan Rasti untuk mengenal Ayu. Dia tahu Rasti memiliki hubungan persahabatan yang cukup dekat dengan salah satu ART tetangga depan rumahnya itu, Mbok Min. Berharap suatu hari dia bisa bertemu atau sekadar berbincang-bincang dengan gadis cantik itu. Setelahnya? Terserah.
***
Ayu kini tinggal bersama dengan papanya yang baru saja menikah dengan perempuan yang bernama Nayra. Banyak hal yang telah Ayu lewati sejak beberapa bulan tinggal dengan papanya. Dia lebih merasakan kasih sayang yang sebenarnya dari keluarga.
Sebelumnya Ayu tinggal dengan Mami kandungnya sejak maminya bercerai dari Papa Guntur saat usia Ayu empat tahun. Ayu merasa tertekan oleh maminya yang memanfaatkan dirinya untuk membujuk Papa Guntur agar kembali kepadanya, meskipun Papa Guntur sudah menikah. Keadaan tertekan ini membuat Ayu ingin mengakhiri hidupnya dengan meminum racun. Untungnya kejadian itu bisa dicegah dan Ayu pun selamat. Setelah melewati drama panjang, akhirnya hak asuh Ayu kini berada di tangan Papa Guntur, dan Ayu kini tinggal bersama Papa Guntur dan Mama sambungnya.
Setelah proses hak asuh Ayu selesai, barulah Guntur dan Nayra pergi bulan madu ke Bintan.
Dan keadaan ini tidak disia-siakan Rasti. Dia langsung menemui Mbok Min yang sedang asyik membersihkan rambut panjang Ayu dari kutu-kutu dan kotoran.
"Kamu itu, Rasti … kerja sing apik. Jangan macam-macam. Apalagi Pak Said baru jadi duda, lha wajar celingak-celinguk cari mongso. Eh, sik, piro, Rasti?"
Rasti mencibir melirik Mbok Min yang tiba-tiba berubah. Sebelumnya Mbok Min menolak diajak kerjasama untuk mendekatkan Said dan Ayu. Setelah Rasti menyebutkan nominal uang yang sangat banyak, Mbok Min berubah tertarik.
Sementara Ayu hanya mengerlingkan matanya pasrah. Dia jengah dikait-kaitkan dengan duda seberang rumahnya itu. Apalagi saat mengingat sebuah pesan yang menggelikan dari Said tempo hari. Ayu cemberut dan berpikir Said adalah sosok kuno dan kebapakan. Bukan tipe Ayu sama sekali.
"Dua puluh juta," jawab Rasti sejelas mungkin.
"Hm, kita bagi tiga aja. Gimana, Non? Kamu Rasti enam, Non Ayu enam, aku yo delapan."
"Halaaaah. Mbok iki nggak kapok-kapok kalau masalah duit. Seenaknya deweeee."
Mbok Min mesem-mesem melihat sewot Rasti.
"Udah sana muleh ... bilang sama majikanmu itu kalau mau deket-deket Ayu yo alamiah saja. Nggak usah pake iming-iming segala. Kayak apa aja."
"Beneran? Nggak mau? Dua puluh juta ... cuma kenalan looooo." Rasti kembali mengingatkan. Dia terlihat siap-siap kembali ke rumah majikannya.
Mbok Min dan Ayu tertawa melihat Rasti yang berjalan lenggak lenggok menyebrang jalan.
"Jangan lupa, Yu. Habis ini keramas pake peditox. Biar hilang kutu-kutuneeee!" seru Rasti dengan senyum manisnya.
***
Rasti pulang ke rumah majikannya dengan langkah gontai. Setelah perbincangan dengan Mbok Min barusan, Rasti tidak yakin jika Ayu mau diperkenalkan dengan majikannya. Rasti juga enggan memaksa gadis Ayu untuk menuruti kehendaknya. Dia juga tidak tega melihat wajah Ayu yang tampak cemas ketika dirinya sedikit memaksa untuk berkenalan dengan Said. Ditambah Mbok Min yang ikut melarangnya. Jadi, Dia harus merelakan uang yang dijanjikan Said hangus begitu saja.
