BE PATIENCE

1356 Kata
5 Years later... "Mamaaa!" Angel berteriak girang ketika mendapati Key di pintu yang baru saja pulang entah dari mana. "Papa, mama udah pulang," kata Angel berteriak pada Rolfie di ruang tengah. Rolfie yang sedang duduk menemani Angel belajar membaca langsung menatap sang istri dengan tatapan yang tajam tapi tetap penuh cinta. Rolfie lantas bangkit berdiri dan menghampiri Key, ia menatap sejenak mata sang istri, mencoba mencari sebuah masalah yang berusaha istrinya sembunyikan di sana. "Kamu dari mana aja?" tanya Rolfie agak berbisik. "Ini udah hampir setengah sebelas malem, Key." "Dari luar." "Ya aku tau dari luar. Tapi dari mana? Ini udah malem banget, Key. Angel dari tadi rela nggak tidur nungguin kamu, dia mau tidur sama kamu." "Aku nggak mau." "Dia udah nunggu lama." "Angel," panggil Key terhadap Angel yang berdiri lugu di belakang Rolfie. "Kamu tidur sendiri ya, udah gede," lanjutnya. Kelewat ketus untuk merespon seorang anak lima tahun. Key tak berbicara lagi dan sama sekali mengacuhkan suaminya dengan berjalan santai melewati begitu saja. Ia pergi ke kamarnya, membuka pintu dan kembali menutupnya dengan suara bantingan yang cukup keras dan membuat Angel bergidik. Rolfie hela napas, balik badan dan berlutut di hadapan gadis kecilnya dan berbicara pelan, "Udah malem, Angel tidur ya, malem ini sama Papa aja, oke?" Angel menggeleng. Lalu begitu saja pergi berlari kecil menuju kamarnya. Rolfie memandangnya prihatin, pasti Angel marah karena sang Mama tidak mau menemani ia tidur malam ini. Bahkan tidak hanya malam ini, semenjak lima tahun yang lalu pun, selalu Rolfie yang mengambil alih tugas itu. Rolfie lantas bangun, membiarkan Angel di kamarnya dan memilih datang menghampiri sang istri. Tepat ketika ia membuka pintu, pemandangan buruk hadir di penglihatannya. Wanita kesayangannya yang bahkan belum sempat mengganti baju, sudah lebih dulu merokok di hadapan cermin besar tempat ia biasa dandan. Key menghembuskan asap rokok itu, membuat pantulan bayangan di cermin tertutup habis oleh asap putih tebal yang perlahan hilang termakan angin. "Baru pulang?," tegur Rolfie. "Udah liat sendiri, kenapa nanya." Rolfie hela napas panjang dan menutup pelan daun pintu kamarnya, berjalan sedikit mendekat kepada Key, namun urung, karena gadis itu lebih dulu bangkit dari duduknya dan membuang rokoknya begitu saja lewat balkon. "Aku mau ngomong," kata Rolfie. "Apa?" Namun Key justru sibuk memilih baju di lemarinya, dan menggantinya begitu saja tanpa permisi dihadapan Rolfie. "Kamu liat aku bentar bisa nggak sih?" Key yang tadinya hampir membuka seluruh bajunya, urung dan memandang ke arah Rolfie setelah sebelumnya hela napas. "Kamu hamil?" Sejenak, pertanyaan itu membuat Key bungkam setengah mati. "Ada test pack di kamar mandi, itu punya kamu kan?" tanya Rolfie lagi. "Nggak penting ah," ketus Key lalu lanjut mengganti pakaiannya. "Udah berapa minggu? Kenapa kamu nggak bilang dari awal?" "Gugurin aja." Kalimat yang barusan diucapkan Key dengan entengnya membuat Rolfie terkejut. Bagaimana bisa dia punya pemikiran seperti itu? "Kenapa?" "Aku nggak mau kalo anak ini lahir kayak kakaknya." Rolfie mengusap wajahnya. "Key, mau terlahir gimanapun bayi kita nanti, itu tetep anak kita." "Anak kamu." Rolfie tertegun sejenak. Mendengar kalimat yang baru saja terucap dari bibir istrinya ini kini berhasil membuat jiwanya membeku. "Aku bakal ngapain ke anak ini nanti," ujar Key sembari menunjuk perutnya yang masih datar. "Itu bukan urusan kamu." "Jelas urusan aku lah. Aku ayahnya!" "Bukan kamu yang hamil! Jadi kamu nggak berhak ngatur-ngatur!" Keyrina yang masih mencoba mengatur luapan nafas emosinya buru-buru merogoh bungkusan rokok di dalam sling bag yang ia sampirkan di sandaran kursi meja riasnya. "Mau ngapain lagi?!" tanya Rolfie dengan nada suara tegas namun masih lembut. "Sekali lagi ya! Bukan urusan kamu!" Keyrina menerobos Rolfie yang berdiri tak jauh dari pintu kamar mereka. Rolfie hanya terdiam, membiarkan Keyrina bebas sejenak. Karena jujur, ia sendiri malam ini sudah lelah. Bug! Keyrina membanting pintu dan berjalan secepatnya menjauh dari area kamar. Langkahnya agak cepat, namun seketika berhenti ketika melihat Angel yang duduk bersisian dengan Miss Dossie dengan lugu memandangnya dari kursi meja makan sana. Key yang masih tenggelam dalam emosi hanya memandang putri kecilnya itu dengan tatapan sinis yang jauh dari definisi penuh kasih sayang. "Mama, sini sama aku," ujarnya lugu. Key mengalihkan pandangannya ke arah pengasuh rumahnya itu. "Nona, tadi Angel minta s**u," katanya dengan sedikit senyuman yang tanggung. Key langsung lanjut melangkahkan kakinya tanpa peduli gadis kecilnya yang mungkin kini amat membutuhkan dirinya itu. Key melangkah menaiki anak tangga dengan langkah yang cepat, sedikit memiliki pemikiran bahwa naik turun tangga dalam tempo cepat akan menggugurkan bayinya secara cepat juga. Setibanya dia di rooftop, Key langsung duduk lesehan di atas permukaan rooftop tanpa alas apapun. Ia menyalakan korek dan memantiknya ke sebatang rokok yang sudah ia apit di kedua bibirnya. Perlahan, hembusan asap putih mengudara di depan wajahnya. Pemandangan malam dari atas rooftop rumahnya lumayan bagus. Gedung-gedung pencakar langit dengan gelimang cahayanya nampak menenangkan jiwa. Ditambah pemandangan dari menara big ben yang nampak amat klasik namun indah. Suasana malam dari atas rooftop bagai lukisan diatas kanvas. "Hufft." Suara keluhan yang keluar bersamaan dengan asap rokok itu membuat Key kembali buyar dan mengingat segala masalahnya. Suami, anak, dan anak lagi. Rasanya ia ingin kembali menjadi gadis perawan saja. "Udah!" Key langsung mendongak tepat ketika batang rokoknya diambil paksa dari belakang. Ulah Rolfie. Lagi-lagi ulah Rolfie. "Apaansi! Sini balikin rokok aku!" pekik Key. "Aku bilang udah!" "Siniin, Fie!" sembari berusaha meraih rokok yang dijunjung tinggi oleh Rolfie, dan detik berikutnya, ia lempar begitu saja. "Nggak ada hak ya kamu larang-larang aku ngerokok!" bentak Key. "Ada! Aku suami kamu!" Kalimat itu membuat Key terdiam. Ah, daripada terus-menerus adu argumen, lebih baik ia diam. Begitu pikirnya, hingga menit berikutnya Key yang masih diluap emosi, kembali merogoh sebatang rokok dari bungkusan kotak yang ia bawa. Namun urung, karena sebelum ia berhasil mengapit batangan kecil mematikan itu, Rolfie lebih dulu meraihnya dan kembali membuangnya. Begitu juga dengan bungkusan kotak yang sengaja tidak sengaja Key genggam begitu saja tanpa berusaha ia sembunyikan. Semuanya dibuang oleh Rolfie. "Bisa nggak sih kamu turun aja ke bawah?!" bentak Key. Rolfie hanya diam, memandang Key dengan sorot tajamnya. "Pergi sana ke bawah! Urusin tuh anak kamu!" "Ikut aku turun ke bawah!" kata Rolfie tegas. "Enggak, aku mau disini!" "Ikut turun ke bawah, urusin Angel!" "Aku bilang enggak!" Rolfie yang tak tahan adu argumen akhirnya menarik tangan Key dan membawanya paksa untuk turun dari rooftop. Namun ternyata Key lebih kuat, ia berhasil menepis dan membebaskan tangannya dari genggaman Rolfie. "Keyrina!" pekik Rolfie. "Aku nggak mau turun!" Rolfie diam. Menatap Key dengan tatapan nanar namun masih dengan wajah tampannya yang tidak luntur meski diredam emosi. Alisnya hampir menyatu karena mengernyit menahan kesal. "Oke, aku nggak bakal paksa kamu buat turun," kata Rolfie akhirnya. "Bagus." "Tapi aku mau nanya." "Nanya apaan lagi sih?! Banyak banget nanya dari tadi." Rolfie hela napas melatih kesabarannya. Masih memandang istrinya, ia merogoh sesuatu dari saku celana pendeknya, sebuah ponsel. Ponsel istrinya. Rolfie lalu membuka ponsel itu dengan sandi yang bahkan ia ingat diluar kepala, entah apa yang ia cari, Keyrina hanya bisa memandangnya bingung. "Ini siapa?" kata Rolfie sembari menunjukkan sebuah foto sang istri yang selfie dengan pria lain. "Tadinya aku mau tanya soal ini nanti kalo kamu udah ngerasa lebih baik, tapi kamu sendiri yang ngelunjak, bikin aku nggak tahan. Sekali lagi aku tanya, ini siapa?" Keyrina tampak memasang wajah datar yang terkesan santai. Sama sekali tidak takut jika suaminya marah atau kecewa disaat yang bersamaan. "Ini siapa, Key?" ulang Rolfie untuk yang ketiga kalinya. Tapi Key masih saja terdiam. "Ini Aston? Yang chatting-an sama kamu? Yang chat-nya kamu sematkan? Yang asik ngobrol sama kamu via chat pake emotikon hati? Ini orangnya?!" tegas Rolfie, namun justru membuat Key makin terlihat santai dan tak peduli. "Itu tau ngapain nanya? Buang-buang waktu tau nggak!" ketus Key. "Kamu sadar nggak sih kamu siapa?" "Keyrina." "Iya Keyrina. Seorang istri dan seorang ibu!" "Terus hubungannya sama Aston apaan?" "Masih nggak sadar juga? Kamu udah punya aku, Key!" "Oh gitu?" tanya Key menantang. "Gue bosen. Mau cari yang baru. Lo terlalu kuno. Cowok t***l yang nggak doyan dugem dan kerjanya cuma ngekang gue!" ketus Key sembari menunjuk-nunjuk suaminya. Dengan entengnya, ia lalu berjalan melewati suaminya itu. Sementara Rolfie, ia masih diam dalam posisinya, menahan perih akibat perkataan istrinya yang ia sendiri akui, amat diluar dugaan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN