Bab 9. Menyaksikan Sendiri Suami berselingkuh

1402 Kata
Keesokan paginya, Ardha bergegas pergi dari rumah lebih awal, meninggalkan Sienna yang masih terlelap. Jam baru menunjukkan pukul enam ketika ia melangkah keluar, merasa lega bisa menghindari percakapan pagi yang mungkin membuatnya semakin sulit menyembunyikan perasaannya. Sementara itu, Sienna terbangun sekitar jam tujuh, menyadari bahwa Ardha sudah pergi. Ia mendapati kamar kosong dan sunyi, meninggalkan rasa tak nyaman yang semakin membesarkan kecurigaannya. Sienna mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam sikap suaminya. Namun, ia mencoba meredam pikirannya, meyakinkan diri bahwa mungkin Ardha hanya sibuk dengan pekerjaan. Di sisi lain, Ardha melaju cepat menuju apartemen Renita, tempat ia merasa bisa melepaskan diri sejenak dari kepura-puraan yang terus ia jalani di rumah. Begitu sampai, ia disambut dengan wajah ceria Renita, yang langsung menghambur memeluknya dengan penuh kerinduan. “Mas, aku kangen banget,” ujar Renita dengan nada manja, tangannya tak lepas menggenggam erat tangan Ardha. Ardha tersenyum, lalu membalas pelukan itu dengan lembut. “Aku juga kangen, Renita. Ini sebabnya Mas berangkat lebih pagi, supaya bisa sarapan bareng kamu,” balasnya sambil mengelus rambut Renita. Mereka duduk di meja makan, menikmati sarapan sederhana yang Renita siapkan. Sepanjang waktu, Renita terus menunjukkan kemanjaannya, membuat Ardha tersenyum puas karena bisa berada di samping wanita yang benar-benar ia cintai tanpa tekanan. “Mas, aku ingin kita bisa kayak gini terus. Hidup bareng, tanpa harus sembunyi-sembunyi lagi,” ucap Renita dengan tatapan penuh harap. Ardha menghela napas, menyadari bahwa permintaan Renita itu tidaklah mudah. “Sabar ya, baby, Mas butuh waktu buat selesaikan semuanya,” katanya, berusaha menenangkan Renita. Percakapan mereka terus berlanjut, penuh canda dan kemesraan. Di tempat yang jauh dari rumahnya, Ardha merasa nyaman dan bebas. Namun, ia juga tahu bahwa di rumah, Sienna mungkin mulai bertanya-tanya tentang kepergiannya. Meski begitu, Ardha mencoba menepis rasa bersalah yang perlahan-lahan menghantui pikirannya, memilih untuk menikmati momen pagi itu bersama Renita. Sienna tiba di lantai 11 dengan napas yang sedikit tertahan. Ia membawa kotak makan siang yang penuh dengan hidangan favorit Ardha, berharap kejutannya akan membuat suaminya senang. Namun, rasa khawatir yang samar menggelayuti pikirannya tak dapat ia abaikan. Ia mencoba membuang jauh-jauh pikiran negatif itu, lalu melangkah pelan ke arah pintu kantor Ardha. Ketika ia hendak membuka pintu yang ternyata tak terkunci, suara tawa Renita dan Ardha yang akrab terdengar dari dalam. Hatinya berdebar. Sienna berhenti, menahan napas. Suara Renita terdengar manja, sementara Ardha tertawa hangat, berbeda sekali dengan sikap dingin yang selama ini ia perlihatkan di rumah. Sienna berdiri di depan pintu, seakan terpaku oleh suara-suara di balik pintu itu. Ia mendengar Renita berbicara dengan nada lembut, “Mas Ardha, aku senang sekali kita bisa kayak gini. Andai kita bisa setiap hari...” Ardha tertawa kecil, lalu menjawab dengan penuh kelembutan yang tak pernah Sienna dengar sejak lama, “Tenang, sayang. Kita bisa mengatur semuanya. Aku akan memastikan hubungan kita ini tetap aman.” Kata-kata itu bagaikan pisau tajam yang mengiris hati Sienna. Ia mundur perlahan, merasa kehilangan kekuatan untuk melangkah lebih jauh. Tangan yang tadi menggenggam kotak makan siang perlahan melemas. Tanpa sadar, air matanya mulai mengalir. Siang itu, Sienna datang dengan penuh semangat ke kantor suaminya, Ardha. Dia membawa bekal makan siang yang sudah ia siapkan sejak pagi, berharap bisa memberi kejutan pada Ardha. Namun, begitu ia mendekati pintu kantor suaminya, ia mendengar suara desah** dan percakapan pelan dari dalam ruangan. Suara perempuan dengan manja "Ah, pelan-pelan,Pak Ardha..." Suara laki-laki dengan berat dan terengah-engah. "Kamu memang selalu membuatku bergai***, Renita." Sienna tertegun di depan pintu, hatinya berdegup kencang. Perlahan, ia mendorong pintu sedikit, cukup untuk melihat ke dalam ruangan. Di sana,tak nampak Ardha , ternyata Ardha berada di dekat lemari berada di sofa sedang duduk dan Renita dipangkuannya. Bahkan pakaian mereka pun sudah separuh terbuka. Karena dibuai hasrat mereka lupa mengunci pintu karena biasanya tak ada yang berani membuka pintu sebelum disetujui sekretarisnya. Ardha menyeringai. "Kamu memang pintar membuatku puas, baby." Sienna merasa hatinya mencelos. jantungnya terasa berdegup kencang, dadanya sesak, menyaksikan adegan suaminya dan sekretarisnya. Bekal makan siang yang ia bawa terasa begitu berat di tangannya, dan rasa sakit mulai memenuhi dadanya. Dia merasa terluka, hancur berkeping-keping. Ardha kaget, terbata-bata "Sienna... Kamu di sini?" Sienna menahan perasaan, tersenyum tipis "Ya, aku ingin memberi kejutan. Aku membawakan makan siang untukmu."Suara lirih Sienna terdengar sangat berat. "Tapi... aku yang mendapat kejutan darimu. Renita tampak canggung dan perlahan mundur, menyadari kehadiran istri Ardha, dia dengan segera merapikan pakainnya. Ardha berusaha tenang "Wah, terima kasih, Sienna. Kamu nggak perlu repot-repot, padahal aku bisa pesan dari luar." Ucap Ardha sambil merapikan celananya, tanpa merasa bersalah. Renita dengan terbata-bata. "Pak, saya ... permisi dulu." "Tunggu..."Sienna menahan Renita. "Ya bu?"Suara Renita . "Apa tidak ada yang mau kamu katakan pada saya ?"Sienna bergetar menahan amarahnya. Renita melihat suasana yang mulai tegang dan tersenyum kikuk. "Sudah Renita, kamu pergilah!"Ardha mengibaskan tangannya. Renita pamit dengan nada canggung "Baik, Pak Ardha, saya permisi dulu." Sienna menatap tajam ke arah suaminya."Keterlaluan kamu mas."Sienna menampar Ardha. "Ya, tamparlah, sesukamu, habis itu pergilah, nanti aku jelaskan di rumah, aku sedang banyak pekerjaan ."Ardha tanpa rasa bersalah menuju meja kerjanya. "Apa?"Sienna merasa tenggorokannya tercekat tak bisa bicara dadanya terlalu sesak. "Baik ... jika itu maumu, aku akan menunggu penjelasanmu di rumah!" Sienna pergi melangkah meninggalkan Ardha di kantornya. Di depan dia bertemu dengan Renita di mejanya. "Puas kau, habis mengganggu rumah tangga orang lain?"Dengan nada tegas dan gemetar Sienna menatap tajam ke arah Renita. "Aku tak perlu mengotori tanganku dengan memukulmu, tapi suatu hari kau akan mendapatkan balasannya." "Apa? jangan merasa percaya diri dulu , siapa yang akan dipilih oleh pak Ardha nanti, kita lihat saja heuhh!"Renita dengan menarik sudut bibirnya dan tanpa rasa bersalahnya. "Ternyata benar, manusia yang paling rendah adalah orang yang tak tahu malu sepertimu. Sudah salah tapi malah angkuh!"Sienna pergi dengan napas berat, dan mata merah karena menahan kesal. Sore hari Ardha pulang dengan langkah tegapnya. Sienna duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong, mendengarkan kata-kata Ardha yang mengiris hatinya. Ardha, tanpa sedikit pun menunjukkan penyesalan, mengakui semua hubungan dan rencana masa depannya dengan Renita. Ia bahkan mengatakan bahwa tujuannya menikahi Renita adalah agar memiliki keturunan yang selama ini belum bisa ia dapatkan dari Sienna."Aku sudah menikah dengan Renita. " "Deg."Jantung Sienna seakan berhenti. "Aku mencintainya dan ... aku ingin dia mengandung anakku, yang akan menjadi penerus keluarga Allarick." Ardha dengan tatapan datar ke arah Sienna. "Tapi mas..."ucapan Sienna terhenti . Di tengah penjelasan Ardha, ibu mertuanya menambahkan, “Ini demi kebaikan keluarga, Sienna. Kamu tahu, Ardha butuh penerus.” Kata-katanya seolah tak memberi ruang bagi perasaan Sienna, menambah luka yang sudah dalam. "Bu, dia berselingkuh, meskipun aku memang tak memiliki keturunan.tapi kita bisa bicarakan baik-baik, bukan dengan cara seperti ini!" Sienna dengan terisak menahan sesak di d***nya. "Memangnya apa yang dia lakukan? Laki-laki itu bisa menikahi sampai 4 istri, sekarang saya tanya sama kamu, salahnya dimana? ditambah kamu belum memberikan keturunan!" Larasati mencebikkan bibirnya. Sienna hanya bisa menunduk, berusaha menahan air mata yang tak terbendung. "Seharusnya mama, bisa merasakan bagaimana perasaanku saat ini ma, tapi kenapa malah menyudutkanku ?"ungkap Sienna. Pertama kalinya Sienna dengan suara lantang.Entah dorongan darimana. Ia merasa tak ada lagi yang bisa ia lakukan, tak ada yang tersisa dari cinta yang dulu ia jaga dengan sepenuh hati. Setelah mengumpulkan sisa keberaniannya, "Baiklah, kalau begitu, tak ada lagi yang tersisa dan harus aku perjuangkan saat ini."Sienna dengan terisak, menahan sesak di dadanya. Sienna menatap Ardha dengan mata penuh luka dan berkata, “Kembalikan aku ke orang tuaku. Aku tidak ingin terus menjadi beban atau penghalang untuk kebahagiaanmu.” Suaranya bergetar, namun tegas. Ardha mengangguk, seolah menyetujui tanpa perasaan. “Baik, besok kita akan pergi ke rumah orang tuamu, dan aku akan menjatuhkan talak di sana,” katanya dengan nada datar, tanpa ada sedikit pun penyesalan. "Kini tugasku sebagai istri sudah selesai mas." Sienna merasa seluruh dunianya hancur dalam sekejap. Kenangan, harapan, semuanya terasa sia-sia. "Katakan satu saja kesalahanku mas, sebelum kau menjatuhkan talak padaku dihadapan orangtuaku nanti, katakan pada mereka alasan kau menceraikan aku, agar orangtuaku bisa tahu alasan anaknya diceraikan."Sienna dengan nada rendah namun menekan, dengan mata yang menahan marah. Dengan langkah lemah, Sienna berjalan ke kamarnya, meninggalkan Ardha dan ibunya tanpa sepatah kata lagi. Sesampainya di kamar, Sienna akhirnya membiarkan air matanya mengalir deras. Malam itu menjadi malam yang paling kelam dalam hidupnya. Ia tahu, keesokan harinya ia akan kembali ke rumah orang tuanya, namun kali ini sebagai wanita yang patah hati, berusaha merajut kembali sisa-sisa hidup yang telah hancur karena pengkhianatan suaminya. "Apakah ini akhir dari rumah tanggaku?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN