Letty akhirnya menyerah pada Alex. Yah, sudah cukup telinganya terlalu mendengar desakkan Alex yang meminta Letty untuk hangout bersamanya. Atau, pilihan kedua adalah Letty harus rela belajar manajemen bisnis dan marketing bersama Alex dan Letty akan lebih menyukai pilihan pertama.
Sepertinya Letty memang harus sedikit menikmati harinya. Setelah Chester menjemput Jo, Alex langsung menyuruh Letty untuk berganti pakaian dan mereka sedang menikmati perjalanan menuju pusat kota.
"Kemana kau akan membawaku?" tanya Letty. Dia duduk dengan manis di kursi penumpang sambil terus tersenyum. Entah mengapa hubungannya dan Alex menjadi lebih baik setelah Letty menerima ajakan Alex.
Letty mulai berpikir jika ternyata sifat Alex tidak seburuk itu. Walau tentunya dia punya mulut arogan dan kepercayaan diri yang berlebihan. Tapi, tetap saja di satu sisi Alex tetap mampu menghibur Letty. Untuk sesaat Letty lupa jika besok malam dia akan kembali mengurus pengiriman paket. Untuk sesaat Letty lupa jika dia harus berkelut dengan tugas kampus dan untuk sesaat, Letty lupa jika dia punya segudang masalah yang harus segera dia selesaikan.
Hari ini, Letty benar-benar ingin menjadi Letty Murphy. Gadis remaja yang ingin menikmati masa mudanya. Bersama seorang lelaki yang kadang membuatnya jengkel tapi juga membuatnya bisa tertawa.
Mobil Alex berjalan lambat memasuki sebuah cafe di kawasan Shaftesbury Avenue. Sebuah gerai gelato yang terlihat kecil tapi mewah dan menarik. Alex memilih tempat itu, sebab dia tahu bagaimana cara membangkitkan mood wanita. Dan ternyata berhasil. Senyum Letty langsung merekah saat melihat bermacam-macam jenis gelato yang terpajang di samping meja kasir.
"Kau mau rasa apa?" tanya Alex.
"Hmm ... aku mau, kelapa, pistachio, dan kopi." Letty menunjuk satu persatu rasa gelato yang hendak di nikmatnya.
Alex mengangguk. Sepertinya Alex tidak perlu lagi melihat deretan gelato yang terpajang di depannya. Dia punya rasa favorit, maka dari itu Alex langsung menarik tangan Letty dan segera menuju ke kasir.
"Eh?" Letty menunduk kebawah. Jantungnya tiba-tiba berdebar dan sesaat pipinya terasa panas. "Astaga ...." Buru-buru Letty menarik tangannya dari Alex.
Alex mengerutkan dahi dan berbalik menatap Letty.
"Aku akan tunggu di sana," ucap Letty. Sedikit canggung, terlebih saat dia menunjuk ke arah tempat duduk. Dia benar-benar harus berusaha keras menghindari kontak mata dengan Alex. Well, Letty tidak ingin Alex melihat pipinya yang 'blush'. Buru-buru Letty berjalan menjauh dari Alex. Dia bahkan masih menunduk dan tidak berani mengangkat kepalanya.
'Damn it!' Letty mengumpat dalam hati. Dia menggelengkan kepala berusaha menghilangkan perasaan yang membuat darahnya terasa panas dan seolah menggumpal di pipi dan telinganya.
Letty duduk di salah satu kursi yang tertata dengan rapi di luar bangunan kecil ini. Menghadap langsung dengan pemandangan jalanan kota London di sore hari. Dengan ragu-ragu, Letty melirik kecil ke arah Alex yang tengah berbicara dengan petugas kasir.
"Ya, dan satu lagi Vanila latte," ucap Alex. Dia tersenyum. Lalu kembali melirik kebelakang.
Letty langsung membuang muka saat dia tahu Alex akan berputar. Beruntung ponselnya bergetar dan tertera nama Scarlett di sana. Letty memilih untuk membalas pesan Scarlett sementara menunggu Alex yang sepertinya sedikit lama di meja kasir.
"Pesanan Anda, tuan."
Alex mengambil dua cup gelato dari meja kasir lalu segera membayar dan membawanya pada Letty.
"Kau sedang apa?" tanya Alex.
Buru-buru Letty mematikan ponselnya. Dia kembali mendapat pesan dari Scarlett bahwa besok malam ada pengiriman di London dan Letty harus bersiap.
Letty menarik senyum di bibirnya. Dia meraih salah satu cup di tangan Alex. "Hanya membalas pesan dari ibuku," ucap Letty.
Alex mengangguk kecil. "Kau suka?" tanya Alex. Letty memutar wajahnya pada Alex. Alex mengangkat cupnya. "Mixed gelato prime," ucap Alex.
"Oh ...." Letty mengangguk sambil kembali memasukkan gelato ke mulutnya. "Yah, aku suka."
"Baguslah," ucap Alex.
"Kau sering kemari?" tanya Letty sambil terus memasukan ice cream ke mulutnya. Sejujurnya dia sedang berusaha menghindari kontak mata dengan Alex. Dia takut pipinya akan kembali memerah dan itu akan membuat Alex mengolok Letty dengan ucapan aroganya.
"Yah, aku suka makan gelato disini," ucap Alex.
Letty tertawa rendah lalu Alex memutar tubuhnya menghadap Letty. 'Gelato? untuk seorang pria arogan seperti Alex?' Batin Letty seolah tak ingin percaya dengan kenyataan yang baru didengarnya.
"Kenapa?" tanya Alex. Pria itu seolah bisa menebak maksud di balik eskpresi yang baru di tunjukkan Letty.
Letty menggeleng masih sambil menahan tawanya.
"Aku hanya tidak menyangka pria sepertimu menyukai tempat-tempat seperti ini. Maksudku, kupikir kau lebih suka clubing atau billiar," ucap Letty. Tentu. Siapa saja yang melihat Alex, mereka akan sangat heran jika tahu si CEO tampan dan arogan ini ternyata menyukai tempat-tempat 'manis' seperti ini.
Alex terkekeh kecil. Mereka masih menikmati ice cream. "Aku suka clubing, billiar, golf, basket, main gitar, drum, piano, saxophone. Tapi aku juga suka makan gelato," tutur Alex. Dia kembali memasukan sesuap ice cream.
"Wow ... bakat yang luar biasa tuan Oliver," ucap Letty.
"Apa yang salah dari semua itu?" tanya Alex.
"Tidak, hanya saja seperti di luar ekspektasi," ucap Letty.
Alex mengerutkan dahi. Wajah Letty saat mengucapkan kalimat pujian tidak sesuai dengan harapan Alex. Di tambah ternyata Letty seolah meragukan citra kharismatik yang ingin di dengar Alex dari mulut Letty. Yah, kharismatik adalah kalimat yang selalu di ucapakan para gadis untuk seorang Alexander Oliver. Tapi, ada apa dengan Letty? Tidak bisakah dia melihat betapa mengagumkannya Alexander Oliver itu?
"Sepertinya kau meragukan aku, nona Murphy," ucap Alex.
Letty menggeleng namun bibirnya seolah menahan tawa dan membuat Alex semakin kuat mencurigainya.
"Kau perlu bukti?" ucap Alex. Dia bersiap memasukan suapan terakhir. Letty masih tidak menjawab dan memilih untuk menghabiskan gelatonya.
Alex berdiri dari duduknya. Dia berjalan mendekati Letty yang duduk bersebrangan dengan Alex. Lalu kemudian Alex mengulurkan tangannya di depan wajah Letty.
Letty mengangkat wajahnya perlahan. Dia sempat melirik kecil ke wajah Alex tapi Alex malah menaikkan kedua alis sambil melirik tangannya yang masih tertahan di depan wajah Letty.
Letty bingung dengan isyarat itu. Dia mengangkat tangan di depan d**a lalu menaikkan kedua bahu.
"Ck!" Alex memutar bola mata. "Berdiri, dan ikut denganku," ucap Alex. Dia masih mempertahankan tangannya di depan wajah Letty.
"Kemana?" tanya Letty.
"Kau akan tahu sebentar lagi," ucap Alex.
Letty akhirnya menyerah lagi. Dia meraih tangan Alex namun kali ini, Letty berada pada kontrol yang baik untuk tidak gugup.
'Ayolah, hanya berpegangan tangan. Apa yang kau harapkan, Letty?'
****
"Sebenarnya kau mau membawaku kemana, Alex?" tanya Letty penasaran.
"Nanti kau juga akan tahu," ucap Alex. Dia menurunkan kecepatan mobil saat mendekati sebuah mansion yang depan gerbangnya di jaga ketat oleh beberapa pria berpakaian jas serba hitam.
Orang-orang itu membuka pintu gerbang kemudian membungkuk setengah badan saat mengenali mobil siapa yang hendak masuk.
Letty mengerutkan kening saat mobil Alex mulai masuk mengelilingi halaman luas sebelum akhirnya melaju dan berakhir terparkir di depan pintu berwarna putih.
"Ayo," ucap Alex. Dia turun lebih dulu sementara Letty masih diam di tempatnya. "C'mon." Alex memanggil sambil memberi isyarat dengan tangannya.
Letty akhirnya turun. Matanya tak bisa lepas pada bangunan di depannya. Rumah besar bergaya klasik Eropa. Dinding luarnya terpahat begitu indah menampakan betapa mahakarya sang arsitek yang membuat bangunan ini benar-benar memukau.
'Wow ... ini sih seperti istana negri dongeng.' Batin Letty.
"Selamat datang, tuan."
'Tuan?'
"Come," Alex berbalik dan mengulurkan tangannya pada Letty. Entah mengapa Letty merasa gugup. Astaga, jika pemikiran Letty benar maka sekarang mereka sedang berada di ....
"Selamat datang Tuan muda,"
Letty menarik tangan Alex. Dia meraih telinga Alex. "Apakah ini rumahmu?" bisik Letty.
Alex hanya terkekeh dan tidak menjawabnya.
Letty sangat kaget. Terlebih ketika beberapa orang mulai muncul dan memberi salam kepada mereka.
'Sialan. Ini benar-benar di rumah Alex. Itu berarti aku sedang berada di rumah Marthin Oliver.' Letty terus membatin.
Tanpa sadar, Letty mempererat pegangan tangannya di lengan Alex sambil matanya mulai menyelidik setiap sudut mansion mewah ini.
"Alex?" Seseorang berseru dari lantai dua. Alex dan Letty kompak mendongakkan kepala. "Kaukah itu?" ucap seorang wanita paruh baya namun masih terlihat sangat memukau dengan sheath dress berwarna biru dan sepatu hak tinggi. Dia melepas tangannya dari pagar pembatas beton lalu mulai mengambil langkah cepat hingga terburu-buru menuruni anak tangga.
"Mom, hati-hati ... Ck!" Alex menggelengkan kepala. Dia memalingkan wajah sambil meremas dahinya.
'Mom? oh, dia si wanita pemilik salon. Astaga ... dia benar-benar sangat cantik.' Batin Letty.
"Oh astaga ..." Ibu Alex tepat berada di depan mereka. Dia tersenyum lalu langsung meraih tubuh putranya. "Senangnya melihatmu lagi, kenapa baru ber-" ucapannya terjeda saat melihat gadis di samping putranya.
Apakah Letty sempat tidak terlihat? Terlalu kecilkah gadis itu sampai-sampai ibunya Alex baru menyadari keberadaanya? Dan lagi pula, ada apa dengan tatapan mata itu?
Emery Smith. Wanita lima puluh tahun itu adalah ibu dari Alexander Oliver. Dia mengerutkan dahi sambil perlahan melepas pelukan pada putranya dan beralih menatap Letty.
Letty hampir tidak bisa merasakan nafasnya sendiri saat melihat raut wajah Emery.
"Look at the girl," ucap Emery. Dia berjalan perlahan menghampiri Letty yang hanya berjarak dua kaki dari tempatnya. Ekspresinya benar-benar tidak bisa di tembak. Bahkan insting Letty tidak bisa menguraikan isi pikiran wanita di depannya sebab Letty terlalu gugup sekarang.
Jantung Letty seperti membeku. Napasnya mendadak tersekat. Terlebih saat Emery seolah sedang menyelidik matanya.
"You look so beautiful, darling, who's your name?"
'Hahh ....' Letty akhirnya bernapas lega. Dia membuang napas sambil menggeleng pelan saat Emery tiba-tiba memalingkan wajah darinya dan menatap Alex.
"Your girlfriend?" tanya Emery. Alex berdecak kesal dan terlalu malas menanggapi pertanyaan ibunya.
"Mom ...," panggil Alex. Dia seperti bayi yang sedang merengek meminta mainannya kembali.
"Honey, what's your name?" tanya Emery. Raut wajahnya kini berubah. Padahal sedetik yang lalu dia sempat membuat Letty merasa inferior. Namun sekarang, bibir Emery seolah tidak ingin menurunkan senyum sumringahnya.
"Oh hai, Mrs. Oliver, namaku Letty. Letty Murphy," ucap Letty sambil mengulurkan tangannya.
Emery tersenyum lagi. Dia meraih tangan Letty. "You so cute, sweety girl," ucap Emery. Dia meraih tangan Letty dengan tangan kanannya, kemudian tangan kirinya mencubit pelan pipi Letty.
Letty tidak bisa memberikan eskpresi apa-apa. Sekarang pipinya mulai terasa panas lagi. Bukan pada cubitan Emery tapi, pada perasaan dalam diri Letty yang bercampur aduk antara senang, gugup dan dia juga agak canggung.
"Mommy stop that. You make the girl feel awkward," keluh Alex. Sepertinya dia bisa menebak perasaan Letty hanya dengan kontak mata sesaat yang di berikan Letty beberapa detik yang lalu.
Emery hanya menggeleng pelan. Dia terus tersenyum lalu akhirnya dia meraih lengan Letty. Emery melingkarkan tangannya di lengan kanan Letty.
"Apa aku membuatmu canggung?" tanya Emery.
Letty menggeleng dengan sopan. Dia tidak bersuara dan memilih untuk tersenyum saja. Jelas saja dia canggung. Coba saja dengar suara jantungnya yang memukul kuat. Sepertinya akan melompat dalam hitungan detik.
Ini pertama kalinya Letty mengunjungi rumah seorang pria. Dan entah mengapa semua ini membuat dia gugup. Padahal, Alex hanya membawanya sebagai seorang teman. Itu pun tidak lebih dari seorang teman kampus.
"Mommy ...." Alex terus memanggil. Dia mendengus kali ini.
"Jangan dengarkan dia sayang, ayo. Kalian berdua ikut denganku. Nancy ...," teriak Emery. Dia memanjangkan lehernya mencari-cari dimana kepala pelayannya.
"Ya, nyonya besar."
"Cepat siapkan makan siang. Aku kedatangan tamu spesial," ucap Emery. Dia terus melingkarkan tangannya di lengan Letty.
'Tamu spesial?' Batin Letty.
Letty mencoba melirik kebelakang pada Alex yang masih berdiri di depan tangga. Wajah Alex mulai terlihat gusar. Letty ingin sekali membaca pikiran Alex namun dia takut jika pria itu kembali menunjukan sesuatu yang tidak ingin dilihat Letty.
"Ouh, honey ...." Emery kembali memutar tubuhnya. Langkahnya terhenti dan dia kembali mencubit pipi Letty kali ini dengan gemas. "Kau tidak tahu seberapa senangnya aku," ucap Emery. Dia kembali menarik tangan Letty untuk semakin mendekat padanya. Emery semakin membawa Letty masuk ke dalam mansion.
"Oh, andai saja kau datang sejak dulu. Mengapa harus menunggu selama ini untuk bisa berkenalan denganmu?"
Emery terus berbicara sementara Letty hanya bisa tersenyum seadanya dan menjawab jika perlu. Letty kembali berbalik namun, dia kecewa sebab Alex tak lagi berdiri di sana. Dia pergi. Entah kemana.