Bab 9

1314 Kata
Rafa tiba dirumah Raina. Menyelonong masuk tanpa permisi, mengganggap rumah ini sebagai miliknya. Tapi itu bukan salah dia, ini pesan dari Rudi dan Tania, kalau dia boleh menganggap rumah ini juga milik nya. Rafa adalah satu-satunya teman Raina sejak SD, jadi hal yang wajar kalau Rafa dekat dengan keluarga Raina. Sampai di ruang tengah, Rafa bisa melihat Raina dan Arman bermesraan, membuat dia cemburu dan iri, mengingat statusnya yang masih menjomblo hingga saat ini. Rafa ngacir duduk di meja makan, merepet tidak jelas, sindir-sindiran tajam mengarah seolah mengingimidasi Arman, membuat cowok itu merasa tidak nyaman. "Heh tuyul! Maksud lo apa? Lo nyindir gua?" "Menurut lo?" bibir Rafa berkomakat kamit, persis seperti ibu-ibu kompleks yang ngerumpi berita paling heboh dan geger. "Lo iri? Makanya, cari tuh cewek. Betah amat lu ngejomblo? Noh katanya lo suka si Salsa." "Salsa si body bahenol yang semok itu? Lah dia kan mantan terindah lu juga, setan!" Raina tersedak, air di dalam mulutnya sukses menyembur pada wajah Rafa yang tidak terlalu tamfan itu. Rafa memejamkan matanya, gemeletuk giginya mulai terdengar, rahangnya ikut mengeras. "Eh k*****t. Lu kira-kira dong, lu bikin mantra ajab bin ganteng gua ilang aja " Dengan kesal Rafa mengusap sisa-sisa air diwajahnya, sementara Arman berusaha menahan tawanya, menekan perutnya kuat-kuat. "Lagian, lo ngapain sebut-sebut si neng begal onoh, dia cuman mantan. Catat tuh! mantan!" "Lah kan emang, tu cewek pernah bikin lo kalah saing buat dapetin si setan ini." telunjuknya ia simpan tepar di depan Arman, membuat Raina menatap tidak suka pada Rafa, cowok itu sudah berulang kali menghina pacarnya. "Lo kalau ngomong suka nggak mikir ya? Mau lo gua beberin soal lo yang ciuman sama si Kevin?" Lantang Raina, Rafa bungkam, bibirnya bergerak tidak menentu, mati kutu, itu satu-satunya Rahasia terbesar Rafa yang bisa menjadi s*****a ampuh bagi Raina. "Lo kok bawa-bawa itu sih?" "Tunggu-tunggu, maksud kamu, Rafa sama Kevin ciuman? Hhahaha gak salah denger aku? Homo dong hahaha..." Arman sudah tidak bisa menahan tawanya lagi, lelaki itu tertawa terpingkal-pingkal sampai memukul-mukul meja, itu untuk pertama kalinya dia mendengar hal konyol yang pernah dilakukan oleh seorang Rafael. "Ketawa lo, ketawa lo yang puas, kalau perlu sampe gigi lo rontok semua, biar si Raina Ifeell sama lo." Arman masih tertawa, menghiraukan ucapan Rafa. "Lagian, lo juga Rain, lo susah amat sih tutup mulut lo, kalau bocor bilang! Biar gua tambelin!" "Hahahaha, sayang, sayang, ceritain dong, gimana mereka bisa ciuman kaya gitu?" Arman penasaran, ingin segera mendengarkan cerita yang terdengar menarik sekaligus terkonyol. Arman tidak bisa membayangkan, bagaimana mungin adegan yang sangat tidak mungkin dilakukan, justru dilakukan oleh seorang Rafa. Arman menghiraukan tatapan Rafa yang berapi-api. Baginya berita yang dibawakan Raina barusan itu benar-benar paling penting. Raina merekahkan senyuman, ia dengan senang hati menceritakan adegan yang pernah ia lihat, otaknya secara kontra berbalik pada kejadian beberapa waktu yang lalu. "Jadi itu dulu, Rafa sama Kevin ikut-ikutan main jailanngkung. Sampe mereka main di kuburan segala tau nggak, terus ada kakek-kakek yang liat Aksi mereka.. Hahaha katanya kakek-kakek itu bisa melihat aura kejahatan yang mengikuti Rafa sama Kevin, karna mereka udah lancang banget main yang kaya begituan." Raina terkekeh, sejanak dia bergedik ngeri, sempat menyaksikan dua lelaki berciuman mesra layaknya sepasang kekasih. "Hahaha terus-terus?" "Yaaa kata kakek itu, buat menghilangkan aura jahat itu yaaa mereka harus ciuman lah, dan aku liat mereka ciuman dan kamu tau? Yag lebih parahnya? Ternyata kakek itu rada-rada..." Arman dan Raina saling. Berlomba, bergelak tawa mencibir tingkah gila Rafa dan juga Kevin. Cowok itu haya diam, mukanya merah menahan malu dan juga kesal. Tania dan Rudi tiba dirumah, mendapati rumah mewah bernuansa putih itu ramai dengan suara, sepasang suami istri itu saling melempar pandang, senyum merekah dibibir mereka melihat putri mereka tersenyum bahagia. "Tumben rame," Tania dan Rudi ikut duduk bergabung berasama mereka, Arman yang menyadarinya ikut tersenyum ramah menyambut hangat kedatangan Tania dan Rudi, mereka yang sempat mendengar cerita Raina tentang sosok Arman, kini mengerti "Rain, ini pacar kamu?" Tania sedikit berbisik, mendapat anggukan ramah dari Raina. Tania tersenyum ramah, cowok itu memang tampan, Raina memang pandai dalam memilih pasangan, dan Tania bisa melihat lelaki itu adalah anak baik-baik. Di meja makan, percakapan itu terjalin begitu harmonis, belum lagi Arman yang ikut menceritakan masa kecilnya, yang pernah takut memegang bola. *** Di atas teras rumah Raina, Arman berdi, mendogakan kepalanya menatap langit yang gelap. Hujan terus turun membasahi setiap sela bumi, tanpa menunjukan tanda-tanda akan berhenti. Butiran air yang jatuh dari langit itu, di iringi dengan embusan angin dan gemuru awan. Arman tidak mungkin menerobos hujan ini, semua buku-buku dan ponselnya akan rusak terkena hujan. Jalanan mendadak sepi, di pinggir jalan di tumbuhi pohon cedar disepanjag jalannya, pohon-pohon itu biasanya akan terlihat terlalu tenang dengan gumpalan awan hitam bak kapas terbang di atasnya. Tapi kini, pohon itu terlihat tidak tenang seperti biasanya, angin yang bertiup semakin kencang seakan memaksa pohon itu untuk enyah dari tempatnya. Arman mengalihkan pandangannya dari pohon-pohonan di tepi jalan, di samping kiri ia bisa melihat kedatangan Raina yang memeluk tubuh mungilnya. "Kamu kok keluar?" "Ayah yang suruh, kata ayah kamu nginep disini aja. Nggak mungkin kamu pulang pake motor, nanti kamu sakit." "Ciusan boleh" "Iyaa serius, kamu nanti tidur sama rafa," "Apa?" Sontak Arman dan Raina melempar pandang ke lawang pintu, disana Rafa berdiri bersedekap d**a, cowok itu protes tidak ingin tidur dengan musuh bebuyutannya itu. "Gua nggak mau ya tidur sama cowok lo itu!" Rafa menolak mentah-mentah secara terang-terangan, cowok itu bisa tidur di mana saja, di sofa, di lantai, di teras rumah, bahkan mungkin di atas genteng, tidur bersama tikus-tikus yang menjijikan. "Terus kalau gak tidur bareng sama lo, gua tidur sama Raina gitu? Gila lo, bisa di cekek gua sama bokapnya. Atau lo suruh gua tidur sama nyokapnya? Itu namanya sama aja gua cari mati!" Tukas Arman lugas, lama-lama ia juga ikut kesal dengan Rafa yang terus tidak menyukainya, setau Arman, dia tidak pernah mencari masalah dengan cowo itu. "Udah-udah ribut mulu kalian, eh Raparapael! Ini kan rumah gua, kamar tamu cuma satu. Ya mau gak mau lo harus tidur sama Arman lah," Raina menarik tangan Arman kembali masuk, melocos begitu saja melewati Rafa yang berdiri di depan pintu, lelaki itu tidak bisa berbuat apa-apa menyadari statusnya disini yang juga tamu. Sampai dikamar Arman mengganti baju yang sudah disediakan, di atas ranjang Rafa duduk sibuk dengan ponselnya mengabaikan Arman dan tidak berbicara apapun, Rafa menguasai ranjang, seolah engan berbagi dengan lelaki itu, dia merasa alergi. Arman mendorong kuat tubuh Rafa, mengambil tempat dengan sigap, kalau tidak dengan k*******n tidak mungkin ia bisa tidur di tempatnya. Ponsel Arman berdering, pertanda panggilan masuk. Cowok itu menslide layar ponselnya, ia mendesah pelan, bagaimana mungkin dia bisa lupa mengabari mamahnya. 'Iya , mah,' 'Arman... Kamu kemna aja sih harusnya pulang sekolah sejak tadi kan? Terus menala sampe malam ini gak pulang.' Arman bisa mendengar jelas kekhawatiran yang tersemat dalam suara mamahnya. 'Maaf mah, aku lupa bilang. Aku nginel dirumah temen soalnya gak bisa pulang, mamah tau kan ini ujan gede banget.' 'Nginep? Dirumah siapa? Temen cowok kan?' 'Ialah mah, nih ada anaknya di sini kok.' Sela Arman cepat, dia tidak mungkin berkata jujur, mamah nya pasti akan berfikiran hal yang macam-macam 'Yaudah, kalau gitu. Lain kali kamu ngabarin,' 'Iya.. Mah.' Arman meletakan ponselnya di atas meja, membaringkan tubuhnya di atas ranjang, hati ini bena-benar membuatnya, lelah. terlebih ia harus berhadapan dan tidur satu ranjang dengan cowok yang paling menjengkelkan. "Dasar anak mami, lo." "Lo berisik amat sih jadi orang, diam lo! Kartu lo ada di gue, jdi kalau lo gak mau malu, berhenti bikin gua kesal." Arman menarik selimut putih tanpa corak, ia menutupi seluruh tubuhnya, tertidur membelakangi Rafa. Di belakang, Rafa gemes, ingin menampol pipi lelaki sok ganteng itu. **** BERSAMBUNG Sumpah ini itu part paling gaje banget, efek author kehabisan ide, ??.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN