Wanita Pecinta Adrenaline

1267 Kata
Setelah bekerja beberapa hari di kantor Leeray, Deasy pun mulai terbiasa dengan ritme kerja bosnya itu. Dia harus mengerjakan segalanya dengan cekatan, semua daftar pekerjaan selalu memiliki deadline yang pendek. Dan satu hal yang kadang membuat Deasy merasa kesal, pria itu tidak bisa menerima kata 'tidak' dari mulut karyawannya. Mungkin semalam sudah kelima kalinya dalam 5 hari, tubuhnya kelelahan bekerja hingga tertidur di meja kerjanya lalu digendong oleh pria itu ke ruang tidur CEO. Untungnya pria itu tidak pernah macam-macam padanya. Deasy selalu merasa nyaman ketika berada di dekat Leeray. Leeray sedang memandangi kertas sketsa desain milik Deasy dengan serius. Tok tok tok. "Ya, masuk," ucap Leeray. Seorang pria bule masuk ke ruangan CEO kemudian duduk di hadapan Leeray. (Dialog dalam bahasa Inggris yang langsung diterjemahkan oleh author.) "Selamat pagi, Tuan Ferdinand Kinston," sapa Leeray seraya mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman dengan pria bule itu. Pria bule itu menyalami Leeray lalu berkata, "Selamat pagi, Tuan Leeray Indrajaya. Apa yang bisa saya bantu?" "Desain untuk lantai 1 dan 2 superblock sudah siap. Mungkin Anda bisa membawanya untuk mulai membuat cetak biru gedung. Untuk saat ini, para tukang sedang mengerjakan bagian lantai parkiran lowerground, underground, dan basement. Mungkin bulan depan kita akan mulai mengerjakan lantai 1," ujar Leeray menjelaskan teknis pembangunan proyek superblock itu pada Tuan Ferdinand Kinston yang menjadi arsitek superblock. "Baik. Boleh saya lihat sketsa desainnya?" ujar Tuan Ferdinand. Leeray menyerahkan map berisi desain Deasy. Dia pun melirik ke Deasy sembari berkata, "Deasy, apa desain untuk lantai 3 belum selesai?" Gadis itu memeriksa lembaran kertas yang menumpuk di mejanya. "Sudah, Lee. Apa Tuan Ferdinand ingin membawanya sekalian?" tanya Deasy seraya menyerahkan kertas desainnya pada Leeray. Bosnya itu memeriksa desain lantai 3 yang ia buat. "Bagus, Deasy. Aku suka pekerjaanmu. Desain-desainmu sangat unik dan terlihat eksklusif. Silakan, Tuan Ferdinand, ini desain lantai 3 superblock," ujar Leeray memuji Deasy lalu menyerahkan desain itu pada arsiteknya. "Baik, saya permisi dulu, Tuan Leeray, Miss Deasy," pamit Tuan Ferdinand lalu berjalan keluar dari ruangan CEO sambil menenteng map berisi sketsa desain milik Deasy. Setelah Tuan Ferdinand pergi, Leeray pun berjalan ke meja Deasy lalu duduk di tepi meja. "Kemarikan tangan kananmu, Sayang," ucap Leeray seraya mengulurkan tangannya ke hadapan Deasy. Gadis itu menaruh tangan kanannya di telapak tangan Leeray. Kemudian Leeray pun memijat jemari tangan kanan Deasy dengan lembut, menekan di beberapa titik di telapak tangan yang halus itu. Deasy pun cekikikan merasakan pijatan Leeray di tangannya. "Tuan CEO memiliki bakat yang lain, selain memimpin perusahaan," goda Deasy seraya tersenyum menatap Leeray. Pria itu mengangkat alisnya mendengar ucapan Deasy lalu berkata, "Tentu saja, aku memiliki segudang bakat. Mungkin suatu hari aku akan menunjukkan bakatku yang lain padamu." "Ehmmm ehmm ...." Leeray dan Deasy menoleh ke arah pintu masuk ruangan CEO. Seorang pria bule tampan dan masih muda dalam balutan setelan bisnis yang tampak mahal berjalan ke arah mereka. Leeray pun melepaskan tangan Deasy. "Selamat pagi, Tuan Donovan Harper. Ada angin apa yang membawa Anda pagi-pagi ke kantorku?" ucap Leeray dengan resmi sembari berjalan kembali ke kursinya lagi. Donovan Harper pun tertawa lalu berujar, "Selamat pagi, Leeray. Siapa gadis cantik ini, sekretarismu?" Leeray merasa agak aneh Donovan lebih tertarik pada Deasy dibanding menjawab tujuannya ke kantornya. Dia pun menjawab, "Bukan. Dia desainer proyek superblock kita." Donovan memandangi Deasy yang sedang menggambar sketsa desain dengan intens lalu dia mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Deasy. Dengan sedikit terkejut, Deasy mendongakkan kepalanya menatap si empunya tangan. Sepertinya dia pernah bertemu dengan pria bule ini beberapa waktu yang lalu entah di mana. Mereka pun berjabat tangan. "Aku Donovan Harper, siapa namamu, Nona?" ucap pria bule itu. "Nama saya Deasy Carson, Sir," balas Deasy sopan. Dia pun melirik ke arah Leeray. Bosnya itu entah kenapa tampak kesal. "Sepertinya kita pernah bertemu, Deasy. Aku tidak akan melupakan wanita secantik dirimu," ujar Donovan dengan percaya diri. Dia pun mengingat-ingat di mana mereka dulu bertemu. "Aahhh arung jeram, kan?! Kita satu tim dulu," seru Donovan dengan gembira karena dia akhirnya bisa mengingat pertemuan pertamanya dengan Deasy. "Ehmmm .... Jadi Donovan, ada perlu apa ke kantorku?" ulang Leeray lagi menanyai tamunya itu. Dia tidak suka Donovan berusaha mendekati Deasy. Donovan pun duduk di kursi di hadapan meja Leeray. "Daddy memintaku mengecek progres proyek kita." Leeray bersandar ke kursi direktur menatap Donovan lalu berkata, "Semuanya berjalan dengan lancar. Ground breaking sudah berjalan seminggu yang lalu, escavator bekerja hampir sepanjang hari untuk menggali lahan yang akan dibangun tempat parkir bawah tanah sebanyak 3 lantai." Pria bule itu pun manggut-manggut mendengar penjelasan Leeray tentang pembangunan proyek yang sedang berjalan. "Kerja bagus, Leeray. Keep it up!" "Kau bisa datang ke lokasi untuk mensurvey langsung pekerjaan proyek itu, Don. Mungkin ada sesuatu yang kau rasa kurang ...," ujar Leeray lagi, dia tidak ingin terlalu resmi karena usia Donovan lebih muda darinya dan status mereka setara. Leeray pun menatap Deasy lalu berkata, "Deasy, kurasa aku membutuhkanmu untuk menemaniku pergi memilih marmer dan cat tembok." Gadis itu menahan tawanya, dia tidak yakin Leeray membutuhkannya untuk hal remeh seperti itu. Kemana mereka akan pergi? batinnya. "Don, bila tidak ada lagi yang ingin kau tanyakan, aku akan pergi bersama Deasy sekarang," ucap Leeray mengusir Donovan dengan halus. Pria bule itu pun mengangkat kedua tangannya lalu berdiri. "Oke, mungkin lain kali aku akan ke mari lagi." Sebelum meninggalkan kursinya, Donovan menatap Deasy seraya berujar, "Kurasa kau pecandu adrenaline, Deasy. Kita harus berpetualang bersama lagi kapan-kapan, mungkin panjat tebing?" Deasy tentu saja tertarik dengan panjat tebing. "Ohh kau benar, aku penggemar aktivitas outdoor seperti panjat tebing. Mungkin kapan-kapan, Tuan Donovan." "Great! Panggil saja aku, Donovan atau Don, tak perlu terlalu resmi," sahut Donovan. "Oke, sampai jumpa, Deasy, Leeray." Pria itu pun memakai kacamata hitamnya lalu keluar dari ruangan CEO. Setelah pintu itu tertutup, Deasy menatap Leeray sembari mengatakan, "Apa benar kau akan mengajakku memilih marmer dan cat tembok?" "Ya. Ayo kita berangkat," ajak Leeray seraya memakai jasnya yang tersampir di kursinya. Deasy pun memakai blazernya lalu berjalan ke samping Leeray sambil menenteng tasnya. Pria itu meletakkan tangan Deasy ke lengannya yang kekar sembari melepas senyumnya. Hal itu membuat wajah Deasy merona. "Aku akan berpamitan pada Andy karena setelah dari supermarket bahan bangunan kita akan makan siang dulu di rumahku," ujar Leeray sembari berjalan keluar dari ruang CEO. Sebenarnya Deasy agak bingung dengan kebiasaan Leeray mengajaknya makan di rumah pria itu. Pasalnya, rumah Leeray terletak di pinggir kota Perth, cukup jauh jaraknya dari kantor. Rumah itu lebih tepat disebut mansion house karena sangat besar dan mewah dengan halaman yang luas di sekeliling rumah. Ketika pertama menginjakkan kakinya di sana, Deasy sungguh terkagum-kagum dengan rumah milik Leeray. Pria itu seorang bilioner tulen, seleranya terhadap seni sungguh tak bercacat. Banyak benda-benda seni yang diletakkan di dalam rumah itu dengan posisi yang tepat dan memanjakan mata pengunjung rumah itu. Mereka pun naik ke Lamborghini biru milik Leeray. Mobil sport mahal itu sangat nyaman dan Deasy suka kecepatannya yang membuat jantungnya berdesir ketika Leeray mengebut. "Apa yang kau sukai dari panjat tebing, Deasy? Bukankah itu olahraga yang berbahaya? Kau tidak takut jatuh?" tanya Leeray yang lebih mirip protes pada Deasy. Gadis itu pun tertawa. "Aku menyukai olahraga yang memicu adrenalin, Lee. Oya lusa aku akan ikut wisata adrenalin terjun paralayang. Apa kau mau ikut denganku?" "Ohh my God. Itu mengerikan, Deasy!" sahut Leeray panik. "Apanya yang mengerikan ...? Itu mengasyikan dan seru! Aku sudah menunggu lama jadwal dari provider terjun paralayang itu sejak bulan lalu." jawab Deasy sembari tertawa renyah. "Kau sungguh gila, Deasy! Batalkan janjimu dengan provider itu!" perintah Leeray dengan tegas. "Tidak. Aku sudah membayar lunas untuk tempatku. Apa kau mau ikut besok lusa?" Leeray menyugar rambutnya dan mendengkus dengan kesal. Dasar gadis gila! batin Leeray.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN