37. Changes

3991 Kata
Letty POV _________ Satu bulan telah berlalu sejak kejadian di Miami yang begitu menguras tenaga dan pikiranku. Satu bulan berlalu dimana akhirnya aku telah mengetahui rahasia di balik bisnis Van Der Lyn group. Rahasia dari ayahku, Fredrick. Sosok yang selama ini menjadi heroik dalam benakku ternyata tidak lebih dari seorang bandar narkoba yang bersembunyi di balik topeng CEO-nya, dan aku sendiri satu-satunya putri Fredrick yang di paksa dan terpaksa menjadi penerus ayahku. Aku telah membuktikan bahwa aku juga seorang 'mafia' dengan berhasil mengirimkan gundukan paket narkoba bahkan dengan tega menghabisi nyawa orang tidak berdosa. Betapa kejamnya dunia ini yang memposisikan ayahku sebagai seorang kriminal. Albert kakekku dialah orang yang patut di salahkan karena dia yang memperkenalkan bisnis haram ini kepada ayah dan paman Lucas. "Apa kau sudah siap?" Suara lembut itu kembali menyapaku saat aku termenung merenungi nasibku. Fredrick telah memberikan identitas baru untukku. Hari ini, aku akan ke Inggris. Pesawatku akan berangkat nanti malam dan pagi ini aku mulai membereskan barang-barangku. Aku meyakinkan diriku bahwa inilah keputusan yang tepat. Sebuah kehidupan baru di London telah menantiku. Prioritasku adalah pendidikan. Aku akan mengambil segala potensi yang di miliki Imperial College London. Salah satu universitas paling bergengsi di Inggris, lulusannya pun termasuk dalam sepuluh yang paling di cari di dunia. Banyak anak pengusaha dari berbagai belahan dunia menimba ilmu di sana, termasuk aku. Jujur saja aku tidak terlalu suka dengan dunia bisnis. Tapi, ini bukan demi diriku. Ini demi menyelamatkan ayahku agar keluargaku tidak hancur. Aku tidak ingin melihat ayahku mendekam di penjara. Aku akan buktikan bahwa aku akan berhasil mendapat gelar sarjana di sana dan kembali ke New York untuk membantu ayahku menaikkan sahamnya dan mengembangkan perusahaannya. "Ya, aku sudah selesai mengemasi barang-barang yang akan aku bawa. Oh iya, dimana dad? Aku perlu bicara dengannya," ucapku sambil mengistirahatkan tubuhku di atas ranjang sementara mom memeriksa tas berisi dokumen yang akan aku bawa ke London. "Aku tidak melihatnya saat bangun. Sepertinya dia ada di ruang kerjanya sebab kata Marie ayahmu sempat menyuruhnya membuatkan kopi tadi pagi," ucap Mom tanpa melihat ke arahku. Dia terlalu sibuk membaca file berisi data diriku yang baru. "Baiklah, aku akan menemuinya," ucapku sambil berdiri dan segera keluar dari kamarku. Berjalan santai menuju ruang kerja ayahku di lantai tiga mansion ini. Aku memencet bel kemudian pintunya terbuka menampakan wajah dad yang sangat serius sambil terus menatap ke arah layar monitor. "Selamat pagi, Dad," ucapku dengan sapaan yang lembut dan senyuman yang tulus. "Selamat pagi, sayangku." Dad membalas sapaanku sambil tersenyum namun matanya tetap tertuju pada layar monitor. Aku berjalan mendekati dad, aku ingin tahu apa yang membuat dad begitu serius sampai tidak melihat ke arahku. "Apa itu, Dad" "Hanya memeriksa email yang baru dikirimkan Delinda, sepertinya laporan keuangan yang harus segera aku tanda tangani," ucap Dad santai, kemudian dia menutup laptopnya dan memutar tubuhnya hingga kini kami saling berhadapan. Dad tersenyum padaku, senyumanya begitu tulus dan sepertinya aku baru melihat senyum itu kembali setelah belakangan ini kami saling berseteru, aku membalas senyum dad dengan sedikit kecupan di pipinya sebagai pertanda bahwa kami sudah tidak bermusuhan lagi. "Dad, kau tahu, aku akan meninggalkan New York malam ini. Aku hanya ingin memastikan apakah situasinya akan berjalan sesuai yang aku rencanakan. Maksudku, apakah kau sudah menemukan gadis yang mirip denganku dan akan menjadi dirik, menggantikan posisiku disini sementara aku berada di belahan benua lain?" ucapku. Dad, tampak berpikir sejenak. Terlihat dari garis keningnya yang saling bertemu, bahkan dad sempat menarik nafas panjang sebelum kemudian berucap, "Letty, kau tidak perlu memikirkan semua itu. Aku menyetujui permintaanmu karena kau telah membuktikan kesetianmu padaku. Aku sudah membuatkan bukan hanya sekedar paspor dan visa. Tapi juga sebuah identitas baru sesuai keinginanmu. Sekarang namamu adalah Letty Murphy. Ayahmu Sccot Murphy seorang dokter gigi dan ibumu Clyren Hemsworth seorang dosen literasi di Oxford. Aku mengirim dua orang anak buahku Scarlett dan Jhony, mereka akan menjadi orang tuamu disana." "APA?" Aku memekik. Aku kaget saat mendengar nama dua orang itu. "Yang benar saja, kenapa kau harus mengirim dua orang itu untuk mengawasiku. Aku hanya butuh Chester saja yang ikut denganku." "Ohya, Chester adalah kakakmu, sayang. Dia juga akan ikut denganmu." Dad memotong ucapanku. "Dad ...." Aku merengek seperti bayi di hadapan dad. Dad meraih tanganku. "Letty, dengarkan aku. Scarlett dan Jhony hidup dengan penyamaran. Mereka terbiasa menjalani hidup dengan berganti-ganti identitas. Bukan hal yang sulit bagi mereka jika kali ini mereka menyamar. Jika kau memilih orang di luar orang kepercayaanku maka kau juga harus bersiap jika suatu saat nanti identitasmu akan terbongkar. Kau membuat permintaan, dan aku mengabulkannya. Tapi aku juga tidak ingin kau benar-benar hidup sebagai Letty Murphy dan kau lupa bahwa kau seorang Van Der Lyn. Percayalah, nak ini juga demi kebaikanmu," tutur dad. Aku berpikir sejenak menimbang perkataan dad yang ada benarnya. Dad benar, Jhony dan Scarlett memiliki loyalitas yang tinggi pada dad. Mereka juga sudah seperti keluargaku, jadi tidak sulit bagiku membangun kemistri dengan mereka. Lagi pula, toh aku akan tinggal di apartemenku. Jhony dan Scarlett hanya akan mengawasiku dari Chesterton. "Baiklah, aku setuju, asal mereka tidak menjadi penguntit. Aku tidak ingin Dad terlalu mengawasiku di sana. Aku juga ingin menikmati masa mudaku disana," ucapku. Dad hanya membalasnya dengan tersenyum. Kuharap aku bisa mempercayai perkataan dad, begitu juga sebaliknya. **** London, England. Agustus 2014. ______________ Setelah berada dalam pesawat selama delapan jam, akhirnya kami sampai di London. Hidupku terasa baru di mulai hari ini. Ya, hidupku yang sekarang sebagai Letty Murphy akan di mulai hari ini. "Nyonya muda, apa kita langsung ke hotel saja? Aku sudah memesan 3 suite room di Luxury Hotel. Tapi, jika anda ingin makan malam di luar kami akan mengantar anda," ucap Scarlett. "Aku ingin langsung istirahat di hotel. Aku akan lihat apakah aku akan makan malam atau tidak," ucapku. Scarlett hanya mengangguk kemudian dia segera menelepon Jhony dan menyuruhnya menyiapkan mobil. Beberapa saat menunggu di depan bandara, Jhony lalu datang dan kami langsung menuju hotel yang di maksud Scarlett. "Oh iya, Scar mulai sekarang kau adalah ibuku dan Jhony ayahku. Kalian tidak perlu memanggil aku nyonya muda lagi. Cukup panggil aku Letty, dan perlakukan aku layaknya seorang anak bukan majikan. Tidak perlu bersikap formal, itu hanya akan membuat orang lain merasa aneh. Jadi mulai sekarang perbiasakan diri kalian untuk mulai memanggil namaku," ucapku. Scarlett hanya mengangguk. Aku tidak yakin saat dad bilang mereka berdua akan menjadi orang tuaku. Namun melihat kelihayan mereka dalam penyamaran kurasa mereka tidak akan menemui kesulitan. DRRT ..... Ponselku bergetar dan tertera nama mom di layar ponselku. Aku langung menekan ikon terima untuk menjawab telepon mom. "Mom," "Kau sudah sampai?" Suaranya terdengar lembut namun khwatir. "Ya, kami sedang menuju ke hotel," jawabku. "Apa kau baik-baik saja. Dengar Letty jika kau berubah pikiran kau bisa-" "Mom, aku baik-baik saja. Percayalah aku bisa mengatasi semua ini, berhentilah terlalu khawatir, itu hanya akan membuatku ragu telah mengambil keputusan ini." "Aku khawatir padamu, nak. Ini terlalu tiba-tiba untukku." "Mom, kau sudah janji untuk mendukungku jadi teruslah lakukan itu jangan buat aku lemah dengan kata-katamu." Mom terdengar menghembuskan nafas panjang. Aku tahu dia sangat khawatir karena ini pertama kalinya aku berada jauh bahkan sangat jauh dari rumah. Semua ibu akan merasakan hal yang sama dan aku mengerti itulah yang sedang di alami mom. "Aku akan meneleponmu tiap hari dan memberitahukan apa yang terjadi padaku, tidak perlu khawatir, oke." "Hmph ... baiklah. Jaga dirimu disana." "Kalian juga," ucapku. Kemudian aku mematikan sambungan telepon. Hahhhh ... Seperti bernafas lega, aku sudah mengambil keputusan besar dan aku tidak boleh mundur lagi. **** Lima belas menit kemudian akhirnya kami sampai di hotel, sebelum turun dari mobil Scarlett menyuruhku memakai kaca mata hitam dan topi. Aku belum sempat mengubah penampilanku karena banyak hal yang harus ku persiapkan sebelum datang kemari. "Ayo kita turun," ucap Scarlett, kami langsung turun sementara Jhony memarkirkan mobil. Aku dan Scarlett langsung menuju meja resepsionis untuk reservasi. Lima menit kemudian kami, menuju lift untuk ke kamar. nahAku langsung berbaring saat tubuhku menyentuh kasur. Entah mengapa tubuhku terasa begitu lelah, ku lihat ini hampir pukul tiga pagi. Pantas saja aku merasa sangat mengantuk. Aku merasa mataku mulai melemah, hingga aku tak kuasa lagi untuk tidak memejamkan mataku. ***** Aku membuka mataku dengan malas saat cahaya matahari menelusup dari balik tirai jendela, seakan memaksaku untuk segera bangun dan berdiri. Aku segera berdiri, dan ku panjatkan syukurku pada Yang Maha Kuasa karena telah memberikanku kesempatan untuk bisa menikmati hari ini. Segera aku berdiri dan berjalan menuju jendela kamar, aku membuka tirai kamarku namun aku cukup kaget saat bertatapan langsung dengan cahaya pagi hingga aku harus menutup wajahku dengan sebelah telapak tanganku. Setelah aku merasa bahwa mataku bisa menyesuaikan dengan cahaya, aku mulai membuka mataku perlahan dan menatap bangunan-bangunan di sekitar hotel. Pemandangan Kensington Palace begitu mengundang mata untuk melihat, jajaran bangunan dan museum kerajaan juga merupakan pemandangan indah dan unik untukku. TING TONG Tiba-tiba bel berbunyi, aku langsung menuju ke arah pintu dan membukanya. "Selamat pagi, Letty," ucap Scarlett. Dia terlihat seksi dan rapi dengan balutan kemeja sutera berwarna pink dengan dua kancing kemejanya yang tidak di kunci di tambah rok hitam ketat dan kacamata berbentuk kotak, persis terlihat seperti seorang sekertaris perusahaan. "Scarlett?" Aku mengucek mataku berusaha meyakinkan bahwa yang di hadapanku adalah Scarlett. "Bukan, aku Clyren dan aku ibumu. Sekarang sudah pukul sembilan. Aku datang untuk menyuruhmu mandi dan segera bersiap. Kita akan sarapan bersama," ucap Scarlett. Gayanya sudah seperti mom, mungkin mom sudah melatihnya sebelum datang kemari. Hufght ... rasanya aku sangat merindukan mom. "Letty?" panggil Scarlett lagi. "Ya, baiklah aku akan mandi," ucapku dengan malas, kemudian segera menutup pintu kamarku. Semalam Scarlett masih bersikap formal, tidak ku sangka secepat itu dia berubah menjadi sosok seorang ibu. Sikapnya juga tidak jauh berbeda dengan mom, baguslah itu berarti dad tidak salah pilih orang, mereka memang bandit profesional. Aku menyalakan shower dan segera berendam di bathup. Aku memejamkan mataku, dan membasuh setiap inci kulitku dengan sabun. Hahh ... rasanya masih tidak percaya. Aku sudah tidak berada di rumah besarku lagi, sebentar lagi aku juga akan hidup sendiri di apartemen. Aku masih merindukan kehidupanku di New York, dan jujur saja aku masih ingin menjadi CIA. Andai saja waktu itu aku tidak memberitahu dad tentang rencanaku, mungkin saja sekarang aku sudah berada di Langley. Tapi, bagaimana dengan dad? Mungkin juga tugas pertamaku adalah memata-matai Black Glow itu artinya aku sendiri yang akan membuat dad di penjara. Itu tidak bisa terjadi, ayahku bukanlah penjahat dia hanya korban dari ketamakan Albert. Aku juga tidak ingin melihat ibuku menangis dan keluargaku hancur. "Arggghhh ...." Tanpa sadar aku menggeram frustasi. Pemikiran-pemikiran ini membuatku stres, aku butuh hiburan. Aku segera membersihkan diriku dan kemudian keluar dari kamar mandi dan segera ke walk in closet untuk memilih-milih baju. Aku memilih skinny jeans dan t-shirt putih dan segera memakainya, beralih ke meja rias aku memilih untuk memoles make up simple dan segera memilih sepatu boot yang cocok untukku. Sepuluh menit kemudian aku sudah selesai berdandan. Ku ambil duffle bag berwarna hitam agar senada dengan warna sepatu bootku. Aku kembali bercermin untuk memastikan bahwa penampilanku sudah oke. Setelah selesai aku segera mengambil ponselku di atas nakas. "Eh?" Ada panggilan tak terjawab dari mom dan dad, aku memilih untuk menelpon dad terlebih dahulu karena semalam aku sudah bicara dengan mom. "Selamat pagi, Letty," ucap dad dengan nada antusias, sepertinya moodnya sedang baik. "Selamat pagi Dad, bagaimana kabarmu?" "Aku baik, sayang. Bagaimana dengan mu? Kau menikmati kota London?" "Aku baik. Apa maksudmu? Aku baru tiba tadi subuh, aku belum sempat keluar kamar hari ini," ucapku dengan sedikit bercanda. Dad terkekeh dari seberang telepon, aku ikut tersenyum mendengarnya. "Aku hanya ingin tahu kabarmu, nak. Jaga dirimu di sana, lakukan yang ingin kau lakukan dan jangan kecewakan aku." Tiba-tiba saja aku merasa seperti sedang di ancam, sialan. Apa maksudnya itu, apa dia sedang mengingatkan aku untuk tidak kabur. Dasar mafia! "Kau tidak perlu takut aku akan kabur, Dad, aku tetap berada dalam pengawasanmu." Dad tergelak. "Aku sepenuhnya percaya padamu. Baiklah kalau begitu, semoga harimu menyenangkan," ucap dad lalu dia memutuskan panggilan teleponnya. "Cih, apa maksudnya itu." Aku memutar mataku malas, dan segera menelepon mom. Mom mengangkat pada nada sambung ketiga. "Letty?" "Hei mom, apa kabar" "Baik sayang, aku sedang menemani Lennox mengikuti kelas bahasanya. Apa kau baru bangun? Kenapa tidak menjawab teleponku tadi?" "Aku sudah lama bangun. Hanya saja tadi aku sedang mandi saat Mom menelepon. Sekarang aku sedang bersiap-siap. Aku akan kesalon untuk memotong rambutku. Aku ingin mengubah penampilanku agar tidak ada yang mengenaliku sebagai Letty Van Der Lyn," ucapku. Mom diam sebentar, sebelum kemudian berucap, "Semua terserah padamu, Letty. Jaga dirimu disana. Mom harus kembali menemani Lenox." "Baiklah. Sampaikan salamku pada Lenox, Mom. Kalian juga jaga diri kalian." Tidak ada jawaban dari mom, aku langsung mematikan sambungan telepon dan segera keluar. "Letty," "Oh, s**t!" Aku kaget saat Scarlett tiba-tiba saja sudah ada di depan kamarku. "Maaf, aku kaget. Kau tiba-tiba saja muncul. Lagi pula kau bilang akan menunggu ku di restoran, aku membaca pesanmu." "Kita tidak akan sarapan di hotel, kau harus cepat. Ganti pakaianmu dengan ini." Scarlett menyerahkan kantung kertas padaku, aku bahkan tidak tahu apa isinya. Aku memandang kantung di tanganku dan Scarlett secara bergantian. "Kenapa aku harus?" "Di luar banyak paparazzi. Sepertinya ada yang mengenalimu semalam. Kita tidak bisa keluar jika kau belum menyamar. Jika mereka tahu bahwa kau adalah Letty Van Der Lyn kita akan kerepotan nanti," tutur Scarlett sambil menaruh kedua tangannya di pinggang, seperti seorang bos sedang memerintah anak buahnya. Tapi di banding itu, sialan siapa yang mengenaliku semalam, padahal aku sudah memakai topi dan kaca mata, tapi ternyata masih saja ada yang mengenaliku. Apakah Van Der Lyn seterkenal itu? "Tunggu apa lagi, Letty, cepatlah." Scarlett kembali memerintah, walau dengan nada pelan aku tetap belum terbiasa dengan ini. Aku langsung berbalik dan kembali ke kamarku, aku membuka bungkusan kantong yang ternyata berisi wig dan kaca mata hitam. Aku segera memakainya di depan cermin. "Bagaimana, apa ini sudah cukup?" Aku bertanya pada Scarlett yang sedari tadi berdiri di belakangku. Dia sedang mengamatiku dari ujung kaki hingga kepala. "Mm... ya, kurasa ini cukup. Kau harus cepat-cepat mengubah penampilanmu." "Aku juga berpikir begitu, aku berencana untuk ke salon pagi ini." "Baiklah kalau begitu ayo, kita akan naik lift kariyawan agar kau tidak perlu meladeni ratusan wartawan yang sudah menunggumu di lobby hotel." Aku mengangguk dan kami segera melakukan rencana kami. Aku dan Scarlett naik lift kariyawan dan anehnya hanya aku dan Scarlett yang berada di dalam lift. Pasti Scarlett sudah melakukan sesuatu. Setibanya di bawah kami langsung menuju pintu belakang. Kami bertemu banyak kariyawan hotel, namun mereka seakan sudah mengenal kami apalagi saat aku dan Scarlett masuk di dalam dapur, mereka seakan tidak perduli bahwa seorang pelanggan hotel sedang masuk di dapur mereka. Mereka terus saja melakukan pekerjaan mereka. Akhirnya kami sampai di belakang hotel dan Jhony sudah menunggu kami. Namun kali ini Jhony tidak memakai mobil mercedes yang semalam kami pakai, dia menggunakan porsche hitam dan tanpa berlama-lama kami langsung masuk di dalam mobil. "Kau dapat pelakunya?" ucap Scarlett saat kami masuk kedalam mobil dan Jhony sedang menyalakan mesin mobil. "Resepsionis hotel yang bertugas tadi malam ternyata mengenali Letty. Mungkin saja di stalker. Diam-diam dia memotret Letty dan langsung memosting foto Letty di akun instagramnya, fotonya langsung viral sehingga mengundang para paparazzi untuk datang," ujar Jhony, dan benar saja saat mobil kami melintas di depan hotel sudah banyak wartawan yang menunggu kami. "Kita langsung ke salon, aku tidak sabar untuk mengubah penampilanku." "Sebaiknya kita memilih tempat yang tidak ramai dulu untuk jaga-jaga supaya tidak ada lagi yang mengenalimu," ucap Scarlett sambil membuka tabletnya mencari tempat yang dia inginkan. "Kita ke west 12 st. Jhon, ada sebuah salon kecantikan yang tidak terlalu ramai pengunjung. Kita bisa membayar salon itu supaya hanya kau saja yang memakainya," tutur Scarlett sambil terus menatap layar tabletnya. Aku mengangguk pelan, sementara Jhony langsung memutar rute kami menuju Kengsington barat. ***** Beberapa saat kemudian kami tiba di sebuah salon bertuliskan Pearce di west 12 st. Jhon. Salon yang cukup mewah namun seperti kata Scarlett, salon ini kurang ramai mungkin karena ini masih pagi, salonnya kurasa baru saja di buka jadi belum ada pengunjung yang datang. Aku dan Scarlett segera masuk sementara Jhony tetap di mobil untuk jaga-jaga jangan sampai ada paparazzi di sini. "Aku ingin menyewa salon ini, selama kami melakukan perawatan kalian tidak boleh menerima tamu lain," ucap Scarlett tanpa basa basi bahkan dia memandang dengan sedikit arogan. Aku seperti melihat Scarlett yang lain. "Maaf nyonya kami tidak-" "Berapa pun akan aku bayar. Anggap saja salon kalian sedang di penuhi pelanggan yang ingin melakukan perawatan paling mahal. Aku akan membayarnya, jika perlu aku akan membayar gedung kecil ini. Kau masih mau bernegosiasi?" Scarlett memajukan dadanya sambil menatap tajam gadis di hadapannya. Aku tidak percaya ini, Scarlett menjadi lebih arogan setelah menjadi Clyren dan aku mulai menyukai gayanya. Aku sampai tidak sadar kalau sekarang aku sedang berseringai. "Ba-baik nyonya," ucap gadis di hadapan kami dengan pasrah, sedang Scarlett hanya mengangkat dagunya arogan. Gadis yang bertugas di resepsionis langsung memanggil stylish salon untuk langsung melayani kami. "Selamat pagi nyonya, silahkan duduk," ucap seorang wanita yang baru muncul sepertinya dia stylish di sini. "Bukan aku yang akan melakukan perawatan. Tapi putriku," ucap Scarlett sambil melirik ke arahku. "Selamat pagi Nona, nama saya Elora ijinkan saya melayani anda," ucap wanita itu. "Terima kasih sebelumnya. Aku ingin rambutku di ubah curly shot hair kemudian aku ingin mengubah warnanya," ucapku. "Baiklah. Silahkan duduk, Nona," ucap Elora sambil mempersilahkan aku duduk. Dia mulai memegang kepalaku, mengurai rambutku sebelum kemudian memulai perawatannya. Aku tidak sabar melihat gaya rambut terbaruku. Aku melirik Scarlett yang sedang duduk di sofa panjang di depan meja resepsionis sambil mengutak atik tabletnya, belakangan dia sering sekali melakukannya. Mungkin dia sedang mengirim informasi pada dad, mungkin juga dia sedang bermain game. Elora mulai memotong rambutku aku melihat wajahnya yang serius dari bayangan cermin. "Elora, boleh aku bertanya?" Aku memberanikan diri untuk mengajaknya ngobrol. "Silahkan, Nona." "Berapa umurmu, dan kau berasal dari mana?" Dia menatapku sejenak kemudian beralih menatap rambutku sambil tangannya yang cekatan terus memotong helai rambutku. "Umurku 25 tahun aku dari Prancis," ucap Elora, aku mengangguk sambil membulatkan mulutku membentuk huruf O. "Sudah berapa lama kau bekerja di sini?" Lagi aku bertanya. "Lima tahun." "Wow, sudah cukup lama ternyata." Elora tersenyum, wajahnya manis. Awalnya kukira umurnya masih dua puluh sebab tubuhnya mungil dan wajahnya terlihat muda. Tidak ku sangka ternyata Elora lebih tua dariku. "Maaf, jika saya lancang. Anda juga bukan berasal dari London bukan?" ucapnya dengan nada sungkan, dia terus menggerakan tangannya untuk menggunting rambutku. "Aku dari Chesterton. Aku kemari untuk kuliah di Imperial College," ucapku. Elora mengangguk pelan. "Kau beruntung bisa kuliah di sana, hanya orang-orang dari kelas bangsawan yang bisa masuk dan berkuliah di sana. Pemilik salon ini, ananknya juga akan kuliah di sana." "Ohya?" "Benar Nona, ku harap kau tidak akan bertemu dengannya," ucap Elora dan tiba-tiba saja ekspresi wajahnya berubah. Dia seperti kesal saat menyebut nama anak dari pemilik salon. Aku jadi penasaran. "Apa maksudmu Elora?" ucapku mencoba memancing. "Ya. Tuan Alex adalah lelaki paling kurang ngajar yang pernah kulihat. Dia sering bergonta-ganti wanita, dia juga kasar kepada ayahnya. Dia sering kemari hanya untuk meminta uang pada nyonya Emery. Walau sikapnya manis pada nyonya Emery tapi sebenarnya pria itu iblis," ucapnya dengan kesal. Sepertinya pria bernama Alex memberinya kesan yang buruk, makanya dia sampai menjelek-jelekkan anak dari majikannya itu. 'TING' Pintu salon berbunyi, menampakkan seorang wanita dengan dandanan elegan dan postur tubuh yang indah. Wanita itu terlihat tidak muda lagi namun dia sangat tahu memelihara tubuhnya hingga terlihat awet muda, kulihat Elora menghentikan aktifitasnya dan segera membungkuk. "Selamat pagi, selamat datang, Nyonya," ucap Elora sambil membungkuk. Sepertinya wanita ini adalah pemilik salon, di lihat dari cara Elora yang sepertinya begitu menghormati wanita ini. "Selamat pagi Elora, sepertinya kita kedatangan tamu pagi-pagi benar. Ku harap kalian bisa memberikan pelayanan terbaik," ucap wanita di hadapanku sambil menyunggingkan senyumannya. Selain cantik dan terlihat muda, wanita ini sepertinya sangat menghargai kariyawannya, dia juga tidak mau mengecewakan pelanggannya. Sepertinya aku akan sering kemari. Wanita pemilik salon ini pun pergi meninggalkan kami dan menuju sebuah pintu bertuliskan 'staf only' "Maaf mengabaikan anda Nona, yang tadi itu nyonya Emery. Dia pemilik salon ini," ucap Elora. "Tak apa Elora, aku juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisimu," ucapku. Perhatian Elora kini kembali terfokus pada rambutku, dia mulai melakukan treatment untuk mewarnai rambutku. Sambil mengerjakan rambutku Elora terus bercerita tentang salon ini, namun kali ini dia enggan menyebut nama 'Alex' lagi karena ibunya adalah majikan Elora yang baru saja tiba. **** "Bagiamana penampilanku?" tanyaku pada Scarlett saat Elora telah selesai mewarnai rambutku. Rambut keriting pendek berwarna silver, Elora juga memoleskan make up yang cocok dengan gaya rambutku. "Kau terlihat seperti penyanyi roker," ucap Scarlett. "Seriously?" Aku memekik. Kembali aku berbalik di depan cermin, aku sangat puas dengan hasil kerja Elora. Aku sangat berbeda dengan diriku yang semula. Wajar saja Scarlett sampai terkejut. "Kau bercanda? Aku suka penampilanku yang sekarang. Aku harap setelah ini tidak akan ada lagi yang mengenaliku," ucapku antusias di depan cermin sambil menatap bayangan diriku dengan rasa bangga dan puas. "Aku tidak tahu apa yang akan di katakan nyonya besar setelah melihat penmpilanmu yang sekarang," ucap Scarlett santai. Tiba-tiba aku merasa takut. Sebelum ini, aku tidak berani memotong rambutku di salon kecuali mom menginginkannya. Aku tahu setelah ini mom akan menceramahiku lagi sampai kupingku panas. "Kau mau kemana setelah ini?" "Mmm ... kita ke mall. Aku butuh beberapa pakaian. Aku juga ingin melihat apartemen di sekitar kampus," ucapku sambil merapikan penampilan. "Baiklah, kalau begitu aku akan ke meja kasir. Kau tunggu aku di lobby," ucap Scarlett, aku menjawabnya dengan anggukan. Scarlett segera ke meja kasir sementara aku mengeluarkan ponselku dan mengabadikan wajah baruku dengan selfi. Setelah puas berfoto aku menyusul Scarlett dan sepertinya dia sudah selesai, Scarlett segera menghampiriku. "Kita pergi?" "Okay." Kami segera meninggalkan salon namun langkahku terhenti saat melihat pria yang sedang berjalan memasuki salon. "Pria ini, pria yang beberapa kali bertemu denganku saat di New York." Aku membatin sambil merasakan jantungku berdegup kencang. Sial! Perasaan ini datang lagi, lelaki yang namanya pun tidak aku ingat bisa-bisanya membuat jantungku seperti mau meledak hanya dengan melihatnya. "Letty?" Sial! Aku bahkan tidak tahu jika Scarlett ternyata sudah berada di pintu dan sedang berpapasan dengan pria itu. Cepat-cepat aku menyadarkan diriku, memperkuat kakiku agar mau melangkah dari tempat ini. "f**k!" umpatku dalam hati. Aku tahu aku sedang terlihat seperti orang bodoh, aku bahkan merasakan panas di area pipiku. Aku tidak berani menatap wajah pria di hadapanku, maka dari itu aku menunduk saat kami hampir berpapasan. Oh sial, wangi tubuh itu. Kembali aku terkesima saat Wangi maskulin itu menyeruak di hidungku, memenuhi seisi paru-paruku dengan parfumnya yang seksi. Tiba-tiba atmosfer di sekelilingku berubah menjadi panas, entah cuacanya yang berubah atau badanku yang memanas dan sepertinya sedikit lagi akan meledak. Cepat-cepat aku meraih pintu mobil dan segera merebahkan diriku di kursi mobil. Aku memberanikan diriku untuk melirik ke arah salon, dan sialnya pria itu ternyata sedang menatapku. Membuat aku kembali kikuk, hingga aku membuang muka karena malu. Sial perasaan ini sangat menyiksa diriku, aku penasaran dengan pria itu. Lagi pula apa yang di lakukannya di London, apa dia sedang berlibur? Atau sebenarnya dia berasal dari London? Arghh ... tidak penting. Aku tidak mengenalnya, aku harus bisa mengontrol perasaanku. "Letty?" "Eh? Yah, ke-kenapa?" Ughh sial, kenapa suaraku bergetar. Apa aku gugup? "Kau baik-baik saja?" tanya Scarlett. Aku pasti terlihat seperti gadis bodoh yang sedang memuja pria tidak kenal dalam imajinasi. "Aku baik. Oh ya, Scar apa aku terlihat seperti Letty Van Der Lyn ?" Aku berusaha mengganti topik pembicaraan. "Ya, kau terlihat sangat berbeda. Aku sarankan kau memakai kacamata, kau harus bisa membuat orang yang sangat mengenalmu bahkan tidak bisa mengenalimu. Karena kau akan kewalahan jika seseorang tiba-tiba mengenalimu." "Ya aku akan berusah, untuk itu aku perlu beberapa pakaian yang berbeda dengan pakaianku sebelumnya. Jika kita sudah sampai ku harap kau mau membantuku." "Dengan senang hati nyonya maksudku Letty," ucap Scarlett. Ku harap pria tadi tidak ingat dengan wajahku. Tapi aku sangat penasaran dengan pria itu. Semoga suatu saat aku bisa bertemu dengannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN