Bab 10

1376 Kata
Pagi itu, koridor sekolah masih tampak sepi, hanya saja disana berlalu-lalang para siswa-siswi kelas 12 yang datang lebih awal, mereka sudah belajar sejak pukul enam sore. Mengejar materi demi menghadapi ujian yang menjadikan ketakutan bagi mereka semua. Raina dan Arman berjalan berdampingan, sengaja tidak bertautan tangan, obrolan kecil terjalin hangat di antara, sesekali Raina menggerutu kesal saat cowok itu meneriakinya cewek 'baper'. "Nanti malem, diner spesial mau?" Raina merekahkan senyumnya, ini pertama kalinya Arman mengajak Raina Diner setelah 5 hari jadian. Raina nyaris merasa ingin terbang, diner romantis seperti di n****+-n****+ fiksi remaja, yang sering dia baca kini akan dia alami. "Serius?" "Iya. Tapi awas jangan ajak Rafa" "Hahah, ya enggak lah, Man. Masa ia aku ajak dia" Raina mendorong pelan pipi Arman, telak cowok itu terkekeh. Salsa yang berdiri dibelakang mereka, menatap Raina dengan tatapan antipati, membuat ya ingin sekali menjenggut rambut Raina hingga lepas dari kepalanya. Cewek itu menghentakan kakinya kesal, asa memiliki Arman sudah pupus begitu saja, hanya karna seorang Raina. "Raina, k*****t. Lo udah bikin do'i gua gak mikirin gua lagi. Sok kecakepan lo, gua sumpahin lo makin pesek lo biar gak ada idung lo sekalin" Salsa menggeram kesal, kedua tangannya terkepal disisi tubuh, meremas rok seragamnya dengan kesal. "Tapi, well. Lo liat aja Rain, next time gua yakin, dia bakal balik lagi ke gua" Salsa akhirnya ikut melangkah, menyusul Arman dan Raina didalam kelas. Saat tiba di lawang pintu, mata Salsa kembali terasa gatal, menyaksikan Arman yang membantu Raina piket kelas, padahal ini bukan jadwal Arman, jadwal cowok itu besok bersamanya. Salsa merepet masuk kedalam melas, membantung tasnya di atas meja. Raina mendelik ngeri, melihat dandana salsa yang terkesan berlebihan, bedak yang lebih tebal dari biasanya, lipstick yang merah merona, bulu matanya dilentikan bak model-model dimajalah, membuat Raina semakil ilfeel memandangnya. "Kenapa,lo? gua cantik? lo terkesima ya" "Hah?" Raina bernafas lewat mulut, mendadak dia mual ingin muntah, menurut Raima itu bukan cantik, tapi norak. Dia terlalu berlebihan. "Udah, udah biarin aja" Arman mencekal lengan Raina, menghentikan aksi gila Raina yang akan memancing keributan. *** Arman dan Raina memilih duduk di kantin, menikmati bakso hangat yang mereka pesan, di luar hujan kembali turun menyapa bumi, rintikannya yang tampak deras membuat jarak panjang yang sangat dekat, jejalanan tampak di genaingi air, angin yang bertuip membuat pohon besar di perkarangan sekolah tampak bergoyang-goyang, seolah memaksa pohon itu tumbang menimpa sekolah mereka. gemuruh ikut terdengar nyaring, seolah terjadi perperangan di atas sana, kilatan berwatna putih melayang kesana kemari, di sertai angin kencang yang membuat koridor sekolah ikut basah terkena air hujan. sudah 1 jam pelajaran kosong terasa begitu membosankan, Pak Frans, si guru nan sudah kepala dua tidak bisa datang, dia sedang mengikuti sebuah pembelajaran ke sekolah lain. guru bahasa inggris yang sering marah tanpa sebab, meski demikian, Raina tidak mau ambil pusing, karena dengan marahnya guru itu tidak akan membuatnya sakit hati, guru itu selalu marah dengan bahasa ingris yang tidak Raina ketahui artinya. "hujannya lumayan ngeri ya, Man" Arman mengangguk, kepalanya terangkat menatap jendela kaca. "kayaknya hari ini, kita jam kosong sampe pulang deh" "baguss dong" Cewek itu berseru antusian, dia seperti di kekilingi Euforia, dia benar-benar sangat gembira, otaknya akan istirahan seharian penuh, kalau tidak dia sangat jengkel dengan hari kamis, semua mata pelajaran terasa begitu berat, Bahasa Inggris, Matematika, Kimia dan Fisika. "dasar, maunya. kalau kamu gini kapan pinternya?" "kan aku emang pinter, cuman gurunya aja yang sering marah-marah" Bakso bulat nan utuh itu masuk dengan sukses kedalam mulut Raina, memgunyahnya dengan penuh semangat. Arman mendelik, dia takut bakso itu tertelan untuh di dalam mulut Raina. "pelan-pelan kali, makannya" "hummm" ditelannya bakso empuk itu setelah lumat. "oh iya, aku kepikiran sesuatu" "kepikiran?" Raina mengangguk, dia menghentikan aksi memakan bakso, menggeser mangkok yang baru habis setengah itu kesamping, Raina menopang dagu di atas meja dengan ke dua tangannya. "kan sebentar lagi kita kelas tiga. abis itu kuliah, kamu udah ada rencana belum kuliah dimana?" "aku sih, berminatnya di Ausi. disana juga ada sepupu aku. jadi bakal kuliah disana" "hah" mulut Raina terbuka lebar, membentuk huruf 'O'. jantungnya hampir melompat keluar, negara yang di ucapkan Arman begitu jauh, dan disana juga terkenal Universitas yang menampung mahasiswi dengan nilai terbaik, dia fikir cowok itu hanya pindah ke luar kota. "terus, kamu mau ninggalin aku gitu?" "loh, kok kamu bilang kaya gitu sih" "ya iya lah, itu kan negara jauh banget, Man. terus aku gimana? kamu tega ninggalin aku" Raina mengerutkan bibirnya, mendadak nafsu makannya lenyap seketika, terbang entah kemana, mood nya tiba-tiba jelek, pengakuan cowok itu berhasil mematikan syaraf motoriknya. "ini kan demi masa depan kita, Rain. biar nanti aku punya pekerjaan yang bagus, dan aku bisa nikahin kamu" Arman mengedipkan matanya, mencuil-cuil hidung pesek Raina. pipi cewek itu memerah, bukan marah, melainkan terlalu bahagia, itu artinya, cowok itu tidak pernah main-main. "aku janji, setiap liburan semester, aku pasti pulang. aku akan jenguk kamu, dan bawain cerita aku selama kuliah disana" Raina mengangguk, dia setuju. seperti di kelilingi kepu-kupu, cewek itu memberikan kelingingkanya di depan Arman, meminta cowok itu segera membalas tautan kelingkingnya. "janji?" Arman mengangguk mantap, di tautkannya kelingkingnya pada kelingking mungil milik Raina, telak, keduanya tersenyum penuh makna, senyum penuh keserasian dan bahkan hapir mirip. *** di meja ujung, Rafa menatap Arman dan Raina dengan tatapan antipati, semakin hari Raina semakin menjauhinya dan juga Kevin, seolah kehilangan sosok Raina, membuat Rafa jengkel. padahal dulu, di sat Raina bersedih mereka yang selalu ada untuk Raina, bahkan jauh sebelum Raina mengenal Arman. ini bukan perasaan cemburu, bukan sama sekali, melainkan Rafa kecewa, waktu Raina habis hanya untuk Arman, mengenyampingkan kebersamaan mereka mebiasaan mereka yang maraton setiap hari minggu dan kebiasaan sore ya bermain sepatu roda di lapangan. "lo liat kan, Vin. sekarang dia sibuk sama cowok nyebelin itu" "yaa terus? kita mau gimana lagi. orang Raina juga kayaknya lebih suka sama dia. kita nih ye, sebagai temen yg baik. biarin aja apa yang dia suka, nati juga kalau dia galau samperin kita" "lo pikir gua tisu? di butuhin pas sedih doang, alat buat lap ingus? terus gua di buang? temen k*****t apaan tuh '(--_--)' . "dari pada lo mikirin Raina yang jelas-jelas gak mikirin lo, mending lo liat tuh, anak kelas 10, yang populer sama genk pink tuh. liat deh, itu yang namanya Monik semok bene, bohay aduhai" Tangan Kevin ikut bergerak, membentuk lekuk tubuh cewek yang dia maksud. anak IPS yang terdiri dari 5 orang itu memang terkenal denga tingkah yang kurang baik, selalu menyepelakan pelajaran, mereka sibuk bercerita tidak menghargai guru, membawa alat dandan yang berlebihan, bahkan ada beberapa guru yang kapok, sampai guru muda yang mengajarkan bahasa indonesia menangis keluar dari kelas mereka, saat merasa tak di hargai dan di bully sesuka mereka. Rafa bergedik jijik, melihat mahkluk yang bernuansa serba pink itu berjalan melenggok-lenggok, aksesoris berlebihan, bando kupu-kupu, gelang-gelang sepatu semua bertemakan pink, terkesan sangat norak. ingin terlihat glamor justru malah malu-maluin. belum lagi dengan ambigu bicara soal artis-artis korea, embel-embel menirukan bahasa korea tapi tidak benar. "gila, ngapain gua perhatiin itu cewek-cewek sinting. bohay menggok-lenggok. mending gua jomblo seumur hidup dari pada punya cewek sinting macam mereka" "aseli lo?. cantik-cantik loh" "cantik dari mananya? make up tebel kaya gitu? di cuci ilang berapa kilo tuh, bedak.." "hahaha, hati-hati lo Rap, kepincut cinta ratu Pink, Lu" "dih.. najis gua" Kevin terkekeh, tertawa terbahak-bahak memukul bahu Rafa, cowok itu tampak enggan menatap cewek-cewek bahenol yang melebihkan mulut rombeng yang tidak berkepentingan. Kevin menarik tangan Rafa membawa cowok itu meninggalkan kantin, takut-takut Rafa mengamuk sendiri. "rese banget lo jadi orang, gue perlu intograsi tuh, Rain. biar dia jadi cewek itu gak usah norak. mentang-mentang pacaran, dia seenak jidat kaya gitu" "ehhh, k*****t. lu cemburu? apau jangan-jangan, lu emang suka sama, Raina?. wahhh parah lu" tuding Kevin, cowok itu menggelengkan kepalanya, wajah nya memperlihatkan ke prihatinan nanmun terkesan sangat berlebihan. "gua? cemburu? ngaco lo" "lo sadar dong, lo jelek, item, muka berkumis, bau ketem, otak kurang, mana mau Raina sama lo" Rafa yang mendapatkan penghinaan beruntun dari Kevin, menggeram kesal, tangannya terkepal serasa ingin menampol pipi Kevin, cowok yang tidak pernah absen dalam membully nya. *** bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN