BAB 11 Sakit

1713 Kata
Perempuan itu menggeliatkan tubuhnya, mulutnya menguap lalu memandang pada sebelahnya. "Gira." gumamnya masih belum sepenuhnya sadar. "Gira..!" Julia langsung terbangun dari tidurnya, matanya terbuka lebar menggoyangkan bahu pria yang masih tertidur disampingnya itu. "Sayang bangun, kamu bilang ada meeting pagi. Astaga ini sudah jam berapa, kamu pasti telat." Julia turun dari tempat tidur, mengambil handuk dan kembali menghampiri Gira. Gira meringis merasakan pusing ketika ia mencoba untuk duduk. Julia yang melihat Gira seperti itu dengan cepat membantunya untuk duduk, Julia menatap Gira penuh kekhawatiran. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Julia, telapak tangannya terulur menyentuh dahi Gira. "Ya ampun, kamu demam. Sudah, tidak ada bekerja hari ini. Aku akan bilang pada Elliot, mana handphone mu?" "Saya tidak apa-apa, meeting hari ini sangat penting. Saya masih bisa bekerja." "Gira. Kamu nakal banget sih, dengerin aku aja." titah Julia, ia membaringkan Gira kembali dan menutupnya dengan selimut selama dua lapis. "Dengar, aku tidak akan mengijinkan kamu untuk pergi bekerja hari ini." "Oke. Tapi kamu harus pergi sekolah, saya bisa menjaga diri." Julia menggelengkan kepalanya, ia malah kembali berbaring disebelah Gira. "Ada apa?" Gira menatap Julia bingung. "Aku gak akan fokus belajar kalau kamu sakit begini, aku pasti kepikiran." "Saya baik-baik saja, ini hanya demam biasa Julia." Gira tersenyum singkat, tangannya menepuk rambut Julia pelan. "Kamu yakin?" Julia bertanya sambil menyentuh kembali dahi Gira. Gira hanya menganggukkan kepalanya, sedang pusing seperti ini sangat sulit baginya untuk berdebat dengan Julia, berharap Julia mau menurutinya untuk pergi ke sekolah. "Baiklah aku akan pergi sekolah. Tapi setelah Gira minum obat ya." "Iya." Julia turun dari tempat tidur, langkahnya menuju kamar mandi dan bersiap untuk ke sekolah. Setelahnya Julia dibantu dengan bibi di rumah itu menyiapkan makanan dan obat untuk Gira. "Letakan saja di meja itu, Bibi." ujar Julia, tangannya menunjuk pada meja sofa yang terletak di kamarnya. "Sudah Non. Bibi permisi dulu, kalau Nona Julia butuh apa-apa panggil saja." "Iya Bibi. Terima kasih ya. Oh iya, kasih tahu Papa kalau Julia sama Gira gak bisa makan sama-sama, Gira lagi sakit jadi Julia harus menemaninya." "Baik Non." Julia mengambil piring yang sudah berisi makanan itu dengan tangan kirinya, tangan kanannya ia gunakan untuk membawa gelas berisi teh hangat. "Gira, makan dulu baru kamu minum obat." Julia menyentuh pipi Gira, membuat pria itu membuka matanya. Dibantu dengan Julia, Gira mendudukkan dirinya dan sedikit bersandar pada kepala ranjang. "Saya belum mengabari Elliot." "Sudah aku kabari, kamu tenang saja." "Maaf, merepotkan kamu Julia. Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot seperti ini, saya sudah terbiasa mengurus diri sendiri." "Aku sama sekali tidak merasa repot, Gira. Aku malah senang jika bisa merawat kamu, karena bisa dekat terus sama kamu." Julia terkekeh kecil, membuat Gira menggelengkan kepalanya lemah dengan tingkah laku Julia itu. Gira akhirnya menerima suapan Julia, mereka juga makan berdua satu piring karena Gira yang tidak bisa menghabiskan jadilah Julia yang menghabiskan makanannya, walau sempat dilarang oleh Gira karena itu bekasnya namun Julia tidak peduli bahkan sekarang makanan di piring tersebut sudah tidak tersisa. "Ayo minum obat. Pintarnya calon suami aku." tawa Julia saat Gira yang sudah meminum obatnya. "Sudah. Pergi sekolah sana, kamu sangat suka terlambat." "Oke sayang, calon istrimu ini akan pergi menuntut ilmu, jadi Gira sayang harus istirahat di rumah jangan kemana-mana tunggu aku pulang." Gira hanya berdehem tidak menanggapi lebih ucapan Julia. "Aku pergi sekolah dulu, kalau ada apa-apa panggil Bibi saja." Julia menundukkan kepalanya mendekatkan wajahnya pada wajah Gira, ia tersenyum puas setelah melayangkan satu kecupan di pipi Gira. Setelahnya Julia keluar dari kamar meninggalkan Gira yang masih terdiam menatap lurus pada pintu kamar yang baru tertutup. "Tidak. Aku tidak boleh menyukainya, dia hanya memanfaatkan aku, tidak benar-benar menyukaiku. Semua perempuan sama saja, jika tidak harta pasti fisik." *** Julia dan Katie sedang duduk bersama di kursi lapangan basket, karena sekarang ada pertandingan antar kelas yang sudah menjadi acara rutin sebelum liburan panjang kenaikan kelas. Sebenarnya Julia sama sekali tidak minat untuk menonton tapi Katie terus saja memaksa untuk minta ditemani karena malu jika harus menonton sendiri katanya. "Julia, lihat. Keren banget cowok-cowok kelas kita mainnya." seru Katie sambil berseru memberikan semangat pada teman-teman lainnya yang sedang bertanding. "Julia, gak asik kamu ahh. Semangat dong, lemes banget dek." "Katie, aku lagi gak mood banget nonton. Aku ke kelas aja ya, mau nelpon Gira." Julia berdiri dan berjalan keluar dari lapangan basket, Katie yang melihat Julia keluar tentu saja langsung mengikutinya dan mengejar langkah Julia. "Kamu kenapa, Julia?" Katie bertanya sambil terus melangkah. "Gira lagi sakit, aku gak bisa fokus kalau gak dengar kabar dia." kata Julia sesaat mereka sudah berada di dalam kelas. "Kamu kan baru dua jam di sekolah, masih ada tiga jam lagi sampai jam pulang." "Iya makanya aku jadi makin gak fokus, Katie." Julia mengeluarkan handphone dari balik tas, mengetikkan kontak nomor Gira dan langsung menelpon pria itu. "Gira, bagaimana? apa kamu butuh sesuatu?" tanya beruntun Julia setelah Gira menjawab telponnya. "Kenapa kamu main handphone saat sedang belajar." "Tidak ada belajar hari ini, hanya ada kegiatan acara." "Kalau begitu jangan main handphone." Julia yang baru akan membuka mulutnya lagi lantas menghembuskan nafas, tangannya turun meletakkan handphone di atas meja. "Aku bilang juga apa, sudah tahu Gira seperti itu orangnya kamu masih suka sama dia." Katie duduk menghadap Julia yang juga sudah duduk di kursinya. "Gira seperti itu mungkin karena sakitnya. Nanti juga seperti biasanya." "Itu juga sudah seperti biasanya." "Katie. Kamu tidak tahu kalau kemarin perlakuan Gira ke aku itu beda banget, dia sangat manis dan kata-katanya juga lembut." "Kamu yakin dia bukan pura-pura." "Untuk apa Gira pura-pura." "Julia, laki-laki selalu punya cara dan alasan untuk menjauhi pasangannya, jangankan kamu yang sama sekali bukan pacar apalagi orang yang sudah memiliki pacar, jangan kira setiap hubungan selalu ada kejujuran, satu dua kebohongan pasti pernah dilakukan." "Kamu ngomong begitu seperti sangat berpengalaman, Katie." "Aku juga pernah punya kenangan buruk dengan laki-laki, Julia. Jadi aku sedikit tahu tentang sifat mereka." "Tapi Gira bukan pria seperti itu. Aku yakin dia sangat tulus akan menyukaiku." Katie hanya tersenyum gusar, bersama mendoakan semoga apa yang Julia harapkan bisa sesuai dengan keinginan Julia juga. *** Gira meletakkan handphonenya di atas meja setelah menerima telepon dari Julia yang dengan singkat diakhiri olehnya. Gira memakaikan kaos tipis berwarna putih pada tubuh atasnya yang terbuka, ia meminum air di gelas yang ia minta sebelumnya pada bibi, walaupun panasnya sudah turun namun kepalanya masih terasa pusing. "Sebaiknya aku mengecek kantor." ujarnya kemudian mengambil handphone dan berjalan keluar kamar, tidak lupa Gira membawa jaket tebal untuk dipakainya. Sesampainya di kantor, Gira pun berjalan pelan menuju ruangannya. Elliot yang melihat Gira datang dengan cepat menghampiri pria itu. "Pak Gira. Anda sedang sakit, kenapa ke kantor?" tanya Elliot yang mengikuti Gira sampai didalam ruangan Gira. Gira duduk di kursinya, memijit pelipisnya yang berdenyut, dia memejamkan matanya sebentar kemudian menyuruh Elliot untuk membawakan air hangat. Elliot langsung mengangguk dan mengambilkan air hangat. Gira meneguk sampai setengah air tersebut, meletakkan gelasnya dan menghembuskan nafasnya perlahan. "Ada apa Elliot?" tanya Gira melihat Elliot yang masih berdiri di ruangannya. "Apa Pak Gira butuh bantuan saya Pak?" tanya Elliot menawarkan. "Tidak. Saya hanya sebentar menyalin file. Bagaimana dengan meeting?" "Tidak ada masalah Pak, untuk pertemuan selanjutnya akan dijadwalkan kembali menunggu kesembuhan Pak Gira." "Baiklah." Gira membuka laptopnya, mengotak-atik sambil fokus menatap pada layar laptop. "Kenapa kamu masih disini?" tanya Gira menatap heran pada Elliot. "Tidak ada Pak. Kalau begitu saya permisi Pak." Elliot tersenyum canggung, melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Gira. Gira hanya menggelengkan kepalanya dan meringis saat merasakan pusing, lalu kembali melihat pada layar laptop miliknya. Tanpa terasa Gira sudah menghabiskan waktunya hingga hampir sore hari di kantornya tersebut. Gira melihat pada jam tangannya dan terkejut ketika melihat waktu menunjukkan pukul 14.50. "Astaga. Aku lupa, Julia pasti akan mengamuk tidak menemukan aku di kamar." ujarnya sedikit berlari keluar ruangan, melewati meja Elliot dan tidak menghiraukan panggilan Elliot yang memanggilnya, Gira terus berjalan menuju mobil lalu menjalankan laju di jalanan. "Gak mau..! aku harus cari Gira, aku bilang jangan sampai Gira pergi..!" Di rumah Anwar sedang terjadi kerusuhan besar, Julia mengamuk dan memarahi semua pekerja terutama bibi yang ia minta untuk menjaga Gira. Saat pulang sekolah ia mengetahui kalau Gira tidak ada di kamarnya sesaat kemudian Julia langsung berlari keluar dan mengamuk, dia hendak menyusul Gira dan mencari ke kantor tapi Anwar dan kakaknya melarang sampai mengurung Julia di kamar. "Bagaimana ini Pa? Aku takut Julia melakukan hal yang diluar kendalinya." ucap Bryan. "Kita harus mencari Gira." Anwar mengambil handphonenya dan mulai menghubungi Ajay untuk bergerak mencari Gira. "Cari kemana, kita saja tidak tahu dia dimana?" "Coba cari ke kantornya PT. All Mine." Bryan dan Ian mengangguk saja mengikuti ucapan Anwar masih dengan mencoba mengajak Julia berbicara, namun Julia yang masih kesal hanya berteriak dan melempar barang yang ada di dalam kamarnya itu. "Gira." Ian dan Anwar menoleh pada Gira yang baru masuk dan menghampiri mereka. "Bryan, stop." Anwar menahan Bryan yang hendak memukul Gira itu. "Maafkan saya om. Saya tidak bilang kalau ada urusan di kantor sebentar." Gira berucap sembari mengatur nafasnya karena tadi berlari untuk cepat sampai di dalam rumah. "Masuklah. Kamu tenangkan Julia dulu." Anwar menepuk pundak Gira dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam kamar Julia. Gira mengangguk, melewati Bryan dan Ian, kedua kakak Julia itu masih menatapnya tajam dan sedikit kesal. Gira membuka pintu kamar Julia, dia meringis melihat keadaan kamar milik perempuan itu yang terlihat seperti kapal pecah. Pandangan Gira lalu beralih mencari keberadaan Julia, ditatapnya seseorang yang berbaring di atas tempat tidur dengan selimut yang menutupi dirinya hingga ujung kepala. "Julia." panggil Gira setelah duduk di atas ranjang. Julia menurunkan selimutnya, wajahnya sudah sangat basah oleh air matanya itu. Ketika melihat wajah Gira yang ada didepannya, Julia langsung memeluk pria itu menumpahkan kembali tangisnya semakin kencang. "Sudah, saya sudah disini, dan maaf." Gira menepuk-nepuk bagian belakang Julia menenangkan perempuan itu. "Aku pikir, kamu akan meninggalkan aku.." ujar Julia masih terisak. "Saya hanya pergi kekantor sebentar, ada file yang harus saya salin." "Aku bilang kamu tidak boleh bekerja hari ini, istirahat saja. Kamu juga lagi sakit kenapa memaksa." Gira memundurkan tubuh Julia, memegang kedua bahu Julia dan menatap matanya. "Saya sudah sembuh, kamu tidak perlu seperti ini." "Aku hanya tidak mau kamu meninggalkan aku." "Baiklah, maaf." Gira menarik Julia masuk dalam pelukannya, dia memejamkan mata sebentar dan membukanya kembali. Gira tersenyum saat mendengar suara dengkuran dari Julia, perempuan itu tertidur setelah lama menangisinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN