Elena masih menangis tersedu-sedu di pelukan Fredrick. Padahal, dia sempat diam sesaat ketika Fredrick menghiburnya namun, kembali ia menitihkan air mata saat Fredrick membawanya ke dalam mansion dan saat ini, mereka sudah berada dalam kamar utama mansion megah ini.
"Sssshhhh..." Fredrick kembali menggumamkan kalimat itu untuk yang kesekian kalinya. Dia membawa bibirnya ke puncak kepala Elena. Fredrick masih berusaha membuat istrinya tenang.
"Berhentilah menangis, sayang. Apa kau tidak kasihan pada bayi kita? Dia pasti sedih melihat ibunya menangis. Katakan, apa yang harus aku lakukan," lagi ucap Fredrick. Elena hanya diam. Dadanya sesak bahkan tenggorokannya tercekat sekarang. Dia hanya mampu menggeleng. Elena masih merasa bersalah. Dia merasa sangat bodoh sempat membandingkan Fredrick dengan seorang gelandangan, padahal Fredrick adalah penyelamat hidupnya.
Fredrick menangkupkan wajah Elena. Menggenggam wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu berkata, "Kau sudah makan?"
Elena hanya menggeleng, dia masih berusaha agar air mata tidak lagi jatuh dari matanya dan mengatur pernapasannya yang mulai sesak.
"Oh sayangku, bagaimana bisa kau melupakan makan malam, huh?" ucap Fredrick. Nada suaranya lembut namun, ada rasa khawatir yang teramat dalam di hati Fredrick. Dia sungguh tidak ingin istrinya berlarut dalam kesedihan dan terus menyalahkan dirinya sendiri.
Elena tidak menjawab. Dia hanya diam dan menatap mata suaminya. Mereka saling menatap, lebih lama dan lebih dalam hingga Fredrick mendaratkan bibirnya di bibir Elena lalu mengulum bibir Elena dengan lembut. Ciuman mereka menjadi lebih basah, sampai suara seperti petir namun pelan menggelegar memecah kesunyian mereka. Elena dan Fredrick melepaskan ciuman mereka dan bertatap muka lalu mereka terkekeh bersama saat mengetahui dari mana datangnya gemuruh barusan.
"Kita tidak bisa bersenggama jika perutmu kosong, sayang," ucap Fredrick dengan nada menggoda. Elena hanya bisa tersenyum menanggapi perkataan suaminya.
"Tunggu, aku akan menelepon ke bawah dan menyuruh Marie membawakan makanan,” ucap Fredrick. Elena hanya mengangguk.
Fredrick meraih gagang telepon di atas nakas lalu menekan angka untuk menghubungi pelayan rumah, "Marie bawakan makanan di kamar kami," ucap Fredrick. Dia tidak membutuhkan jawaban dari pelayan rumah dan langsung menaruh gagang telepon ke tempatnya semula. Dia lalu kembali pada Elena dan memeluknya. Pasangan suami istri ini kembali bermesraan setelah sesaat yang lalu mereka bertengkar hebat. Elena juga semakin melunak. Dia bahkan memeluk erat tubuh suaminya seakan takut pelukan itu kembali meninggalkannya.
"Fred …,” panggilnya tanpa melihat wajah Fredrick. Suaminya hanya bergumam lalu Elena melanjutkan, “Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu berdua."
"Apa kau ingin kita pergi kencan sayang?" tanya Fredrick sambil mengelus rambut cokelat Elena.
"Aku ingin, tapi kita sudah tidak bisa kembali ke masa-masa saat kita pacaran dulu. Sekarang kita sudah memiliki Letty dan Leo, kita tidak bisa meninggalkan mereka," ucap Elena.
"Mereka punya banyak pengasuh, sayang. Lagi pula, mereka sering sekali mengacaukan waktu berdua kita, jika saja mereka Lucas atau Rodres sudah ku hajar mereka," canda Fredrick yang berhasil membuat Elena tertawa. Elena membawa jarinya mencubit bisep suaminya.
"Mereka anakmu Fred, kau jahat sekali, heh?" ucap Elena di sela-sela tawanya. Fredrick senang akhirnya Elena bisa tertawa lagi. Suasana mencair berkat lelucon konyol Fredrick namun, percayalah, momen seperti inilah yang membuat mereka bahagia. Terlepas dari perbedaan pendapat yang mereka miliki, Fredrick dan Elena tetap menjaga keharmonisan rumah tangga mereka.
Ketika mereka saling melepas tawa dengan candaan ringan bahkan kekonyolan Fredrick tiba-tiba seseorang mengetuk pintu, "Permisi, tuan, nyonya besar, makanan sudah siap," ucap seseorang dari luar. Fredrick mengambil posisi duduk dan Elena mengubah posisinya dengan menyandarkan kepalanya di headboard.
"Silahkan bawa masuk Marie," ucap Fredrick.
Pelayan bernama Marie itu masuk. Dia membawa serta beberapa pelayan yang lain. Mereka membawa sebuah meja dorong berbentuk bulat seperti yang sering di gunakan di restoran berbintang. Para pelayan mulai menghidangkan makan malam dia atas meja dan mengaturnya dengan sangat baik agar terlihat layaknya hidangan makan malam romantis.
"Apa ada lagi yang tuan dan nyonya butuhkan?" tanya Marie kepala pelayan di mansion mewah ini.
"Tidak ada Marie, kalian boleh keluar, dan tolong katakan pada Naomi dan Charlotte untuk menidurkan Letty dan Leo," ucap Elena.
"Baik nyonya, kami permisi," ucap Marie. Kemudian seluruh pelayan membungkuk 90 derajat sebelum meninggalkan pasangan suami isteri itu.
"Ayo, kita makan, sayang.” Fredrick berdiri dari ranjang, “Biar kubantu,” ucap Fredrick. Fredrick menarik tubuh Elena dengan hati-hati. Elena semakin sulit berdiri sendiri sebab perutnya semakin membesar, untuk itulah Fredrick yang begitu peka terhadap istrinya bersedia sepenuh hati untuk terus membantu istrinya.
Fredrick menuntun Elena hingga ke meja makan. Dia tidak melepas tangannya sampai Elena duduk di salah satu kursi yang telah di sediakan para pelayan. Setelah Elena duduk, Fredrick mengambil kursi yang berhadapan dengan Elena dan memindahkannya di samping istrinya. Elena yang sejak tadi memperhatikan, hanya bisa menaikan setengah alisnya melihat betapa sibuk suaminya memindahkan kursi ke sampingnya.
Fredrick mendongakan kepala dan langsung bertatapan dengan Elena.
"Aku hanya ingin duduk di dekatmu nyonya Van Der Lyn, untuk menyuapinya," ucap Fredrick. Dia tersenyum membuat Elena tersipu malu. Elena terkekeh sambil menggelengkan kepala. Dia berusaha menyembunyikan debaran di dadanya.
"Fred, ku rasa kau lupa bahwa umur kita sudah tua. Apa kau tidak malu?" ucap Elena dengan nada meledek. Fredrick menggeleng sambil menunggingkan senyuman,
"Sayang, kau ingin kita berkencan bukan? Malam ini kita akan makan malam berdua sambil benostalgia. Kau ingat, dulu aku selalu menyuapimu saat kita makan malam. Kau sibuk mengutak-atik ponselmu sehingga kau lupa bahwa kita sedang dinner, dan aku yang selalu menyuapimu saat kau lupa bahwa di depanmu ada aku dan makanan yang telah menangis karena tidak kau makan," ujar Fredrick.
Elena memajukan wajahnya dan sambil menopang dagunya dia menatap wajah suaminya lalu berkata, "Begitukah?”
Fredrick mengulum bibirnya sambil mengangkat setengah bahunya.
"Kalau begitu … bisakah kau melakukannya lagi, tuan Van Der Lyn yang tampan?" ucap Elena dengan nada menggoda. Astaga, Elena tidak tahu betapa manisnya dia di mata suaminya sekarang. Fredrick sangat menyukai sifat manja Elena saat mereka pacaran dulu. Sekarang, Fredrick seolah melihat sosok manja itu setelah sekian lama.
"Dengan senang hati, nyonya besar," ucap Fredrick.
Dengan hati-hati namun tetap menjaga pesonanya, Fredrick mulai mengambilkan makanan untuk istri tercintanya. Menyuapi istrinya adalah hal paling menyenangkan yang akan di lakukan Fredrick malam ini. Fredrick dan Elena kembali menikmati quality time setelah sekian lama. Jika di hari-hari sebelumnya mereka sangat jarang berduaan oleh karena gangguan dua anak mereka tapi, malam ini, di dalam kamar mewah mereka, dua insan yang sebelumnya saling berdebat akhirnya kembali bersama. Duduk sehidangan dalam makan malam sederhana namun sangat berkesan. Saling membagi perhatian dan saling melontarkan kalimat memuja. Sungguh, Elena dan Fredrick benar-benar bahagia malam ini.
Di tengah makan malam mereka yang romantis dan dipenuhi canda tawa, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu, membuat makan malam mereka terhenti sejenak.
"Fred, bisa kita bicara?" seru seseorang dari luar kamar.
"Tunggu aku di ruang kerja," sahut Fredrick.
Tidak ada jawaban lagi dari luar. Fredrick kembali melanjutkan makan malam mereka. Kini giliran Elena menyuapi Fredrick.
"Aku sudah kenyang, sayang ...," keluh Fredrick saat Elena kembali menyodorkan sendok yang berisi makanan di mulut Fredrick.
"Kau menyuruhku untuk menjaga kondisi, lihat apa yang kau lakukan. Tadi kau begitu bersemangat untuk makan namun sekarang?" ucap Elena sambil mendengus kesal.
"Oke, oke honey, satu suapan lagi. Kau tahu, jika aku terlalu banyak makan dan badanku membesar kau akan merasa berat saat aku menindihmu,” ucap Fredrick dengan nada menggoda. Elena memerah karena ucapan Fredrick. Dia melarikan tangannya mencubit perut sixpack Fredrick.
"Awh …." Fredrick meringis kesakitan.
"Berhentilah menggodaku dan makanlah Fred!" kecam Elena.
"Ya, baiklah nyonya besar." Fredrick menyerah dan memilih menghabiskan makananya.
Makan malam mereka selesai ketika Fredrick menghabiskan makanannya. Fredrick kembali memanggil para pelan untuk membersihkan kamar mereka. Kemudian Fredrick membawa Elena ke ranjang dan menidurkan istrinya di sana.
"Fred, apa kau akan pergi sekarang?" tanya Elena menatap mata Fredrick dengan tatapan sayu.
"Tentu saja tidak. Aku akan menemanimu, kencan kita belum berakhir, sayang." Fredrick merebahkan dirinya di samping Elena. Dia mengulurkan tangannya dan meraih tubuh Elena sedangkan kepalanya bersandar di head board.
"Fred …." panggil Elena
"Mmmm?" jawab Fredrick.
"Terima kasih sudah mau bersabar dengan kelakuanku. Aku sangat kurang ajar padamu dan tidak sering aku berkata kasar, dan tidak menghormatimu sebagai suami dan kepala keluarga,” Elena mendongakan kepalanya menatap suaminya lalu kembali melanjutkan, “Terima kasih sudah menjadi suami dan ayah yang baik untuk kami.”
Fredrick menggeleng pelan lalu meraih tangan istrinya dan mengecup punggung tangan Elena.
"Akulah yang berterimakasih karena kau sudah menerima aku sebagai suamimu. Aku bukanlah apa-apa jika tanpa kalian." Fredrick balas memuji isterinya. Dia beralih mencium punjak kepala Elena dan mengelus rambut cokelatnya.
Elena memejamkan mata. Dia merasa terlalu lelah hari ini. Setelah seharian menangis tubuhnya mulai terasa lunglai. Elena memejamkan mata menikmati sentuhan Fredrick. Fredrick menemani istrinya sampai Elena tertidur, kemudian dia membaringkan Elena ke ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
Fredrick berdiri dari ranjangnya. Dia keluar dari kamar tidur dan berjalan menghampiri kedua anaknya yang telah tertidur pulas di kamar mereka. Fredrick menghampiri keduanya untuk sekedar memberi mereka kecupan sebelum Fredrick melanjutkan menemui adiknya, Lucas.
Fredrick menuju ruang kerja mereka dan mendapati Lucas dengan wajah tegang tengah serius menatap layar monitor di depannya.
"Terjadi sesuatu?" tanya Fredrick.
Lucas akhirnya bergeming. Sepertinya dia baru menyadari keberadaan kakaknya. Dia berdecak sebentar lalu beralih menuangkan Martini kedalam selokinya. Lucas menghembuskan napas berat, dia terlihat kacau dan sedikit frustasi. Fredrick mengerutkan dahi melihat raut wajah Lucas.
"Kita harus kembali ke New York secepatnya.” Lucas menaruh selokinya di atas meja lalu melanjutkan, “Bruce memberitahu bahwa tempat tinggalmu di teror dengan sebuah bom, dan pelakunya," Lucas menatap wajah Fredrick dengan tatapan serius lalu kembali berkata, "Anak buah Marthin Oliver.
Fredrick terkekeh lalu mendecih kemudian menggelengkan kepala. Seolah sesuatu yang di dengarnya barusan bukan hal yang patut di cemaskan. Bahkan dia teramat santai untuk tidak langsung mengomentari ucapan adiknya. Dia beralih mengambil Martini dan memenuhi selokinya dengan minuman itu.
"Kupikir CIA telah mengetahui bisnis ilegalku, wajahmu terlalu takut." Fredrick menggeleng sambil terus tersenyum sinis. "Dia hanya tikus kecil Luke," lanjut Fredrick. Dia meneguk minumannya sebelum dia terduduk di depan Lucas.
"Tapi, dia mulai curiga, Fred. Bruce juga mengatakan bahwa Marthin seperti mengetahui sesuatu, dia curiga padamu. Mungkin dia sedang mengawasi kita, dia bahkan bertemu dengan William Horman di kediaman Horman. Anak buahnya menjaga kediaman Horman dengan ketat, artinya dia tidak main-main, Fred …, kita tidak boleh menyepelekan masalah ini," ujar Lucas.
Fredrick kembali mendecih.
"Aku bisa saja melenyapkannya hanya dengan hitungan detik. Namun, dia harus tetap hidup untuk merasakan kesengsaraan. Aku akan membuat perhitungan dengannya, hingga dia menyesal pernah meremehkan seorang Fredricksen Van Der Lyn," ucap Fredrick. Kemudian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang di kontaknya. Tidak sampai dua detik seseorang sudah berbicara di seberang telepon.
“Selamat malam, tuan. Ku rasa tuan sudah mendengar beritanya. Berikan saja aku perintah dan aku akan membereskannya dengan cepat,” ucap suara di seberang telepon
"Kumpulkan seluruh pimpinan sesuai wilayah teritori mereka, termasuk Jhony dan Cyclops. Kita bertemu di markas tepat pukul tujuh malam. Panggil semua mata-mata kita,” ucap Fredrick.
"Baik Tuan," jawab suara di seberang telepon.
Fredrick meletakan ponselnya di atas meja lalu berkata, "Suruh seluruh pelayan mengemasi barang-barang. Kita akan berangkat besok pagi. Hubungi Stephen siapkan jetku."
Lucas mengangguk dan tanpa menyahuti ucapan kakaknya, Lucas langsung melaksanakan perintah kakaknya.
"Kau akan menyesal Oliver, kau harus tahu kau berursan dengan siapa," gumam Fredrick.
Fredrick meremas selokinya dan menimbulkan keretakan di sana sebelum seloki itu berakhir hancur di atas meja kerjanya.