THANKS

1248 Kata
"Papaaa!" Rolfie yang baru saja membuka pintu ketika pulang kerja langsung disambut girang oleh Angel. Angel berlari dan memeluk Rolfie meski hanya bisa sampai pergelangan betisnya saja. Entah Rolfie yang terlalu tinggi atau memang Angel yang masih terlalu kecil. "Es klim Angel mana?" Rolfie tersenyum dan langsung berlutut ketika putrinya menagih janjinya pagi tadi perihal es krim. Ia langsung menunjukkan satu kantung plastik ke hadapan Angel yang langsung diraih dan dibuka oleh Angel. Benar saja, satu box es krim vanila. Angel tersenyum cerah seakan berterima kasih pada papanya, ia lalu meletakkan es krim itu di atas meja ruang tamu dengan maksud untuk dimakan bersama-sama. "Omah sama opah suka juga kan," ledek Angel ketika membuka es krim itu. Mama dan papa jelas mengangguk merespon ucapan cucunya tersebut. "Papa sini dulu," ujar Angel sembari menarik celana Rolfie karena tak mampu meraih tangannya, terlalu tinggi. "Makan es klim dulu," lanjut Angel dengan lugunya. Rolfie yang melihat wajah manja Angel tak kuasa menolak. Ia lantas langsung ikut duduk di atas sofa ruang tamu sebelum mengganti baju kerjanya. Ia merogoh sendok es krim yang sudah tersedia, lalu menyuapi satu suapan kecil ke mulut anaknya. "Angel suapin omah dong," rajuk mama, yang jelas dibalas dengan kepolosan uluran tangan suapan untuk mama. Di saat yang sama, Keyrina keluar dari kamarnya, ia berjalan pelan dan melewati ruang tamu, yang jelas juga ia mendapati suami, anak, dan kedua orang tuanya yang tengah berkumpul dengan satu box es krim sebagai pusat. "Mama sini, makan es klim," kata Angel, dan tak dibalas apa-apa oleh Key. Key yang mengacuhkan semuanya lantas langsung melangkahkan kakinya kembali. Rolfie yang sigap lantas segera berdiri dan mencegah Key dengan menarik pelan tangannya. "Kamu mau kemana?" tanya Rolfie sangat pelan, bertujuan agar tak dapat di dengar oleh mertuanya dan juga Angel. "Mau keluar bentar aku mau jalan sama temen." "Sini dulu sayang, kamu mau kemana sih buru-buru?" kata papa dari belakang. Key balik badan. "Mau keluar sebentar, Pa sama temen-temen Key." "Aku ikut ya," timpal Rolfie. "Ish, nggak usah, aku sama mereka aja." "Mau kemana sih? Kemarin kan udah hangout-nya." "Mau jalan-jalan sore. Udah kamu nggak usah berisik, nanti aku pulang." "Nanti nanti jam berapa? Malem lagi? Kamu lagi hamil loh, banyakin istirahat." "Aku juga nggak capek kok cuma jalan jalan doang." "Yaudah kalo cuma jalan jalan doang aku ikut." "Aku sendiri aja, Fie." Key yang terlanjur kesal lantas berjalan begitu saja melewati Rolfie, namun lagi, Rolfie berhasil meraih tangannya. Respon yang buruk, karena di detik yang sama, Keyrina langsung menepis tangan itu. "Aku bilang aku sendiri aja!" bentak Key, membuat Rolfie terdiam tak berkutik. Key lantas langsung lanjut berjalan, dan membanting pintu ketika ia sudah berhasil menginjak teras depan. Rolfie mengusap wajahnya, lalu balik badan dan menatap mertuanya yang kini melihat ke arahnya dengan tatapan kaget. Namun, yang bisa Rolfie lakukan hanyalah tersenyum, meskipun itu sangat kecut. "Papa, mama mau kemana?" tanya Angel lugu. "Mau keluar sebentar, nanti mama pulang," jawab Rolfie menenangkan. "Papa mandi dulu ya, Angel makan lagi es krimnya sama omah sama opah." Rolfie mengambil tas kerjanya yang ia letakkan dekat meja sofa, lalu pergi setelah sebelumnya izin untuk pergi dan mandi kepada mama dan papa. *** 19.23 Waktu Inggris. Keyrina masih belum pulang. Handphone-nya ia tinggal di meja rias. Dan Rolfie tidak tau ia dimana. Namun dimanapun keberadaan istrinya itu sekarang, Rolfie harap ia baik-baik saja, dan semoga juga Keyrina benar-benar jujur ingin berjalan dengan teman. Rolfie di dapur kini, menuangkan kopi yang baru saja siap dari coffee maker di dapurnya. "Tuangin papa segelas, Fie." Rolfie sontak menoleh ke belakang dan mendapati papa menghampirinya. "Oh, iya Pah," balasnya dan segera menuangkan segelas kopi lagi. "Kayaknya enak ngopi panas gini sambil hirup angin malem," kata papa meledek. "Kita ngopi di luar yuk?" lanjutnya. Rolfie hanya mengangguk mengiyakan, sepertinya ia tau tujuan ini akan mengarah kemana. Dan akhirnya, di sini lah mereka. Di halaman belakang rumah. Mereka duduk di atas kursi dan meletakkan kopi mereka di atas meja yang memang ada di halaman belakang untuk digunakan jika sekali-kali ingin makan atau minum di luar ruang makan. "Kalo di indonesia, bapak-bapak tuh biasanya ngopi jam segini sambil makan singkong rebus, atau kacang, atau kue kue apa lah yang ada di deket mereka," ujar papa memulai obrolan. Rolfie tertawa. "Biasanya juga sambil nonton bola ya." "Nah tuh, kadang juga sambil main catur." Sejenak, obrolan mereka larut dalam tawa. Hingga detik berikutnya, papa menyeruput kopinya yang mulai menghangat. "Papa kayaknya salah nilai kamu kemarin," kata papa. "Maksudnya?" "Soal papa yang bilang kamu nggak sigap jadi suami karena biarin anak papa pergi keluar sampe malem." Rolfie diam, menatap kopinya. "Ternyata emang itu maunya Key sendiri, dan dia jadi segalak itu cuma karena kamu minta ikut," lanjut papa. "Ya, mungkin Key emang lagi butuh waktu buat nggak sama Rolfie, Pah. Mungkin ada obrolan yang lebih leluasa dia omongin sama temen-temennya ketimbang suami." "Ya, itu papa paham. Tapi yang papa nggak paham tuh ya sikap wanita emang suka berubah-ubah. Apa sih tuh kalo bahasa kekiniannya, Fie?" tanya papa agak berpikir. "Mood swing?" "Nah iya tuh, mood swing. Kita sebagai laki-laki emang harus sabar sabar ngadepin perempuan ya," ledek papa, lalu ia tertawa kecil. Rolfie ikut tertawa. "Ya, namanya juga cewek, Pah. Mau apapun kondisinya juga pasti laki-laki yang salah." Lagi, obrolan mereka kembali larut dalam tawa. Membenarkan keadaan klasik dan hukum alam dimana wanita selalu benar dan laki-laki selalu salah. Sepertinya memang kondisi seperti itu tidak hanya dapat ditemukan di hubungan antar pacar, namun juga antar pasutri. "Dulu tuh ya, Key kemana-mana pengennya pake mahkota mahkota ala putri gitu, mahkota mainan yang kadang dia dapet kalo beli barbie satu paket," papa bernostalgia, lalu kembali tertawa. "Key emang suka cerita-cerita dongeng kan dari dulu," kata Rolfie. "Iya, suka banget dia. Setiap papa ada kerjaan keluar kota atau keluar negeri, kakak-kakaknya minta macem-macem, dia doang yang minta boneka barbie. Selalu barbie, kalo nggak barbie mintanya tedy bear." Rolfie tertawa. "Sekarang Angel yang kaya gitu, cuma kayaknya nggak se-nyentrik mamanya sampe pake mahkota." Papa kembali menyeruput kopinya. "Kalo bayangin anak-anak, ada aja sedihnya, susah ngelepas mereka dewasa. Nanti pasti kamu paham." Rolfie mengangguk-angguk. "Dulu, halaman belakang ini tuh tempat Keyrina belajar naik sepeda," lanjut papa lagi. Benar, rumah yang sekarang menjadi rumah Rolfie dan Keyrina adalah rumah lama Key. Yap, rumah keluarganya dahulu yanh sudah begitu lama ditinggalkan. Awalnya Rolfie meminta untuk Key menjual rumah besar itu dan Rolfie membeli rumah lain dengan jerih payahnya sendiri. Tapi Key tidak rela, ia bilang rumah ini terlalu berharga untuk dibeli dengan harga semahal apapun oleh orang lain. Key tidak ingin rumah masa kecilnya ditinggali oleh orang lain, ia tidak ingin melepas semua kenangan yang dulu pernah ia miliki bersama keluarganya yang masih utuh. "Dulu yang ngajarin dia sepeda itu si Richard. Jonathan nggak pernah mau ngajarin Key, mereka berdua dulu kerjaannya berantem terus, udah kayak musuh," lagi papa tertawa kecil membayangkan masa lalu. "Dulu pas belajar sepeda dia juga sering jatoh kan?" tanya Rolfie. "Sering. Sekalinya Richard lepasin Key untuk kayuh sepedanya sendiri tanpa dipegang, pasti Key jatoh. Pernah juga nggak sengaja pas lagi belajar sepeda, Key kesenggol bola Nathan yang nendang sembarangan." Mereka berdua kembali larut dalam tawa. Membayangkan itu terdengar seperti hal yang lucu. "Dulu dia nangis-nangis kalo jatoh, sekarang mungkin kalo dia masih inget dia bakal ketawa-tawa," kata papa. Rolfie mengangguk-angguk setuju dengan pendapat papa mertuanya. Pasti Key akan tertawa-tawa jika membayangkan hal yang justru dulu membuatnya menangis-nangis. "Fie," panggil papa seusai menyeruput kopinya lagi. Rolfie tak menjawab, hanya mendongak dan menatap papa. "Makasih ya udah jaga Keyrina." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN