Kamar yang indah

1017 Kata
"Oh, ya. Nama kamu siapa?" tanya Angel berlari meraih tangan Alex yang sudah beranjak menuju ke lantai dua lebih dulu. Alex hanya diam dan terus melangkahkan kakinya menjauh dari Angel. Angel terus berlari kecil meraih tangan Alex. Mencengkeram erat lengan jas hitam milik laki-laki jutek di depannya. "Jangan memegangku." pinta Alex. Menarik tangan Angel. Melepaskan tangannya dari lengan jasnya. Alex mencengkeram erat tangannya. Membuat Angel meringis menahan sakit. "Aw--" runtih Angel. "Ah.. Dasar nyebelin. Pegang dikit saja gak boleh." Angel menarik tangannya. Mengusap tangannya yang terasa sakit. Akibat cengkeraman tangan Alex. "Lagian hanya sekilas memegang tadi. Sekarang aku gak menyentuhmu. Dan hanya menyentuh sedikit tidak bakalan kulit kamu atau jas kamu ini lecet." gerutu kesal Angel. "Udah cepat katakan, apa yang ingin kamu bicarakan padaku?" tanya Alex datar. Angel memincingkan matanya lihat wajah menakutkan Alex. Kenapa laki-laki ini terlihat jutek? Apa dia tidak tertarik dengan wanita atau? Jangan jangan… Ah.. Entahlah. "Eh… Aku boleh tanya gak?" tanya Angel. "Buruan kalau kamu mau tanya. Silahkan tanya. Jangan buang buang waktuku." pekik Alex kesal. Angel menghela napasnya. "Haha… baiklah! Oke, aku ingin bicara sesuatu padamu sekarang. Tapi ingat jangan marah." "Kalau kamu masih banyak bicara. Aku pergi sekarang." Alex melangkahkan kakinya baru satu langkah ke depan. Langkahnya terhenti, Angel memegang lengan Alex mencegahnya dia pergi. "Aku tanya sebentar saja." ucap Angel memohon. Ia mengeluarkan wajah imutnya. Dengan ke dua mata mengedip-ngedipkan. "Buang wajahmu yang menjijikkan itu." Alex memalingkan wajahnya. "Aku itu hanya tanya. Apa kamu tidak bisa tersenyum sama sekali. Atau bibir kamu itu ada lem-nya. Atau memang wajah kamu jelek seperti itu." ejek Angel membuat Alex seketika menatap ke arahnya. Harapannya terlihat sangat tajam. Ia menarik dagu Angel. Mendekatkan ke arahnya. "Apa uang kamu katakan tadi? Apa kamu memang ingin sekali membuat aku marah." pekik Alex. "Enggak!" Angel menggelengkan kepalanya. "Terus apa?" tanya Alex. Semakin mendekatkan wajahnya. Angel menelan ludahnya berkali-kali hingga melonggarkan tenggorokannya yang terasa kering. Tubuhnya gemetar seketika. Saat tatapan ke dua mata Alex menusuk ke hatinya. Tatapan kagum menatap wajah Alex. Tatapan tajamnya membuat wajahnya punya karisma yang berbeda dari laki-laki lain. "Ehh… Maaf, sepertinya aku harus pergi sekarang." ucap Angel berlawanan. "Pergilah ke kamar kamu. Nanti siang aku ingin bertemu dengan kamu." pinta Alex. "Memangnya kamu mau bicara apa lagi." "Diam saja. Dan tunggu nanti saja." gumam Alex datar. Ia memalingkan wajahnya acuh. Dan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Angel. "Tapi…" "Diam…" ucap Alex tanpa menatap ke arahnya. "Baiklah! Aku diam sekarang." Angel menutup bibirnya dengan telapak tangannya. "Ikut aku." ucap Hans yang tiba-tiba berdiri di depannya. Membuat Angel sedikit terkejut. "Kemana?" "Aku akan tunjukan di mana kamar kamu sekarang." ucap Hans. "Baiklah!" Hans melangkahkan kakinya menuju ke lantai dua. yang berlawanan arah dengan kamar Alex. Sedangkan Yeri hanya berjalan ringan mengikuti langkah Hans yang begitu cepat membuatnya sedikit kewalahan. "Jangan cepat cepat kalau jalan?" gumam Angel. "Apa kamarnya masih jauh?" tanya Angel lagi. "Sebentar lagi." ucap Hans jutek. "Kenapa kamu jutek juga. Apa kalian saudara." "Enggak!" jawab Hans. Ia menghentikan langkahnya. Ia memegang gagang pintu kamar yang tepat di sampingnya. Membukanya perlahan. Lalu mempersilahkan Angel untuk masuk ke dalam. Yeri hanya diam melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar yang nampak sangat luas. "Eh… Siapa nama kamu?" tanya Angel menunjuk ke arah Hans. "Aku… Hans.." gumam Hans jutek. "Sini sebentar!" pinta Angel. "Ada apa?" tanya Hans jutek. "Tuan kamu mana?" "Saya tidak tahu." jawab Hans datar. Angel menarik lengan Hans. Mendekatkan wajahnya. "Jangan bilang sama dia. Kalau aku ingin kabur dari sini " ucap Angel. "Apa maksud kamu?" tanya Hans mengerutkan keningnya bingung. "Aku ingin pergi dari sini. Dan ini bukan rumahku. Kenapa juga aku harus ada di sini." Angel melepaskan tangannya yang dari tadi mencengkeram erat lengan Hans. "Sepertinya tuan akan terus mencari kamu. Sampai bisa bertemu denganmu lagi." gumam Hans. Mengibaskan lengan jas miliknya. Angel. Mengerutkan keningnya. Ia menarik sudut bibirnya. Memutar bibirnya sedikit kesal. "Maksud kamu apa?" tanya Angel memastikan. "Aku tidak pernah melarang kamu pergi dari sini. Tapi aku lebih tahu, tuan Alex seperi apa. Dia tidak pernah membawa wanita pulang ke rumahnya. Apalagi kencan dengan wanita." "Jadi aku…." Angel menunjuk wajahnya sendiri. "Iya… kamu adalah wanita pertama yang di bawa oleh tuan Alex ke rumahnya. Tuan Alex tidak pernah jatuh cinta sebelumnya. Dia selalu menyendiri. Dan lebih fokus dengan pekerjaannya." jelas Hans. Angel berjalan mondar-mandir. Dengan salah satu tangan di lipat di perutnya. Jari tangan satunya mengetuk-ngetuk dagunya berkali-kali. "Apa benar yang di katakan Hans itu.. Ih.. Dia sebenarnya normal atau tidak? Kalau dia tidak normal gimana? Masak aku pacaran dengan gay?" gerutu Angel lirih. "Jaga ucapan kamu. Dia laki-laki normal. Bukan gay." ucap Hans.. Dia segera beranjak pergi meninggalkan Angel sendiri. Angel mengangkat kepalanya. Menatap ke arah Hans yang sudah pergi menjauh darinya. "Eh… Terus sekarang? Apa yang aku lakukan di rumah besar ini sendiri. Apa mereka pergi atau ke kamarnya? Atau ke ruang kerjanya. Atau pergi mandi kali ya?" gumam Angel terkekeh kecil. Angel berjalan masuk ke dalam kamarnya. Kamar yang begitu luas. Lebih luas dari kamarnya. Gimana tidak, meski dia anak tiri dari orang kaya. Tapi keluarganya memperlakukan dia seperti pembantu. Dia selalu saja di perintah sana sini seperti pembantunya saja. Bahkan tidak pernah sama sekali di anggap. Kamarnya saja seperti kamar pembantu. Semua bajunya juga. sederhana, dia tidak punya gaun mewah. Tidak punya apapun yang berbau barang branded. Angel menatap kagum kamarnya. Dia berjalan mengelilingi kamar yang 4 kali lipat lebih luas dari kamarnya. "Apa ini enaknya jadi orang kaya? Tapi apa orang kayak selamanya akan hidup enak? Atau hanya sebatas ingin senang senang saja? Ah… entahlah.. Aku lebih suka dnegan kehidupanku sendiri." gumam Angel duduk di ranjangnya. Ia mengusap selimut lembut yang tertata rapi di atas tampangnya. Ke dua mata Angel tertuju pada taman yang membentang sangat luas di belakang kamarnya. Pemandangan yang sangat indah bisa di lihat dari atas kamarnya. Yang di lapisi dinding kaca. "Kehidupan yang benar-benar membuatku merasa ada di surga dunia.. Tapi ini.. Apa ini hal indah sama seperti di surga." gumam Angel. bangkit dari duduknya. Ia menatap pemandangan indah taman. Dengan berbagai hiasan bunga yang tumbuh mekar mengelilingi kamarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN