Kecupan pertama

2013 Kata
"Apa kita bisa alergi sekarang?" tanya Queen. Menatap datar wajah Varo. Meski tidak di balas tatapan olehnya. Varo menarik tangan Queen. Mereka mencoba untuk segera pergi. Langkahnya kesekian kalinya terhenti saat mendengar suara di luar. Mereka tepat berhenti di balik pintu. Varo mengintip di balik pintu yang terbuka sedikit. Dia melihat masih ada sisa dua orang di depan. Mereka sedang berjalan minder mandiri, di depan pintu. Sembari kedua tangan berkacak pinggang. "Haaacccc---" hidung Fina terasa sangat gatal. Dia hampir saja bersih. Seketika, Varo menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya. "Bisa diam tidak!" geram Varo melotot tajam ke arah Fina. "Apa kita perlu hubungi ketua mafia Barat?" tanya seorang di depannya. Queen mengerutkan matanya. Dia berdesis pelan dalam dekapan tangan Varo yang masih menutupi mulutnya. "Tidak usah, sudah. Sekarang kita pergi saja. Mereka tidak ada disini." "Lebih baik sekarang kita pergi. Lagian, mereka tidak ada disini." dua orang itu melangkahkan kakinya pergi. Dengan wajah yang penuh kekecewaan. Sementara Bagas menatap curiga pada Queen. Sementara wanita di depannya hanya diam, mengecilkan matanya berkali-kali. Setelah melihat dua orang itu sudah pergi menjauh. Varo menatap ke arah Fina. Pandangan matanya nampak terlihat begitu penuh kekesalannya. Aura dendam terpancar dari senyum tipis dengan bibir tertarik tertarik ke atas. Varo memegang kedua pundak Queen. Dia mendekatkan wajahnya. Dengan badan yang nampak tinggi itu tertunduk sedikit. Gara lebih dekat dengan Fina. Meski dia belum pernah senikmat ini pada wanita sebelumnya. "Apa maksudnya tadi?" Varo mendekatkan wajahnya. Menyentuh dagu Queen. Seketika wanita itu hanya diam kaku, di depannya. Queen mencoba menelan ludahnya berkali-kali. "Apa yang dikatakan orang tadi, ada hubungannya dengan kamu?" tanya Varo. Mencengkram kedua pundaknya. Menatap semakin melekat kedua mata yang kini tampak terlihat sangat gugup. "Kamu itu gadis berpendidikan atau tidak." "Dia itu mencari kamu, aku dengar sedikit mereka bilang jika kamu wanita dari mafia barat. Artinya apa? Aku juga tidak tahu. Lagian kamu juga tidak kasih tahu siapa kamu sebenarnya," Queen memicingkan matanya. "Kenapa kamu bisa tahu mafia Barat? Apa kamu pernah ke sana? Atau, kamu kenal orang sana?" tanya Queen. Kembali mendekatkan wajahnya dengan Varo. "Atau, mungkin kamu orang sana." kata Queen. "Tapi, sepertinya mereka mencarimu." lanjutnya. Kembali berdiri. Setelah membuat Varo terdiam dan gugup. Dia merasa kegirangan dalam hatinya. Anehnya, Setelah mengatakan tadi. Vari hanya diam. "Kenapa mereka mencariku?" tanya Varo. Dia memutar matanya. Tak mau menatap Queen. Emebaru menggaruk kepala belakangnya. "Sekarang, jangan mengelak. Aku yakin jika mereka mencarimu." Varo kembali mencengkeram semakin erat punggung Queen. Kedua matanya berani menatap tajam padanya. Wajah dingin itu kini tepat berada tak jauh dari matanya. Queen terdiam. Dia mencoba memutar otaknya mencari alasan untuk menjawab pertanyaan Varo. Hanya beberapa detik dia diam. Seketika, Queen tertawa kecil. Melepaskan cengkraman kedua tangan Varo di pundaknya bergantian. "Hahaha.. Kamu benar-benar aneh, ya. Kenapa juga mereka mencariku. Aku saja tidak kenal dengan mafia barat? Apa itu makanan? Atau nama orang." ucap Queen mencoba beralasan. Dia melebarkan matanya, bibir menuju sedikit sembari mendekatkan wajahnya. Varo menghela napasnya kesal, ia memutar matanya malas. Mendorong tubuh Queen sedikit jaga jarak dengannya. Entah kenapa dia merasa kesal dengan jawaban itu. Dia yakin jika wanita itu berbohong. "Kamu yakin? Atau, kamu yang menyembunyikan sesuatu dariku," tanya Varo. Mulai curiga. Dia melirik, dengan tatapan penuh dengan kecurigaan. Queen tak berhenti terkekeh kecil. "Hello.. Kenapa juga aku menyembunyikan sesuatu dariku. Kamu tahu sendiri, aku itu buronan dikejar-kejar orang saat pertama masuk ke kamar kamu. Mana ada anak mafia buronan." ucap Queen menggelengkan kepalanya. Dengan tangan menepuk-belum bahu Varo. "Sstttt" desah Varo, menyela ucapan Queen. Menutup bibirnya dengan telunjuk tangan kanannya. "Siapa disana?" tanya orang yang tiba-tiba melintas di rumah itu. Sepertinya mereka adalah satu anak buat dari beberapa orang tadi. Dia mencoba mengintip siapa orang yang ada di sana. Berjalan mendekat ke arah pintu. Varo dengan terpaksa langsung memeluk Queen. Mendorong tubuh Queen hingga bersandar di dinding. Dengan kedua tangan mereka di atas. Saling memegang. Tubuh yang semakin menempel di belakang pintu. Satu pintu mulai terbuka. Ke dua detak jantung mereka saling beradu, berdegup sangat kencang. Seakan sedang berlomba-lomba. Suara detak jantung itu saling berpacu dalam diam. Varo biasa terlihat dengan sifatnya, yang dingin dan cuek, tapi tatapan laki-laki itu seolah ingin menusuk jantungnya. Karena di buat sesak napas seketika saat melihat mata tajamnya. Bahkan lebih tajam dari tatapan elang. Senyum tipis, dan tatapan kagum terus terpancar di raut wajah Queen. Ke dua mata Queen tak mau lepas, menatap wajah tampan yang sudah sangat dekat dengannya hanya berjarak dua telunjuk tangan darinya. Varo mengernyitkan wajah nya. Saat orang itu mendorong semakin keras pintu itu. Tanpa sadar ada orang dibelakangnya. Apa yang aku harus lakukan? Bisa mati berdiri jika seperti ini. Aku tak bisa di pungkiri itu. Dia sangat tampan. Benar-benar sangat tampan. Aku lemah di depannya. Tekanan dari pintu itu, membuat mereka sangat dekat. Hembusan napas mereka sudah terasa saling menempel. "A----" Varo yang sadar jika Queen akan berteriak. Seketika, Varo memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Membungkam bibir itu. Kedua mata Queen terbelalak sempurna. batu kali ini dia mendapatkan kecupan dari seseorang. "Tidak ada orang." ucap seseorang itu. Lalu menarik pintunya perlahan. Braak… Suara pintu tertutup begitu nyaring terdengar. Dia orang di belakang itu masih terdiam saling menatap. Varo yang baru sadar. Dia perlahan melepaskan kecupannya. Queen menggelengkan kepalanya, dia tersadar dari apa yang sudah di lakukannya itu tidak baik. Gak mungkin juga dia suka dengan orang biasa seperti dia. Karena tipe laki-laki impiannya tak ada sama sekali dalam dirinya. Meski dia tampan. Wanita itu mendorong tubuh Varo. "Menjauh dariku?" umpat Queen. "Ih.. Kenapa kamu memelukku," rengek Queen mengusap kedua bahu tangannya bergantian. "Bukanya kamu suka?" tanya Varo. Queen mengepalkan kedua tangannya. Dia berdesir kesal. Ingin rasanya memukul wajah Varo berkali-kali. "Dasar otak mesum." geram Queen mengeraskan suaranya. "Ssstt.. Pelankan suara kamu," ucap Varo, meraih tangan Queen mengangkatnya beranjak dari tempat itu. "Aw.. Sakit.. Kamu mau bawa aku kemana?" tanya Queen tertarik sembari menutup hidungnya yang hampir saja dipenuhi debu. "Kita pergi dari sini" Varo memegang pergelangan tangan Queen. "Tapi gimana dengan orang itu?" tanya Queen, dia menyukai moment seperti ini. Di mana ini adalah moment di untuknya bisa dekat dengan laki-laki itu. Bahkan dia tak mau lepas darinya. Dan mencoba sedikit jual mahal agar tidak dikira w************n olehnya. "Tenang saja sepertinya mereka sudah pergi," ucap Varo. Varo mengintip di balik jendela kaca yang terlihat berlubang tanpa kaca. Hanya sisa sedikit pecahan kaca di bawahnya. dua mencoba memastikan jika tidak ada lagi orang di sana. "Benar kataku, ayo pergi!" Varo memegang erat talapak tangan Queen, membuka pintu itu perlahan, membuat suara lagi dencitan yang lebih pelan dari yang semula. "Udah aku capek lari terus," kata Queen menarik tangannya. "Lagian juga orang itu sudah tidak ada. Meski ada juga aku bisa melawannya." gerutu Queen. Dia melihat bahu kanan dan kirinya yang terasa capek. Sampai di perjalanan, mereka terus berjalan entah kemana akan pergi. Sementara, Queen sesekali mencuri pandang pada Varo. "Ehem…" dalem Queen "Ada apa?" jawab jutek Varo. Queen menghentikan langkahnya. Dia memegang lengan Varo. Sedikit mengangkat kepalanya. Mengeluarkan wajahnya memelas dan sedikit manis. "Sekarang kita belanja baju, ya. Aku tidak punya dalaman. Dan, baju bahkan rok atau celana." ucap Queen, tersenyum sumringah, sembari menarik-narik lengan tangan Varo. "Jangan mencoba merayuku." "Emmm…." Queen mengerucutkan bibirnya. Mengerjakan matanya berkali-kali. Dia menarik tangan Varo. Mendekatkan tubuhnya. Mencoba merayu laki-laki di depannya. Setelah kabur kemarin. Queen sama sekali tidak membawa satu lembar uang. Dia pernah ingat membawa atm di saku jaketnya. Tapi, gara-gara jaket itu dia lempar. Entah kemana sekarang perginya tuh jaket. Sekarang dia hanya mengandalkan semua dari orang yang baru dia kesalnya. "Okee… Baiklah! Kita belanja dulu sekarang, tapi ingat jangan banyak. Beli dua baju. Tapi lepaskan tangan kamu." Queen seketika tersenyum lebar. Dia melepaskan tangannya. "Oke." jawab cepat Queen. "Tapi sama daleman ya," bisiknya. Varo melebarkan matanya, perlahan lehernya bergerak menatap Queen. Queen hanya di balas dengan tangan telunjuk dan jari tangan membentuk huruf V sembari meringis jahil. "Oke.. Terserah, lah." ucapnya pasrah. Varo dan Queen berjalan dengan langkah ringan tanpa ada pertanyaan lagi di antara mereka. hanya saling diam tanpa menatap satu sama lain. Dan Varo sibuk dengan ponselnya sendiri. semen5ara Queen yang belum pernah melihat pemandangan itu di tempatnya. Dia keras sangat aneh. Banyak sekali gedung-gedung. Dan, pertemuan, serta restoran di sana. Varo menarik tangan Queen. Masuk ke dalam Mall. Disana Queen tidak berhenti menatap kagum. Diam menatap ke kanan dan kiri. Dia terus memutar tubuhnya. Varo membawanya ke sebuah toko baju, di salah satu penjual di sana." "Cepat pilih. Lalu kita pergi. Aku tidak mau lama-lama. masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan." ucap Varo. Tanpa melirik ke arah Queen. "Baiklah!" Queen membeli beberapa kaos dan dalaman untuknya. Hingga sebenarnya banyak yang ingin dia belum Tapi sayangnya hanya dibatasi dua baju. Dan, itu membuatnya merasa kesal. Tapi, tidak masalah baginya. Sekarang merasa puas berbelanja di toko itu, Queen berjalan menuju ke kasir. Kali ini bukanya berjalan ke kasir. Dia melihat beberapa baju yang bagus lagi. Dan, langsung mengambilnya. Setelah puas. Dia melanjutkan jalannya ke kasir. "Mana uangnya?" tanya Queen. Mengangkat tangan kan ya. Membuka telapak tangannya. Mengarah ke belakang tepat di depan Varo. "Gak ada!" Varo memalingkan wajahnya acuh. "Tadi katanya ada?" Queen berdengus kesal. Menganggukan bibirnya seperti anak kecil. "Gak ada, aku bilang gak ada. Ya, gak ada!" bentak Varo membuat wanita itu bingung. "Kenapa kamu marah-marah?" tanya Queen heran. "Apa kamu meragukan?" lanjutnya. Queen mencoba menatap lebih dekat wajah Varo. Memegang kening Varo. Memastikan jika dia baik-baik saja. "Ya, udah gimana kalau kamu yang aku tinggal di sini," Queen menarik ke dua alisnya ke atas. "Aku gak mau bayar jika kamu belanja sebanyak ini Apa kamu mau jual aku," kata Varo menarik kelopak matanya, membuat alis tebalnya saling tertaut. Queen menatap ke baju yang sudah di depan kasir itu. Dia kembali menatap Varo sambil meringis. "Hehe.. Mbak apa boleh ini dikembalikan sebagian," tanya Queen. "Boleh, jadi ambil yang mana?" jawab kasir itu ramah. "Ini saja mbak," Queen tak hentinya tersenyum Dia benar-benar malu kali ini. Ini pengalaman pertama kalinya dia belanja tapi mengembalikan barang. Queen menarik menarik ulur bajunya. Rasanya sangat berat jika dirinya mengembalikan bajunya. "Apa jadi ambil ini, mbak?" "Em.. Hehe.. Gak, deh, mbak. Udah dua saja." Queen dengan terpaksa memberikan sebagian baju yang tak jadi dibeli. Jika seadanya orang tuanya memberikan uang lebih. Atau uangnya tak ia tinggalkan. Dia bisa memberi semuanya. Bahkan satu toko bisa dibeli dengan mudahnya. Queen mengerucutkan bibirnya. Dia meraih kantong plastik yang sudah berisikan baju. Berjalan mundur dengan kedua kali menyeret bersamaan ke belakang. Queen meringis lagi, tersenyum ramah menatap Varo. Varo tahu apa.yang di maksud Queen. Dia pasti ingin minta uang. Baginya wanita itu adalah orang pembawa sial yang membuat hidupku semakin berantakan. Sudah hidup susah, tambah susah harus menghidupi wanita itu. Bahkan dia juga tak mau bekerja seperti dirinya. Varo membuka dompetnya lebar. Kedua matanya melebar saat melihat hanya lembaran uang seratus ribu dalam dompetnya. Karena Varo tipe laki-laki yang tak begitu tega dengan wanita. Terpaksa dia memberikan mengeluarkan uang satu-satunya miliknya saat ini. Antara rasa penyesalan, ikhlas gak ikhlas, dia juga harus tetap ikhlas. Dan berharap besok bisa punya uang lembar lagi dalam satu kejap mata. Varo membuka dompet, terlihat hanya 3 lembar uang berwarna merah di dalamnya. Ketika dia menghela napasnya kasar. "Tinggal segini," gumamnya lirih. Melihat wajah Varo yang terlihat muram, Queen memegang tangannya. "Kenapa? Apa masih gak punya uang? Ini hanya dua, kok!" "Iya, sudah ini bayar, semuanya berapa?" Varo mengangkat kepalanya menatap ke arah pegawai kasir. "200 ribu," ucap pegawai kasir, seketika Varo menghela napasnya lega. Hah.. Masing mending 200rb. Uangnya cukup. Tapi, ini uang buat makan. Ada juga yang tiba-tiba datang merampokku sekarang. Varo menggelengkan kepalanya. Menghela napasnya frustasi. Dia membuka dompetnya. Hanya tersisa dua lembar. Dia hanya menatap uang itu, seakan tak mau mengeluarkan dari dompetnya. Varo segera memberikan uangnya, lalu menarik tangan Queen untuk segera pergi. Baru beberapa langkah keluar dari mall. Langkah mereka terhenti saat ada sebuah tangan mendarat tepat di pundaknya. Queen refleks menarik tangan orang itu, melemparkan ke depan dengan sekuat tenaganya. Membuat semua pengunjung di sana heboh menatapnya bingung. Bahkan ada beberapa yang menatap dia kagum. "Siapa kamu?" tanya Queen. "Maaf, nona! Saya mengejutkan nona,"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN