Di Kamar 512 (1)

1103 Kata
Richard mulai melangkahkan kakinya menuju kamar apartemen yang didatanginya beberapa menit yang lalu. Richard yang sudah kebiasaan datang ke sini beberapa kali, segera melepas alas kakinya dan berselonjoran di kursi empuk dekat jendela besar. Richard memandangi sisi perkotaan yang indah di malam hari. Sembari melengkungkan senyum manisnya, Richard berseru. "Mana Marsha, Te?" Dua tangan halus nanti putih menyentuh d**a bidang Richard dari belakang. Kuku-kuku lentik berbalut kutek berwarna ungu tua itu, menciptakan belaian yang menusuk hati. Ya, Richard memang menyukai kelentikan tangan dari Marsha, kekasihnya yang sudah resmi empat bulan yang lalu. "Gue di sini. Kenapa cari gue, Sayang?" Tanya Marsha, kedua tangannya makin meliar membelai d**a Richard, dan bibir Marsha sudah mendarat di tengkuk Richard. "Cup!" Richard membalikan badannya, tampak lengkungan senyum Richard makin melebar seiring Marsha melengkungkan senyumnya jua. "Wah ... Malam ini penampilan lo terlihat berbeda, Sayang. Ada apa nih?" Ujar Richard menengok penampilan kekasihnya itu dari atas sampai bawah. Marsha mengenakan lingeri--ye tipis berwarna abu-abu, dengan bhra- hitamnya yang menembus. Lingeri--yeitu selutut dan sikut Marsha nampak. Marsha pun memainkan rambut panjang cokelatnya dan menyibakan rambutnya ke wajah Richard. "Gue baru saja beli online Shoppay 12.12. Kira-kira bagus gak kalau gue pakai ini sehari-hari?" Marsha melemparkan pertanyaan. "Hmm, lo selalu terlihat bagus kalau pakai apa saja. Bahkan pakai you can see dan celana dalam saja sudah bagus, kok," Terang Richard memberi pujian pada Marsha sembari jari telunjuknya menyentuh pipi Marsha. Marsha tersenyum. "Bagaimana dengan rambut cokelat baru gue? Gue sengaja loh ngecat rambut baru karena emang lagi diskon besar-besaran. Sayang banget kalau dilewatkan. Eh gimana-gimana, cocok gak sih kalau gue ubah warna rambut kayak gini? Sebelumnya sorry ya gue gak izin sama lo lebih dulu," Marsha menyibakan kembali rambutnya ke wajah Richard. Richard mengendus, aroma wangi menusuk ke hidungnya berkali-kali. "Perempuan yang ada di depan gue ini, adalah perempuan paling cantik, indah, ayu, elok, dan menawan di mata gue. Rambut cokelat muda bikin lo terlihat makin menawan, Sayang ..." Seru Richard dengan membelai rambut Marsha. "Apalagi ini nih ..." Tangan Richard turun menuju lingeri--yeitu yang dipakai Marsha. Richard paling suka dengan pundak Marsha, memberhentikan kedua tangannya di atas sana dan mengelusnya. "Pertama kalinya gue lihat lo pakai baju beginian, gue suka. Hmm, kalau tiap hari pakai baju kayak gini, emangnya mau ngapain?" Respon Richard yang memancing-mancing pertanyaan nakal. "Ya gak ngapa-ngapain, sih. Cuma pengen aja, soalnya drama Korea yang gue nontonin tiap hari, pada demen pakai lingeri--yeitu. Dan berhubungan warna kulit gue mendukung, ya gas aja lah mumpung ada diskon," Jawab Marsha sambil memutar-mutarkan badannya, karena menurutnya ini pakaian tidur pertama yang baru dibelinya. Bagian celana Richard yang tadinya mulai mengembang itu, merasa kecewa. Richard ingin sekali jawaban yang membuat hasratnya makin menggelora. Kalau bisa dikatakan, biar celananya ini tidak kempes kembali dan tidak mubazir sudah lelah-lelah membuatnya mengembang. "Oh begitu ya ... Kirain mau ngapain gitu," Balas Richard mangut-mangut sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal itu. Marsha mengernyitkan dahinya. "Emangnya lo mau ngapain? Mau minta sesuatu yang lebih ketika gue pakai baju beginian?" Tampaknya Marsha mulai memancing. Marsha juga menyadari kalau ada sesuatu yang menegang di balik celana Richard itu. Marsha melempar tatapannya lebih runcing ke arah Richard. Hal itu membuat Richard makin salah tingkah, Marsha seperti tahu apa yang diinginkannya saat ini. "Ya begitulah, Sayang. Lo pasti tahu apa yang gue mau," Ucap Rezvan yang kembali duduk dan menyembunyikan gundukan di celananya itu dengan menyilakan kedua kakinya. Marsha mendekati badannya ke tempat Richard duduk. Marsha mengangkat dagu Richard, dan tersenyum manis ke depan pria tampan yang memberinya uang terus-terusan selama empat bulan terakhir. Bukan hanya Marsha saja, bahkan ibunya saja, Alin, juga diberi yang tak tanggung-tanggung. "Lakukanlah, Sayang ..." Pinta Richard dengan suara pelan. Celananya mulai menyesak, dan tidak mampu dipinta untuk mengempis. Richard menutup kedua matanya dan memajukan bibirnya. PLAK! Richard terkejut dan cepat-cepat membuka kedua matanya. Terlihat di depannya sudah ada Bu Alin yang berdiri mengacak pinggang. "Mau ngapain? Mau ciuman sama Marsha?" Tanyanya dengan mata yang melotot. Sementara di belakang Bu Alin, ada Marsha yang tertawa sambil menutup mulutnya. "Richard ... Saya tahu kalau Marsha itu suka berpenampilan minim di depan kamu. Dia tampak menggoda-goda kamu dengan prilakunya yang centil. Tapi perlu diketahui ya, kalau Marsha bukan perempuan murahan yang bisa kamu cium kapan saja dan di mana saja," Tukas Bu Alin sambil menatap Richard yang berdiam diri kayak orang ling lung. "Ma ... Maaf ya, Te. Gue benar-benar gak sengaja, kok. Lain kali, saya gak asal nyosor sama Marsha," Ujar Richard dengan bibirnya yang bergetar. "Kali ini saya maafkan. Tapi, kalau saya lihat kalian berdua berada bermain di belakang saya, ingat aja! Saya gak segan-segan untuk ..." Bu Alin langsung mengepal kedua tangannya dan memperagakan seorang petinju yang memberi ancang-ancang. Richard menurunkan tangan Bu Alin yang mengepal itu. "Turunkan, Te ... Saya bukan laki-laki yang nakal kok. Tapi, bukankah diumur saya dan Marsha ini ketika pacaran sudah diwajarkan untuk--" "CIUMAN?! MEREMAS-MEREMAS? ATAU BAHKAN ..." potong Bu Alin menyerukan beberapa hal dengan nada yang kian meninggi. "Oh enggak enggak, Te. Gak jadi Te, saya tiba-tiba lupa aja gitu," Richard beralasan. "Sudah, sudah, Ma. Mama lebih baik tidur saja dulu di kamar. Malam hari sudah mulai larut, biarkanlah aku dan Richard di sini," Tukas Marsha mengelus pundak Bu Alin yang sedang meradang emosinya. Bu Alin tampak mengatur napasnya. "Kalau Mama tinggal, jangan sekali-kali berbuat nakal, ya!" Pesan Bu Alin dengan mengepal tangan kanannya kembali dan diarakan ke Richard juga Marsha. "Iya, Ma tenang aja. Marsha bisa jaga diri kok, lagipula Richard juga orang yang tahu diri dan gak macam-macam," Marsha memenangkan Bu Alin. Bu Alin pun menganggukan kepalanya dan beranjak menuju kamarnya. Seraya Bu Alin menghilang dari pengelihatan mereka berdua, Richard melengos dan mengelus dadanya karena malam ini kena senam jantung langsung dari Bu Alin. "Mama lo memang gitu ya, gak sesuai dengan janjinya," Ujar Richard. "Gak sesuai sama janjinya gimana, Sayang?" Marsha berpindah posisi duduk ke samping Richard, di pegangan kursi yang diduduki Richard. "Hmm, gue sudah berikan banyak kemauan buat nyokap lo. Mulai dari bayarin dia salon, belanja tas dan baju mahal, sepatu, dan lainnya buat bisa ciuman sama lo. Karena janjinya nyokap lo ya gitu, semakin besar yang yang gue keluarkan untuk nyokap lo, semakin besar juga kesempatan buat cium lo!" Tegas Richard dengan kesal dan merasa segala yang ia keluarkan untuk Bu Alin itu sia-sia. "Tenang Sayang ... Lo jangan merasa terbebani hanya karena gak bisa ciuman sama gue. Akan ada saatnya lo sepuasnya bisa cium gue, pegang gue, dan apa-apain gue," Bisik Marsha tepat di telinga Richard. "Serius? Kapan? Lo lagi gak bercanda kan, Sayang?" Tanya Richard yang penuh tanda tanya dan pastinya untuk membayar keinginan yang selama ini ia dambakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN