Aku tidak tahu kenapa dia berubah. Kemarin dia masih tersenyum padaku. Kembarin dia masih berbicara padaku. Kemarin kami masih bercerita tentang mimpi dan masa depan bersama. Kemarin dia masih menatapku dengan lembut. Kemarin bibir itu masih tersenyum tanpa ragu kepadaku.
Namun tiba-tiba .... dia berubah laksana orang yang tidak lagi dikenal. Bibir itu enggan tersenyum. Bibir itu tidak lagi menyapa. Suaranya tak lagi terdengar ramah. Mata teduh itu tidak terlihat lagi. Semua berubah hanya dalam waktu semalam saja. Kenapa dia berubah? pertanyaan itu tidak kunjung menemeui jawab. Aku pun mulai penat dalan penantian tanpa kejelasan.
Hangatnya kini berganti dingin yang membekukan hati.
Apa aku sudah membuat kesalahan? Apa aku sudah membuat kesalahan kepadanya? Diri ini lelah mengkaji apa yang sudah terjadi. Aku sudah menggali semua ingatan tentang apa yang terjadi, namun ... jawab itu tiada jua. Aku tidak tahu penyebabnya. Aku tidak menemukan jawabannya. Yang aku tahu dia tiba-tiba saja berubah layaknya seseorang yang tidak lagi kukenal. Dia terasa asing. Sorot matanya terasa lain. Dia bahkan terus menghindar, lalu kemudian perlahan menghilang.
Lelah ...
Aku mulai merasa lelah dengan sikapnya yang terkesan selalu berlari dariku. Kedatanganku yang dulunya selalu disambut hangat, kini disambut dengan raut cemas. Pertemuan yang dulu terasa selalu menyenangkan, kini menjadi suatu hal yang membuatnya risih. Apakah hati manusia memang seperti itu? bisa berubah sangat cepat. Bisa melupa dalam sekejap.
Tapi ...
Aku tidak bisa begitu.
Hingga detik ini aku masih mencintainya. Sampai saat ini aku masih menunggu kepastian darinya. Segala janji yng diucap masih kugenggam erat. Semua mimpi dengannya masihlah sesuatu yang kudamba.
Kini aku hanya bisa menunggu...
Sekarang aku hanya menanti.
Aku berharap dia hanya penat sebentar saja. Aku berharap dia segera penat berlari dan akhirnya kembali.
Karena aku akan selalu di sini menantinya. Aku akan sabar dalam penantian.
Sebab aku mencintainya dengan sepenuh jiwa raga...
Dan akan seperti itu selamanya.
-Mita Andriani