Tapi ternyata apa yang dipikirkan Rasti salah. Ketika hendak membuka pintu kamarnya, dilihatnya ada sebuah amplop tebal warna coklat yang bertuliskan 'buat Rasti DA' tergeletak di atas meja konsul yang berada di samping depan pintu kamarnya. Tentu saja Rasti sangat terkejut dengan apa yang dia lihat.
Setelah memastikan tidak ada yang melihatnya, Rasti langsung mengambil amplop itu dan membawanya ke dalam kamar.
"Waduh! Beneran dikasih dua puluh juta ini. Duh Gusti ... gimana ini. Wong Ayune belum mau kenalan," gumam Rasti cemas saat membuka isi amplop. Dia benar-benar bingung dengan keadaannya sekarang. Sudah terbayang di benaknya wajah murung majikannya ketika mengetahui bahwa Ayu tidak ingin diajak kenalan.
Dilihatnya sekali lagi uang itu. "Duh ... gimana ini, duit semua ini. Kok aku deg-degan. Wong aku enggak maling. Duh, piyeee." Rasti sangat tergoda melihat setumpuk uang merah itu. Ingin rasanya dia langsung pergi ke mall mewah atau ke pusat perbelanjaan, atau sekadar jalan-jalan. Tapi hatinya luruh seketika mengingat wajah majikannya yang tampak mengharap bisa berkenalan dengan Ayu, sang anak tetangga.
Meski tidak begitu akrab dengan majikan.karena sang majikan yang kerap ke luar negeri, Rasti tetap bekerja dengan sepenuh hati. Dia tetap menganggap majikan dan keluarga majikannya adalah keluarganya. Lagi pula mereka juga sangat baik dan memberi perhatian yang cukup membuat Rasti enggan beranjak dari rumah itu dalam tiga tahun terakhir.
Rasti menghela napas berat. Karena merasa tidak mampu mengemban tugas dari majikan, akhirnya dia memutuskan untuk mengembalikan uang tersebut.
***
Said tersenyum melihat wajah Rasti yang tertunduk saat menyerahkan amplop darinya.
"Kamu sudah berusaha. Kamu ambil aja. Terserah mau kamu belikan apa. Saya hargai usaha kamu," ujar Said yang sedang duduk di depan meja kerjanya.
"Iya, Pak. Saya enggak tega. Terus terang tadi saya liat wajah Non Ayu cemas ketika saya sebut-sebut nama Bapak."
Said tertawa kecil mendengar alasan yang ke luar dari mulut Rasti.
"Yah. Nggak papa," ucapnya santai.
Rasti sedikit lega. Said tidak menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Sebaliknya dia tampak lega dengan apa yang sudah diutarakan Rasti. Menurutnya, paling tidak Ayu sudah tahu bahwa dirinya memang berniat ingin berkenalan dan mengajaknya 'berteman'. Yah, siapa tahu ke depan bisa lebih serius, begitu pikirnya.
"Saya permisi dulu, Pak Said," pamit Rasti ketika menyadari Said tidak lagi berkata apa-apa dan mulai serius kembali menghadap ke komputernya.
"Oh ya. Silakan. Terima kasih banyak, Rasti. Semoga bermanfaat," ucap Said.
Sebelum menutup pintu ruang kerja majikannya, Rasti sempat mengamati wajah Pak Said. Dia cukup tertegun dengan wajah itu. Rasti baru menyadari Pak Said memang jarang terlihat senang selama ini. Kesibukannya yang luar biasa menyebabkan wajah pria itu agak tua dari umurnya yang masih sangat muda. Dan sambil mendekap amplop coklat yang berisi uang, Rasti tidak lupa mencetuskan doa-doa agar majikannya mendapatkan kebahagiaan yang dia cita-citakan suatu saat nanti.
Bersambung