DOR....!!!
Bunyi tembakan menggema di halaman belakang mansion milik Van Der Lyn.
"Meleset ...." teriak Lucas pada Letty yang sedang berlatih dengan revolver miliknya. Tembakan Letty tidak mengenai bulatan merah yang ada pada papan tembakan berjarak dua ratus meter dari tempatnya berdiri.
Fredrick berlari menghampiri putrinya.
Letty masih berdiri di tempatnya. Matanya menatap lurus ke depan, pada sebuah papan bundar berwarna putih dan warna merah kecil tepat di tengah lingkaran. Peluru yang di tembakan Letty tidak berhasil mengenai bulatan kecil berwarna merah. Dia sudah mencoba sebanyak lima kali tapi, tak satupun dari pelurunya yang mengenai sasaran.
"Awal yang baik nak," ucap Fredrick pada Letty. Fredrick berjongkok di samping Letty dan meraih kedua sisi lengan putrinya. Letty terengah-engah seakan baru saja berlari. Dia masih berdiam diri dan pandangannya tetap fokus ke depan. Entah dia mendengar perkataan ayahnya atau tidak.
Fredrick memutar tubuh putrinya. Letty tampak kelelahan. Tangannya gemetar dan keringat bercucuran di wajahnya. Fredrick meraih kedua sisi lengan putrinya, menarik senyum di wajah untuk sekedar memberi semangat pada putrinya.
"Apa kau gugup?" tanya Fredrick. Letty tidak menjawab. Dia masih berusaha mengatur pernapasannya. Sebenarnya saat menembakan peluru jantung Letty berdegup sangat kencang, untuk itulah dia masih butuh waktu untuk menjawab pertanyaan ayahnya.
"Nak, apa kau ingat saat pertama kali kita berburu?" tanya Fredrick menenangkan putrinya. Letty hanya mengangguk. "Umurmu masih enam tahun saat itu, dua kali aku mengajakmu berburu dan selama itu busurmu belum pernah mengenai mangsa. Bagaimana kau berhasil kemarin nak? Apa yang membuatmu berhasil?"
"Entalah, aku rasa aku hanya beruntung Dad,” jawab Letty.
"Tidak nak, kemarin kau menggunakan instingmu. Kau menggunakan mata indahmu. Kau lihat titik merah itu nak?" tunjuk Fredrick pada titik merah di papan tembakan.
Letty mengikuti arah telunjuk ayahnya, "Aku sudah berusaha Dad," ucap Letty dengan wajah suram. Semangatnya mulai turun, dia mulai kecewa karena tak satupun pelurunya yang mengenai sasaran.
"Lakukan sekali lagi. Kau harus fokus pada titik merah itu. Anggap dia jantung rusa. Rusa itu hanya berdiam menunggu busurmu. Tarik nafasmu dalam-dalam perbuatlah sama persis seperti saat kau membidik rusa betina itu kemarin. Aku yakin kau bisa," ucap Fredrick kemudian dia berdiri. Menepuk pundak Letty sebagai bentuk penyemangatnya lalu memutar tumitnya dan berlari ke tempat duduknya semula. Fredrick melihat Letty dari jarak sekitar dua ratus meter.
"Aku bisa, aku harus bisa,” gumam Letty. Dia menutup matanya dan membayangkan titik merah itu sambil perlahan mulai mengambil napas. Batinnya menghitung dari angka satu sampai tiga sebelum kelopak matanya perlahan mulai terbuka. Netranya langsung menuju ke titik merah di depannya. Letty menarik napas sekali lagi sambil mengangkat dagunya tinggi bersamaan dengan kedua tangannya yang memegang revolver.
“Merah, merah, tolong pergi ke merah.” Batinya. Detik selanjutnya dia menekan pelatuknya.
DOR
Bunyi tembakan kembali menggema.
"Yeahhh ...." teriak Lucas dan Fredrick bersamaan. Mereka berdua langsung berdiri dan berlari ke arah Letty. Letty membuka kaca matanya dan berbalik, dia melompat kegirangan.
"Kau berhasil nak, kau hebat," ucap Fredrick. Dia mengangkat tubuh mungil Letty dan memutarnya ke udara. Letty merasa begitu senang sebab ayah dan pamannya kembali memujinya.
"Dad, apa sekarang aku sudah jadi kuat? Apa aku sudah bisa melindungi adik-adikku?” tanya Letty.
Fredrick tersenyum sumringah sambil menurunkan putrinya dia berkata, "Belum sayang, kau masih prajuritku. Kau masih harus berlatih," ucap Fredrick.
Letty cemberut. Dia memayunkan bibirnya. Wajahnya langsung berubah masam.
Lucas terkekeh melihat tingkah keponakannya. Dia pun berjongkok di depan Letty lalu menaruh tangannya di kedua sisi pundak Letty.
“Apa kau benar-benar ingin menjadi kuat?” tanya Lucas. Letty mengangguk walau wajahnya masih cemberut. “Menjadi tangguh tidak segampang yang kau bayangkan nak, apa kau pernah lihat film Avangers?” Letty mengangguk lalu Lucas melanjutkan, “Salah satu dari para heroist itu tidak memiliki kekuatan super tapi dia sangat lihai dalam melumpuhkan musuh.”
“Maksudmu, Nata-“
“Ya,” tukas Lucas. “Aku akan membuatmu menjadi seperti dirinya.”
“Benarkah?” tanya Letty dengan wajah polos.
Lucas tersenyum namun senyumnya memendam banyak arti. “Tentu,” ucapnya.
“Dad,” Letty mendongakan kepala menatap ayahnya.
Fredrick mengangguk, “Pergilah dan berlatilah dengan pamanmu.”
"Ayo nak, paman akan mengajarimu teknik bela diri agar kelak kau menjadi wanita tangguh.” Lucas menggenggam tangan Letty, dia bersiap membawa Letty ke ruang latihan untuk memulai latihan awal Letty.
Lucas adalah praktisi MMA (mixed martial arts). Dia menguasai banyak bela diri dan sekarang, dia bersiap membuat keponakannya menjadi tangguh seperti dirinya.
Di saat Lucas dan Fredrick hendak meninggalkan halaman tempat berlatih menembak, tiba-tiba seorang pelayan datang dan menghampiri mereka. Pelayan itu membungkuk 90 derajat sebelum mengutarakan maksudnya.
“Maaf tuan besar, nyonya memanggil anda,” ucap pelayan itu tanpa mengangkat kepalanya.
“Baik, aku akan kesana,” jawab Fredrick. Dia menyuruh Lucas membawa Letty lebih dulu ke ruang latihan sementara Fredrick akan menemui nyonya besar rumah ini, yaitu Elena.
Fredrick menghampiri Elena yang sedang menunggunya di balkon kamar mereka. Elena tampak kesal. Fredrick bahkan bisa mendengar napas berat Elena ketika memasuki kamarnya. Elena bahkan menatap Fredrick dengan tatapan tidak bersahabat. Fredrick seolah sudah mempunyai firasat, dia sudah bisa menebak apa yang membuat istrinya terus berdecak kesal namun, Fredrick akan kembali berusaha membuat istrinya tenang.
“Baby …,” panggil Fredrick.
Elena mendengus lagi sambil membuang muka kasar, “Fred, kenapa kau mengajarkan putrimu menembak? Apa ucapanku semalam tidak cukup menerangkan ketidak-setujuanku?”
Fredrick menarik napas panjang, dia berusaha mendekati istrinya, meraih pinggang istrinya namun dengan cepat Elena menepis tangan Fredrick.
“Angelie juga bilang jika hari ini Lucas akan menjadi pelatih Letty, apa maksud semua itu Fred?!" Elena mulai meninggikan nada bicaranya.
Fredrick berdecak. Dia berkacak pinggang sambil mengelus dagunya. Dia tahu Elena tidak akan setuju begitu saja saat semalam Fredrick mengira dia berhasil membujuk Elena namun, Elena memiliki pendirian yang kuat dan tidak muda goyah hingga Fredrick kembali harus memikirkan cara untuk membujuk istrinya.
“Sayang, Lucas hanya akan mengajarkan teknik dasar bela diri, itu bagus untuk-"
"Aku sudah bilang aku tidak setuju Fredrick!” bentak Elena. Elena berdecak kesal. Dia meremas dahinya sebelum melanjutkan, “Apa kau rela menjadikan anak mu samsak, hah?!"
Fredrick menggeleng dengan cepat. Dia meraih tangan istrinya namun Elena tetap saja menepis tangan Fredrick.
"Aku dan Lucas tidak akan melukainya, sayang. Aku hanya akan melatihnya. Ayah mana yang rela menjadikan puterinya sebagai samsak, hah?" jawab Fredrick lembut. Walau dengan keadaan apapun dia tetap berusaha agar tidak membentak isterinya.
"Apa sebenarnya maumu Fred? Kita bisa menyewa guru privat untuk Letty agar dia pintar dan bisa meneruskan bisnis perusahaanmu. Tidak perlu kau mengajarinya cara berkelahi. Demi Tuhan Fredrick, kau …," ucap Elena setengah menjerit. Dia menggeleng sambil memijit dahinya.
"Hei, hei tenanglah kumohon, sayang." Fredrick tidak tahan melihat wajah kesal istrinya. Dia langsung menarik Elena dan membawanya ke dalam pelukannya lalu memberi kecupan di dahi istrinya.
"Dengarkan aku, kau tidak tahu betapa aku memiliki banyak saingan di dunia bisnisku. Banyak orang yang ingin menjatuhkan aku dan banyak juga dari mereka yang memburu nyawaku. Jika aku lengah sedikit saja mereka bisa melenyapkan aku. Ayahku, melatih aku dan Lucas sejak umur kami lima tahun, sayang. Kami tidak di besarkan dengan kasih sayang dan di manjakan. Kami seperti seorang tahanan yang di paksa bergulat. Aku dan Lucas tidak pernah mendapatkan kasih sayang ayah kami. Kami selalu mengutuk ayah kami karena selalu mendidik kami dengan caranya yang keras. Tapi, ketika kami beranjak dewasa dan mulai turun ke dunia bisnis barulah kami mengetahui apa maksud ayah kami. Kami di buru oleh banyak orang, tetapi kami sudah siap bahkan sangat siap untuk melawan mereka. Pikirkan bagaimana Letty di masa depan nanti, ketika dia siap menjadi pewarisku, dia juga harus siap menjadi seorang yang tangguh,” ujar Fredrick.
Elena melepaskan dirinya dari pelukan Fredrick. Sambil menatap nanar suaminya Elena berkata, "Tapi, Letty seorang wanita Fredrick, kau bisa melatih Leonard jika kau mau bersabar."
"Ya, aku akan melakukannya pada Leonard dan bahkan pada anak kita nanti, tapi Letty juga anakku. Dia juga adalah pewarisku. Dia berhak di latih dan di bimbing." Fredrick masih dalam control yang bagus untuk menekan suaranya agar tidak membentak istrinya.
"Apa sebegitu mengerikannya menjadi seorang pemilik Van Der Lyn Group? Aku lebih memilih menjadi gelandangan tetapi hidup dengan tenang dari pada menjadi seorang miliuner tetapi memiliki banyak musuh,” ucap Elena.
Fredrick terdiam. Perkataan Elena barusan seakan menjadi tamparan baginya. Ada kesedihan di hati Fredrick saat mengetahui isterinya menyesal telah menikah dengannya. Kata-kata Elena yang membandingkan kehidupannya dengan hidup para gelandangan membuat Fredrick meringis dalam batinnya.
Tidak ada kalimat lagi yang keluar dari pasangan suami istri ini. Mereka seolah sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Hingga kemudian Fredrick mengangkat kepalanya. Seolah terbangun kembali ke kenyataan, Fredrick pun menganggukan kepalanya.
"Kau benar Elena," akhirnya Fredrick bersuara, kali ini dia mengeluarkan suara dengan sedihnya. Bahkan dia tidak lagi manggil Elena dengan sebutan sayang. "Ya, kau benar. Hidup menjadi seorang gelandangan lebih baik dari pada aku. Maafkan aku telah mengecewakanmu," ucap Fredrick.
Tidak ada lagi yang di lakukan Fredrick setelah itu. Dia tidak lagi membujuk Elena atau bahkan memeluk istrinya. Perlahan lututnya mulai berputar dan Fredrick mulai mengambil langkah kecil. Dia meninggalkan Elena sendirian di balkon kamar mereka.
Elena tidak berusaha mengejarnya. Dia hanya diam menatap punggung suaminya yang berlalu meninggalkannya. Dalam hati, Elena sadar bahwa dia telah melukai perasaan suaminya. Dia tahu bahwa Fredrick mungkin terluka oleh perkataannya namun, Elena tidak sanggup mengangkat kakinya dan mengejar suaminya. Sesuatu seolah menahannya hingga dia perlu membiarkan tubuhnya terkulai di lantai. Elena memeluk kedua kakinya. Air mata lantas lolos di pipinya, dia menangis. Menangis menyesali perbuatannya.
Fredrick masih terus berjalan dengan tatapan kosong. Ucapan Elena seakan meraung-raung di kepalanya membuat Fredrick terus merutuki dirinya dalam hatinya. Dia sungguh tidak menduga jika akan mendengar kalimat seperti itu dari mulut istrinya yang sudah bersamanya selama sembilan tahun. Fredrick memang seorang yang terkenal kejam oleh musuhnya namun, dia juga tidak menyangka jika dia akan frustasi dan sakit hati sedemikian rupa hanya karena perkataan dari wanitanya.
Fredrick seolah hanyut dalam lamuannya, hingga tanpa sadar saat ini Fredrick sudah berdiri di depan ruangan tempat Letty berlatih. Fredrick memalingkan wajahnya menatap ruangan dengan dinding kaca dan mendapati putrinya sedang memukul samsak kecil. Wajah Letty di penuhi keringat namun dia tetap semangat mengikuti instruksi pamannya. Seketika Fredrick teringat masa kecilnya saat dia dan Lucas berlatih dulu. Betapa sakitnya dia dan adiknya ketika mereka masih sangat kecil dan di latih memukul samsak kayu. Belum lagi ketika mereka di hadiahi cambuk oleh ayah mereka saat pukulan mereka meleset. Masa-masa itu sungguh menyeramkan dan sampai saat ini Fredrick masih bergidik ngeri ketika mengingatnya. Apa yang sedang di lihat Fredrick saat ini seolah adalah bayangan masa lalunya. Hatinya semakin sakit saat melihat jika dirinya dan ayahnya tidak ada bedanya. Mereka sama-sama monster yang membuat anak mereka menjadi mesin pembunuh dan itu semakin membenarkan ucapan Elena barusan.
Fredrick tertawa namun, matanya mengeluarkan air mata. Fredrick menggelengkan kepala saat membandingkan betapa dia lebih buruk dari ayahnya.
"Apa sebegitu mengerikannya menjadi seorang pemilik Van Der Lyn Group? Aku lebih memilih menjadi gelandangan tetapi hidup dengan tenang dari pada menjadi seorang miliuner tetapi memiliki banyak musuh."
Fredrick kembali teringat perkataan Elena. Dengan cepat dia meraih gagang pintu lalu berteriak, “Hentikan ….”
Letty menahan tangannya di udara ketika mendengar suara ayahnya sementara Lucas mengernyitkan dahi, dia tampak bingung. Anak buah Lucas pun berdiri untuk memberi penghormatan pada bos besar mereka.
“Fredrick?” gumam Lucas tampak heran.
Fredrick menghampiri putrinya. d**a Letty naik turun sebab napasnya tersengal-sengal. Fredrick ambruk dan jatuh di depan Letty.
“Maafkan aku nak, aku sudah memaksamu menjadi sepertiku …,” lirih Fredrick.
Lucas menaikan setengah alisnya, “Ada apa denganmu?” ucapnya.
Fredrick memalingkan wajahnya menatap adiknya, “Hentikan semua ini Lucas, ini seharusnya tidak terjadi. Aku membuat kesalahan,” ucap Fredrick.
Lucas begitu herannya melihat perubahan sikap kakaknya. Tidak biasanya Fredrick seperti ini dan lagi, dalam hati Lucas berpikir bahwa kakaknya tidak bisa mengatasi istrinya. Dia begitu tunduk pada istrinya dan itu kadang membuat Lucas kesal.
“Fred, aku tidak tahu apa yang terjadi padamu ta-“
"Kau akan berhenti menjadi prajuritku,” sergah Fredrick tanpa menghiraukan ucapan Lucas. Dia menatap putrinya yang terlihat kelelahan itu. “Kau tidak seharusnya melakukan ini. Ibumu benar nak, ini bukan kodrat kaum wanita," lagi kata Fredrick.
"Dad, aku menyukai ini. Aku senang menjadi prajuritmu, kau berjanji akan melatihku karena aku akan melindungi adik-adikku," ucap Letty. Dia begitu polos dan tak mengerti apapun.
"Tidak nak, aku salah. Aku yang akan melindungi kalian. Aku tidak akan mati sebelum aku bisa berguna untuk kalian. Sekarang hentikan semua ini," ucap Fredrick.
Letty diam. Dia enggan mengomentari ucapan ayahnya dan memilih menatap pamannnya berharap pamannya akan menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang bisa di mengerti anak berumur tujuh tahun. Tapi, Lucas nyatanya tidak mampu menjelaskan apapun. Dia langsung memanggil salah satu anak buahnya bernama Scarlett dan menyuruhnya mengganti pakaian Letty lalu menyuruh mereke membawa Letty ke dalam mansion.
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu, heh?" tanya Lucas.
Fredrick masih murung. Dia menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Kita tidak akan menyeret anak-anak kita dalam bisnis kotor ini Lucas, itu sebuah kesalahan.”
Lucas tersenyum kecut menanggapi ucapan kakaknya. "Apa yang terjadi pada seorang mafia yang begitu menyeramkan, hah? Kau sendiri yang bilang bahwa Letty istimewa, dia akan menaklukkan musuh-musuhnya nanti. Lihat apa yang kau lakukan sekarang, kau terlalu takut pada isterimu Fred. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya kita lakukan. Bukankah harusnya kau menghiraukan mereka? Dari pada itu, kau harus bisa menunjukan ketegasanmu Fred. Kau itu suami,” ucap Lucas.
"Aku bisa saja mengikuti ucapanmu tapi, dengan begitu aku akan menjadi monster seperti Albert. Aku tidak ingin menjadi ayah yang kejam dan tidak memiliki kasih sayang pada isteri dan anaknya. Aku sudah berjanji agar tidak menjadi sosok seperti Albert di mata keluargaku," ucap Fredrick.
Lucas mendengus kesal mendengar pembelaan kakaknya. Dia memang menyayangi Angelie tetapi dia tetap tegas pada isterinya. Tidak seperti Fredrick yang selalu tunduk pada kemauan isterinya.
"Terserah padamu Fred, aku tetap akan melatih calon anakku nanti. Walau mungkin dia terlahir sebagai seorang wanita. Aku melakukan itu semua demi kebaikan mereka. Kau tahu betapa kejamnya dunia yang kita jalani dan itu tidak akan berakhir begitu saja ketika kau tidak menginginkannya. Ingat Fred, kita sudah menerima semua dari ayah kita. Tidak ada jalan keluar dari semua ini selain meneruskan bisnis ini turun temurun,” ucap Lucas kemudian dia berbalik meninggalkan kakaknya.
Fredrick hanya mematung melihat ke depan. Pikiranya berputar antara Letty dan ucapan Elena yang begitu menyayat hatinya.
****
Waktu seolah bergulir lambat. Elena sejak tadi hanya diam di atas ranjangnya. Sejak tadi dia terus menangis. Dia marah, sedih dan kecewa. Dia marah karena suaminya tidak mau mendengarkannya tapi, dia juga sedih dan kecewa pada dirinya yang tidak bisa mengontrol mulutnya. Salahkah Elena yang hanya menginginkan putrinya hidup sesuai kodratnya? Salahkah Elena yang hanya menginginkan putrinya tumbuh menjadi wanita anggun? Apakah salah jika seorang ibu ingin anaknya tampil menjadi wanita yang anggun?
Mengapa suaminya tidak mau mendengarkannya? Mengapa suaminya menginginkan putri mereka menjadi kuat, apakah dia seorang mesin pembunuh?
Elena terus bertanya-tanya dalam hatinya. Jika saja Fredrick mau mendengarkan Elena, sudah pasti Elena tidak akan mengatakan sesuatu yang bisa menyakiti hati suaminya. Dia tentu sadar, perkataannya telah sangat menyakiti hati suaminya tapi, Elena juga tidak sepenuh hati mengatakan hal itu, tidak bisakah Fredrick memakluminya dan kembali membujuk Elena seperti biasanya?
Elena masih berkutat dengan hatinya lalu seseroang mengetuk pintu kamarnya.
“Nyonya …,” seru seseorang dari luar kamar. “Tuan dan nyonya muda menunggu anda di ruang makan, mereka tidak ingin makan tanpa ibunya, haruskah aku membawakan makan malam ke kamar anda dan mengajak tuan dan nyonya muda?”
Elena menarik dirinya dari kasur. Dia terlalu hanyut dalam kesedihannya hingga dia lupa jika dia punya dua anak yang harus di urus. Elena berdiri, lalu mengusap wajahnya dan berkata,
“Tidak perlu Marie, aku akan kesana.”
Elena membasuh wajahnya dahulu sebelum dia turun dan bergabung dengan adik iparnya dan kedua anaknya yang ternyata sudah menunggunya di ruang makan.
“Mommy ….” Letty dan Leonard terlihat gembira saat melihat ibu mereka.
Elena memaksakan senyum di wajahnya namun, keningnya mengerut saat tidak menemukan suaminya di ruangan makan. "Dimana Fredrick?" tanya Elena.
Angelie dan Lucas saling melempar tatapan.
“Kupikir dia sudah kemari, apa dia masih di tempat latihan?” ucap Lucas.
Elena menelan ludah sambil memalingkan wajahnya. “Akankah kau sangat marah padaku Fred? batin Elena.
"Kalian makanlah lebih dulu, aku akan mencari Fredrick,” ucap Elena saat dia hendak berdiri dari kursinya tiba-tiba tangan Letty menariknya.
"Aku ingin ikut mom,” ucap Letty.
"Tidak perlu sayang, kau harus menemani adikmu, kalian harus makan. Mom tidak akan lama," ucap Elena. Letty hanya mengangguk kemudian menghadap meja makan kembali.
Elena berjalan mengelilingi mansion megah ini sendirian dengan d**a yang berdebar-debar. Dia begitu gelisah, memikirkan sekiranya dimana suaminya itu. Elena terus berkeliling. Dia pergi ke halaman belakang tempat Letty berlatih menembak tadi siang. Sesuatu seolah menarik perhatian Elena, dia pun memicingkan matanya sambil berjalan mendekati papan bulat yang tengahnya telah di lubangi. Elena meraih papan itu lalu memengangnya.
"Apakah Letty yang melakukan ini?" gumam Elena. Dia berbalik dan melangkahkan kakinya ke arah selatan mansion megah ini. Terdapat sebuah ruangan yang hanya di terangi cahaya remang. Dia terus melangkah mendekati ruangan itu, saat dia sudah berada di samping ruangan itu dia melihat dari jendela kaca yang besar seperti dinding. Di samping kanan ruangan itu terlihat seorang lelaki bertelanjang d**a dan tubuhnya di penuhi keringat. Dia sedang memukul sebuah samsak tetapi terbuat dari kayu. Dia memukul-mukul samsak itu tanpa pengaman di tangannya hingga tangannya mulai mengeluarkan darah. Sorot matanya mengerikan seakan menyimpan kepedihan dan kesengsaraan yang begitu besar. Elena lantas membawa kedua telapak tangannya untuk membungkam mulutnya.
"Fredrick ...." gumamnya.
Seketika Elena ingat jika dia pernah melihat sosok mengerikan ini saat pertama kali mereka bertemu. Di sebuah jalan yang sepi saat mobil Elena di hentikan oleh beberapa gerombolan pria yang menaiki motor besar. Mereka menyuruh Elena untuk turun. Awalnya Elena tidak ingin turun namun, mereka memecahkan kaca mobil Elena bahkan menembakkan sebuah peluru ke udara. Dengan gemetar Elena turun dari mobilnya, betapa kagetnya dia saat seseorang mendorong tubuhnya di atas kap mobil dan berusaha menelanjanginya. Elena begitu takut sebab saat itu dia akan di lecehkan. Elena hanya memohon agar di beri pengampunan oleh pria-pria itu, namun tidak. Mereka terus merampas pakaian Elena satu per satu sehingga tidak menyisahkan sehelai benang pun. Saat seorang lelaki berusaha meniduri Elena di atas kap mobilnya, tiba-tiba seorang pria turun dari dalam mobil SUV dan dia langsung menghampiri Elena dan menariknya dari pria yang ingin menidurinya.
Dia ingat betapa beraninya pria yang melawan tujuh orang gerombolan penjahat dan menyelamatkan drinya. Bahkan dengan penuh tanggung jawab, pria itu dengan rela memungut pakaian Elena yang sempat lepas lalu memakaikannya lagi. Elena merasa berhutang budi pada pria yang sudah menyelamatkan hidupnya sepuluh tahun yang lalu.
Pria itu adalah Fredricksen Van Der Lyn, suaminya. Fredrick yang telah menyelamatkan Elena dan bahkan telah jatuh cinta dengan tulus padanya. Elena akirnya sadar jika selama ini Fredrick selalu memperlakukannya dengan baik dan menghormati Elena. Dia sadar jika selama ini Fredrick tak sekali pun membentaknya dan telah membuat Elena menjadi permaisurinya. Elena benar-benar menyesali perbuatannya.
Elena tak kuasa menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Dia menangis menyesali perbuatannya. Dia sadar bahwa Fredrick hanya ingin membuat Letty tidak mengalami nasib yang sama seperti Elena. Seandainya waktu itu Elena bisa menendang b****g para pria s****l itu, mungkin sesuatu yang mengerikan itu tidak akan terjadi pada Elena. Elena menyadari ke-egoisannya. Dia berlari meraih gagang pintu ruangan itu. Dia tidak sabar ingin berlutut dan meminta maaf pada suaminya.
"Fredrick ..." teriak Elena saat menyaksikan suaminya yang masih memukul-mukul sebuah gulingan kayu di hadapannya.
Fredrick berhenti saat mendengar suara itu, tetapi dia tidak berusaha melihat sumber suara itu. Dia masih berhadapan dengan samsak kayunya. Kemudian Elena berlari meraih punggung suaminya dan memeluknya dari belakang.
"Fredrick, maafkan aku. Maafkan aku sayang, kumohon maafkan aku. Aku menyesal sayang aku menyesal ...." lirih Elena dengan isakan tangis yang tiada hentinya. Fredrick masih diam, Elena merasakan tubuh Fredrick bergetar menahan amarah.
Fredrick benar-benar marah saat ini, namun amarahnya tidak dia tujukan pada istrinya namun pada dirinya sendiri yang adalah seorang k*****t. Fredrick berbalik, dia tidak tahan melihat Elena menangis
"Ssshhhh ...." Fredrick membawa tangan kekarnya membungkus tubuh Elena dan menariknya ke pelukannya. Elena dapat merasakan detak jantung Fredrick yang berpacu sangat kuat, bahkan keringat di tubuh Fredrick menempel di wajah Elena bagaikan siraman air hujan. Elena terus menerus menangis.
"Maafkan istrimu yang kasar dan bodoh ini Fred, maa—" ucapan Elena terhenti saat Fredrick dengan cepat menangkupkan wajah Elena dan membungkam bibir Elena dengan bibirnya.
Pipi Elena di penuhi air mata, dia tidak menyangka bahwa suaminya masih mau menciumnya. Dia pikir Fredrick akan memarahinya bahkan memukulinya, namun tidak. Fredrick tetaplah seseorang yang mampu menenangkan Elena.
Fredrick melepas ciumannya. Jarinya berada di wajah Elena, dengan lembut menghapus air mata Elena
"Kenapa kau berkata begitu Elena? Kau tidak melakukan apapun padaku. Kata maaf tidaklah pantas keluar dari bibirmu," ucap Fredrick. Dia memeluk isterinya yang masih mengeluarkan air mata, dia menenangkan isterinya dengan pelukan hangatnya dan membawa sebelah tangannya mengusap rambut Elena. Elena memeluk erat tubuh Fredrick seakan tak mau kehilangannya
"Aku bersalah sayang, tidak seharusnya aku berkata lancang padamu. Dalam sekejap aku lupa akan pengorbananmu untukku. Aku kalut, ak—" ucapan Elena kembali terhenti saat Fredrick kembali melumat bibir Elena. Kali ini lebih lama dan lebih dalam. Tatapan Fredrick perlahan melembut seiring detak jantungnya yang mulai normal. Ia kembali pada sosoknya yang lembut, penyayang sekaligus penenang.
"Sudah ku bilang, kau tidak bersalah, sayang." Itu dia ‘sayang'. Panggilan romantis itu kembali keluar dari bibir Fredrick, membuat Elena merasa dicintai kembali. Elena benar-benar menyesal telah membuat Fredrick merasa tersakiti oleh kata-katanya.
"Kau benar sayang, aku memang tidak lebih baik dari seorang gelandangan,” ucap Fredrick menatap ke dalam mata Elena, seakan mengisyaratkan bahwa dirinya memanglah seorang k*****t.
Elena menggeleng, "Maafkan aku sayang, aku tidak bermaksud menyakiti perasaanmu." Elena ingin sekali menarik kembali kata-katanya yang telah menyakiti suaminya.
Fredrick menggeleng pelan, "Kau belum tahu sepenuhnya siapa aku, jika kau tahu mungkin kau benar-benar akan meninggalkanku,” ucap Fredrick.
Seolah memberi isyarat pada Elena jika di masa depan Elena kembali akan terluka oleh kelakuan Fredrick. Entah Elena menyadarinya atau tidak tetapi, ucapan Fredrick barusan adalah sebuah isyarat bahwa dirinya memang merencenakan sesuatu untuk putrinya. Namun, bagi Elena, saat ini dia tidak ingin mengetahui apa pun yang merupakan rahasia Fredrick. Saat ini dalam pikirannya hanyalah bagaimana agar Fredrick masih tetap menyayanginya.
"Aku tidak perduli Fredrick. Sekalipun kau seorang penjahat aku tidak peduli. Bagiku kau adalah malaikat penyelamat yang dikirimkan Tuhan untukku. Maaf, aku seolah terlambat menyadarinya. Aku bahagia bisa bersamamu sayang, kau menerima aku disaat aku berpikir tak seorang pun mau menerimaku. Aku mencintaimu," ucap Elena dengan lemahnya kepada suaminya.
Mulai saat ini Elena hanya ingin menjadi istri yang menghormati suaminya. Dia juga akan mencoba percaya pada suaminya sebab, Elena yakin Fredrick akan melindungi putri mereka dan mungkin Fredrick hanya ingin yang terbaik untuk keluarganya.
“Kau tidak tahu seberapa beruntungnya aku memilikki dirimu, Elena. Aku hanya mencitaimu dalam hidupku tapi kau memberi hidupmu untukku,” ucap Fredrick memuji istrinya.