"Dasar aneh!" umpat Varo.
Queen mengatupkan bibirnya. Dengan tatapan mata menajam. Rahangnya mulai memegang, seraya ingin sekali tangannya menampar mulutnya. Lagian, baru 1 hari bersama dia. Seolah dirinya merasa ternyata dengan sikapnya yang acuh. Queen kesekian kalinya mengusap dadanya. Mencoba untuk tetap sabar menghadapi laki-laki batu di depannya. Queen memalingkan wajahnya.
"Aku, tidak aneh!" jawab Queen kesal.
"Seharusnya yang berkata seperti itu, aku. Karena siapa, yang aneh. Itu adalah kamu. Lagian, aku hanya minta tolong sekali. Tapi, kamu jawab berkali-kali. Sebenarnya siapa yang aneh?" ucap Queen. Tersenyum picik. Dia menusuk-nusuk bahu Varo dengan jari telunjuknya. berbicara dengan nada naik turun.
"Pembuat masalah. Lagian, semua ini juga karena ulahmu. Kenapa juga kamu datang ke kamarku. Lagian, jangan minta tolong padaku. Aku tidak kenal denganmu.," pekik Varo.
Queen menarik sudut bibirnya. Ia mengangkat tangannya. Lalu, mengibaskan tangannya, sembari memalingkan wajahnya acuh. "Terserah!" ucapnya memutar mata malas.
Queen menghela napasnya. melirik sekilas wajah Varo.
"Laki-laki dingin, gimana jadinya. Jika seorang dokter muda seperti kamu. Menangani printer yang banyak bicara. Mungkin kamu langsung membantunya." sindir Queen, menggerakan kepalanya, melipat ke tangannya diatas dadanya. Sembari mencibir pelan.
"Lama-lama pasiennya mati jantungan." Cibir Queen memutar matanya malas. "Kalau aku jadi pasiennya. Aku tidak akan seperti itu tenang saja." Queen membalikkan nadanya. melayangkan senyuman manis menggoda. Meta menutup sedikit mendekatkan wajahnya pada Varo.
"Jangan dekat denganku,. " geram Varo. Dia mendorong tubuh Queen menjauh darinya.
"Bukanya kamu dokter, kenapa kamu tinggal di kos kecil seperti itu?" tanya Queen. Mengerucutkan bibirnya. Kedua mata menatap wajah dingin Varo.
Varo menatap sekilas mata Queen. "Bukan urusan kamu!" jawab Varo kentus.
"Sejak kapan kamu tahu aku seorang dokter?" tanya Varo, melangkah mendekati Queen. Dia mendorong bahu Kiri Queen membuat tubuh mereka saling berhadapan. Varo menegang kedua bahu Queen mencengkeramnya sangat erat. Tubuh sedikit tertunduk, melihat jelas ukiran sempurna wajah cantik Queen saat salah tingkah di buatnya.
"Kapan kamu tahu jika aku dokter?" tanya Varo lagi. Queen menelan ludahnya susah payah. Dia mencengkram ujung bajunya.
"Kenapa kamu diam?" tanya Varo. Menyentuh dagu Queen. Menariknya ke atas. Sengaja agar kedua mata mereka saling bertemu. Queen hanya diam, mencoba mengatur hatinya yang tidak bisa di kontrol. Queen memalingkan wajahnya menghindari tatapan yang membuat dia tidak berhenti mengagumi laki-laki itu.
Apa jatuh cinta? Yah, sepertinya bukan. Mungkin ini masih awal pertemuan yang menunjukan ikatan perasaan.
Kenapa aku segugup ini, apa salahku? Apa salah hatiku. Astaga. Naga dragon... Gimana bisa aku seperti orang bodoh di depannya.
"Kenapa kamu diam?" Varo kembali berdiri tegap. Tangan kiri berlagak pinggang. Sembari tersenyum menyeringai ke arah Queen. "Oh, apa jangan-jangan kamu mata-mata. Atau, kamu adalah orang suruhan keluargaku? Dan, atau kamu tasku yang mencoba mendekati. Dengan pura-pura dikejar orang. Lalu masuk ke kamarku dengan cara tidak wajar." Varo membalikkan nadanya. Kembali menatap Queen. Kedua tangannya kedua kalinya memegang lengan Queen. Mencengkeramnya sangat erat. Varo mendekatkan wajahnya.
Queen memicingkan matanya. Dia bilang mata-mata? Memang wajahnya seperti mata-mata? Tapi, tingkahnya memang bukan seperti orang biasanya. Mungkin, itu yang membuat dia heran. wanita itu tiba-tiba jatuh dari atap kamarnya.
"Apa yang kamu katakan?" tanya Queen. Mendorong d**a bidang Varo. Tubuh tak begitu gemuk dan kurus itu terpental ke belakang.
"Hai.. Siapa itu?" teriak seorang laki-laki yang membaut wjaha mereka berubah panik seketika. Mereka saling memandang. Dengan bibir seidk8t terbuka.
Ornag asing itu berlari menghampiri mereka. Tetapi, kesekian menit sebelum dia menemukan wanita Dan laki-laki itu. Bola mata kecoklatan itu memutar menatap sekelilingnya. Pandangannya terhenti, saat melihat tumpukan sampah di belakang lebih jauh beberapa meter darinya. Sampah kering itu sepertinya bisa untuknya bersembunyi. Varo mengintip ke arah orang asing. Sembari mencibir pelan. saat dia ternyata sudah mendekat ke arahnya.
"Sialan!" umpat Varo. Dia menarik tangan Queen kesekian kalinya.
"Kemana?"
"Diamlah!" Varo, membuka tumpukan barang-barang bekas. Lalu, bersembunyi di balik celah tumbukan. Menutupi dirinya dengan beberapa kardus. Tak luput, Varo, menarik tubuh Queen. Mereka duduk jongkok. Tanpa dia sadari. Varo memeluk pinggang ramping Queen. Dia melihat dari balik celah tumbukan kardus di samping kirinya Varo menggerakkan tubuhnya perlahan. Dia mengintip apa yang beberapa orang itu lakukan.
"Dimana dia? Kenapa cepat sekali mereka pergi." ucap orang asing itu. Napasnya terlihat sudah ngos-ngosan. Dengan kedua tangan berlagak pinggang. Dia memutar tubuhnya ke kanan dan kiri.
"Gimana? Apa kamu sudah menemukan merek."
"Akuntansi yakin mereka lari disini. Tapi, kenapa sekarang tidak ada?" Ucap orang itu beralasan.
"Damn it! "
"Apa yang kamu lakukan dari tadi. Kenapa mencari dua orang saja tidak becus?" ucap orang itu meninggikan suaranya.
"Sudah, ayo kita pergi." salah satu temannya segera pergi dari tempat itu. Disusul temannya yang berada di belakangnya.
***
Setelah beberapa menit tidak terlihat siapapun di sana. Queen yang sefarintadi hanya diam. Spontan dia menoleh ke arah Varo. Saat tangan laki-laki itu menyentuh buah miliknya.
"Shiitt… " Queen menggertak rahangnya. Dia sidiki mengangkat kepalanya. Dan, blezt.. Dia menginjak keras kaki Varo.
Varo melebarkan matanya. Dia meringis menahan rasa sakitnya yang terasa nyeri merasuk sampai tulangnya. Kakinya terasa remuk dibuatnya.
"Apa kamu tidak diajarkan untuk berbuat baik pada orang yang sudah menolongmu." Varo meninggikan nada suaranya.
Bukanya takut, Queen mengangkat kepalanya dengan pandangan lurus ke depan. lebih tajam dan mendekat.
"Dokter mesùm seperti kamu, apa nanti pas kena kamu terima. " ucapnya kesal. Menggantikan bibirnya dengan pandangan mata menantang.
"Lagian, salah edit mesùm." umpat kesal Queen. memalingkan wajahnya acuh.
"Dasar otak m***m!" umpat nya lagi.
Varo yang semula diam. Dia hanya mulai memerah. Seolah api kemarahan kini sudah membela otaknya.
"Jangan coba-coba ikut campur urusanku. Jika kamu mencoba cari gara-gara denganku. Maka aku tidak akan segan-segan melakukan hal keji padamu. Wanita aneh." ucap Varo dengan nada naik turun dan sedikit melambat.
Queen bedengus kesal. Penuh emosi dia menginjak kaki Vari.
Terdengar suara rintihan kesakitan dari mulut Varo. Dia menterinya menatap tajam ke arah Queen. Dibalas dengan tatapan tajam tak mau kalah. Varo meringis memegang kakinya. Rasa nyeri mulai merasuk ke dalam tulangnya. Kakinya terasa di ajak gajah. Entah kenapa wanita itu bisa bertenaga seperti gajah. Rasa sakit mulai menjalar sampai dadanya.
"Shiitt.. " umpatnya.
"Aneh.."
"Tidak!" tegas Queen berlagak pinggang. Mereka terus saja berdebat seperti tom and jerry. Tak ada hentinya setiap bersama. Meski tinggal satu atap. Tapi, itu terpaksa. Jika bukan karena para bodyguard papa papa Queen dia tidak akan mungkin lari sampai masuk ke kamar laku-laki bertindak seperti pejabat kelas kakak menyusup ke ruangan musuh.
"Kalau gak aneh apa? Gila?"
"Udah, sekarang dari pada kamu berdebat gak jelas. Lebih baik beri tahu. Siapa sebenarnya kamu. Apa tujuan kamu datang ke kamarku secara tiba-tiba. Dan, kenapa kamu bisa tahu kamarku?" tanya Varo.
"Apa sih, aku nggak paham apa yang kamu katakan. Kau murni tidak sengaja masuk ke kamar kamu. Lagian, kalau aku tahu itu kamar laki-laki dingin dan galak seperti kamu. Lebih baik aku masuk ke toilet." Geram Queen tak mau kalah. Dia mengeraskan nada suaranya satu oktaf. Dengan gerakan tangan yang mengikuti irama nada bicaranya.
"Terserah." ucap Varo. Dia mendekatkan wjaganya. Sembari berbisik pelan.
"Dengarkan aku, lebih baik kita bersiap untuk pergi. Ada seseorang yang mengawasi kita. Jika kamu dan aku ketangkap. Kuta tidak akan bisa lepas dari tawanan mereka." bisik pelan Varo.
Queen menakutkan alisnya. Dia mengerucutkan bibirnya tak percaya. Sekilas Queen menoleh menatap ke arah berlawanan. Tidak ada siapa-siapa di sana.
"Tidak usah mencoba memperbaiki." kesal Queen.
"Aku tidak bohong."
Varo berdiri membelakangi Queen. Ia memang tak percaya dengan wanita yang baru saja dia kenal. Apalagi diam-diam masuk ke dalam kamarnya dari atap kosnya. Dengan gaya pura-pura baginya. Meski Varo memang masih curiga pada wanita itu.
"Lihatlah di balik jari yang aku nujuk. Kamu akan menemukan jawaban. Aku tidak bohong jika mereka sudah mengawasi kita sedari tadi. Pilihan kita hanya satu kabur" Ke dua mata Queen mengarah tepat pada arah Vari melipat kedua tangannya di balik punggungnya. Jari tangan kanannya menunjuk ke arah semak-semak. Queen mengamati setiap gerak gerik Vari. Pandangan matanya tertuju di tangan Varo. Tangan itu terus bergerak seolah memberi kode. Queen yang masih terlihat pola. Dia hanya diam mengernyitkan salah satu matanya. Sembari menggaruk kepala belakangnya yang terasa tidak gatal itu.
Queen mencoba mencerna petunjuk itu. Kini dia perlahan mulai paham. Dia seketika menatap ke arah dimana Varo menunjuk. Kedua matanya terbelalak saya melihat dua orang tadi mengamatinya dari balik semak-semak.
"Apa yang mereka lakukan disana?" tanya Queen heran.
"Eh… Siapa kamu?" teriak Queen. Seolah dia sengaja menantang dua laki-laki yang bersembunyi itu.
Kedua laki-lakj dengan pakaian jaket kulit hitam. Celana jeans berwarna abu-abu dan sedikit ad sobekan di lututnya. Mereka terlihat sepertinseornag preman. Dengan senjata pistol di tangannya. berjalan dengan langkah ringan, dengan senyum menyeringai. Menatap ke arah Queen dan Varo. Queen menatapnya dengan penuh keberanian. Dia menatap dari ujung kaki sampai kepalanya. Tidak ada sedikit bagusnya menjadi seorang mafia.
"Queen apa yang kamu katakan, apa kamu benar-benar gila. Lihatlah mereka mendekat." ucap Varo. Sembari berdesir pelan.
"Preman kampung?" ledek Queen.
"Tutup mulut mu. Apa yang kamu katakan tadi." ucap lantang laki-laki itu.
Varo melotot tajam ke arah Queen.
"Shittt…. Gara-gara kamu jadi kena masalah lagi. Kamu berurusan dengan orang yang salah, wanita aneh!" Queen menarik tubuhnya sedikit masuk semakin dalam ke gang sempit yang di apit antara dua gedung besar. Dengan jarak satu gedung dnegan gedung lainnya hanya sebatas satu ornag yang bisa masuk ke dalam.
"Kalian seperti preman. Itu dianggap sebagai preman. Om." mereka Queen. Varo meraih menutup mulut Queen dengan telapak tangannya dari belakang tubuh Queen. Sembari berbisik pelan di telinga kirinya.
"Lebih baik kita kabur. Jangan berurusan dengannya. Gadis bodoh!" ucapnya kesal.
"Lepaskan!" Queen menyikut perut Varo di belakangnya.
"Kenapa juga harus kabur." tajam Queen.
"Kalau kamu tidak mau pergi. Lebih baik kamu urus saja mereka. Dan, jangan kembali lagi masuk ke kamarku. Dan, aku mengusirmu tinggal di kontrakan kecilku Lebih baik pergi dari hadapanku. Dari pada kamu terus membuat masalah.
"Ayo pergi!" ucap Varo was-was, kedua bola matanya berkeliaran menatap sekelilingnya. Tanpa aba-aba. Varo meraih pergelangan tangan kanan Queen. Sebelum wanita itu semakin menimbulkan masalah baginya.
Varo, menarik tangan Queen berlari masuk ke dalam himpitan gedung. Sementara dua laki-alki asing itu seketika terus mengejarnya.
"Heh.. Berhenti. Mau kabur kemana kamu." teriak laki-laki itu.
"Kenapa kita kabur, Varo.. Lagian mereka hanya berdua. Lebih baik kita lawan saja."
"Tidak, lebih baik kabur. Kamu wanita. Tidak mungkin bisa melawannya." ucap Varo. Dia terus fokus menatap ke depan. Dia mencoba mencari celah, masuk ke dalam setiap yang sempit gedung tanpa jarak itu. Bangunan yang amat tinggi. Membuat dirinya tak bisa mengamati sekitarnya. Hanya bisa melihat lurus ke depan. Varo semakin memegang sangat erat pergelangan tangan Queen. Sengaja tidak mau melepaskan wanita pembawa masalah baginya.
Pandangan mata Varo tertuju pada sebuah bangunan tua. Tepat di depan halaman bangunan itu. Terlihat beberapa orang di sana. Dengan mobil hitam yang saling berhadapan. Dan, orang-orang berjas hitam. Dan, memakai kacamata hitam. Para gerombolan laki-laki yang sangat mencurigakan. Jauh dari laki-laki dan wanita yang sedang bernegosiasi tentang satu hal. Semua laki-laki itu menatap mengarah padanya.
"Sepertinya mereka menyadari kehadiran kita." ucap Queen mencoba menyentuh lengan tangan Varo.
Mereka sepertinya sedang merencanakan sesuatu. Atau sedang melakukan pertemuan rahasia. Tetapi, dirinya memergoki mereka.
"Pergi sekarang!" ajak Varo.
"Bentar!"
"Mau tunggu apa lagi?" ucap panik Varo.
"Lihat sebentar saja. Sampai mereka pergi dari sana" rengek Queen.
"Gak ada waktu. Mereka akan datang menangkap kita." Varo menarik tangannya pergi menjauh berlari sekencang-kencangnya.
"Itu dia," ucap salah seorang lak-laki.
"Ini semua gara-gara kamu. Wanita aneh!" gumam Varo.
"Kenapa kamu selalu menyalahkan aku. Lagian kamu juga yang mengajak aku melihat mereka tadi."
"Iya, sekarang aku menyesal memberitahu kamu."
"Ya, sudah. Hapus saja ingatanku. Biar aku tak tahu."
"Tidak segampang itu."
"Kenapa? Bilang saja kamu gak bisa."
"Jangan memancing emosiku. Sekarang bukan waktunya untuk berdebat." Varo menghentikan larinya. Menatap ke dua nata Queen di depannya.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu? Kamu marah denganku?" tanya Queen mendekatkan wajahnya.
"Sangat marah." Varo mendorong dahi Queen menjauh dari pandangan matanya.
"Kamu mau ikut dengan aku atau pergi dariku sekarang."
Queen menguntupkan bibirnya. "Kenapa kamu bilang begitu."
"Aku tidak suka dengan wanita banyak bicara seperti kamu." tegas Varo. Bibirnya tepat di depan matanya. Marahnya membuat wanita itu terdiam, mengedip-ngedipkan matanya seperti anak kecil
Varo menghela napasnya melangkahkan kakinya untuk pergi. "Tunggu! Aku ikut!" teriak Queen berlari mengejar Varo.
"Kenapa mereka mengincar kita?" tanya Queen bingung. Ia sengaja mengajak Varo untuk berbicara agar tak terlalu tegang hanya karena masalah sepele.
"Bukanya itu… Ratu?" salah satu dari mereka mengenal Queen. Membuat semua pengawal berlari mengejar ke arah di mana Varo dan Queen berlari.
"Mereka semakin banyak,"
"Iya.."
"Siapa yang mereka incar?" gumam Queen semakin bingung. Semua laki-laki itu orang yang berbeda dari beberapa orang yang dia amati tadi.
"Dunia mafia memang membingungkan." gumam Varo.
"Apa kamu mengenal mereka?" tanya Queen, berlari sesekali menatap ke arah Varo.
"Entah! Tapi sepertinya ada hubungan dengan kamu," Varo menarik tangan Queen masuk ke dalam rumah tua yang penuh dengan barang-barang bekas di depannya, penuh debu, sarang laba-laba menjalar kemana-mana, dengan bangunan yang sudah terlihat sangat lapuk di makan usia.
Queen menghentikan langkahnya, ia mengernyitkan wajahnya, dengan tangan mencubit hidungnya, seakan bau tak segar itu menyeruak masuk dalam penciumannya.
"Jorok!"
"Ini rumah lama!" Varo menarik paksa Queen untuk masuk.
"Tapi.. Gimana kalau nanti ada hantu?"
"Kamu hantunya!"
"Enak aja," jawab Queen, memalingkan wajahnya kesal. Dengan bibir sedikit menguntup.
"Makanya diam. Jangan banyak bicara lagi." Varo mendorong tubuh gadis kecil itu masuk ke dalam rumah kosong yang udah hampir lapu. Ia Menutup pintunya perlahan, menimbulkan suara dencitan pintu tertutup membuat telinga Queen bergidik geli.
"Kemana mereka lari?"
Varo yang mendengar suara orang di luar. Ia menutup mulut Queen. Bersembunyi di bawah tumpukan beberapa lukisan yang sudah tak terpakai menggunung di sana.
"Entah, tapi aku yakin mereka pasti di sekitar sini."
"Kita berpencar dari cari mereka," suara dua orang laki-laki itu terdengar jelas dari dalam rumah penuh debu itu.
Queen menarik tangan Varo dari bibirnya. Ia mencoba mengambil napas.. Debu-debu tiba-tiba berterbangan masuk ke dalam hidunganya.
"Uhukkkk.... Uhukkk..."
Queen merasa hidungnya terasa sangat gatal di dalam yang di penuhi debu, dan sangat berantakan semua barang-barang di sana. Tapi betapa dia terkejutnya di saat telapat tangan Varo sudah menutup mulutnya. Pandangan matanya tertuju pada Viro. Untuk ke dua kalinya dia menatap sangat dekat wajah Varo. Kali ini suasananya sangat berbeda. Ruangan itu terlihat sedikit gelap. Ia tak begitu jelas menatap wajah Varo di depannya.
Deg! Deg!
Jantungku? Kenapa dengan jantungku? baru pertama kali dalam hidupku merasakan rasa gugup, dan gemetaran melihat wajahnya. Sentuhan lembutnya.. Hmmmm.. Aku sangat nyaman..
"Apa kamu sudah menemukannya?"
"Mereka tidak ada di sini?"
"Di mana mereka? Aku gak mau tahu, kita harus cari dia dan tangkap dia sesegera mungkin." ucap pimpinan para pengawal itu.
"Iya, boss."
"Sekarang kita lapor dulu pada tuan."
"Tapi, boss."
"Kita bilang saja kalau belum menemukannya."
"Kita pergi dulu dari tempat kotor ini. Venar-benar sangat menjijikkan." lanjutnya dengan wajah menatap jijik, saat ke dua matanya berkeliling menatap seisi ruangan.
"Baik," semua beranjak pergi keluar dari ruangan itu. Sedangkan Varo dan Queen seolah menahan napasnya.
Sebenarnya Queen tak suka bersembunyi. Selagi dia bisa menghadapinya. Dia pasti menghadapinya langsung. Dari pada bersembunyi seperti bermain petak umpet gak ada habisnya.
Kenapa aku curiga pada mereka sekarang. Siapa sebenarnya tuan mereka. Dia kenapa mereka kencariku? apa yang di inginkan dariku? Jika mereka ingin berbuat jahat padaku. Jangan pikir kamu mudah mengalahkanku.
Queen tersrnyum, menarik turunkan alisnya. Membuat Varo mengerutkan keningnya menatap aneh padanya.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Varo.
Queen memutar bola matanya. Menarik sudut bibir kanannya ke kiri. Dia membungkam mulutnya dapat. Dna matanya tak berhenti menggoda laki-laku tampan di depannya.
Varo berdengus kesal, memutar matanya malas. "Aku benar-benar akan jadi orang gila. Bias bertemu dengan gadis aneh seperti itu."
"Kamu juga aneh!"
Varo mengerutkan keningnya. Dia tak hentinya bergeming dalam hatinya.
"Aneh gimana?"
"Kamu sudah buat jantungku berdegup sangat cepat."
"Dasar aneh tetap saja aneh." pekik Varo.
"Tak apa anrh.. tapi aku memang kagum dengan kamu."
"Berisik!" Varo memutar matanya. Mengacuhkan apa yang di katakan Queen baginya hanyalah bualan seroang wanita yang biasa saat melihatnya.