43 - Tipuan

3103 Kata
           “Seseorang … seseorang membunuh Marquis Lyttleton!”            Dengan kedua alis yang terangkat, Cain memutar tubuhnya untuk menatap Syville dengan wajah yang tidak percaya. “Sy … Syville …”            Syville menelan ludahnya. Entah kenapa ia merasa tidak nyaman dengan kebetulan yang beruntun ini. “Jelaskan padaku,” pinta Syville memilih untuk pura-pura belum mengetahui hal tersebut.            Prajurit itu sempat melirik ke arah Cain, setelah beberapa saat akhirnya ia berkata, “Karena salah satu … teman satu peleton saya ada yang terluka … saya berniat untuk meminta beberapa obat untuk merawat lukanya.”            “Lalu, kau memilih untuk pergi ke ruang medis milik keluarga Lyttleton? Bukankah kita memiliki ruang medis sendiri?” tanya Cain dengan keningnya yang dikerutkan.            “Maaf, Tuan! Karena saat itu saya berada di dekat ruang medis milik keluarga Lyttleton—”            “Tunggu, saat ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal yang sepele ini, ‘kan?” potong Syville cepat, kemudian ia berdiri dari duduknya. “Sebaiknya aku yang memeriksa sendiri ke ruang medis apa maksud dari perkataanmu mengenai seseorang yang membunuh ayahku.”            “Tunggu, aku juga ikut! Aku tidak percaya ada yang bisa melakukan hal itu pada Marquis Lyttleton. Terlebih lagi … berada di dalam ruang medis di tengah-tengah markas ini,” tambah Cain sambil mengikuti Syville di belakangnya. “Mungkin prajuritku salah memahami keadaannya, sehingga ia membicarakan omong kosong semacam itu, Syville. Kau tidak perlu khawatir.”            “Tapi, Tuan Cain! Aku tidak berbohong—”            “Hentikan. Kembali ke peletonmu sekarang juga dan tunggu informasi dariku selanjutnya,” perintah Cain pada bawahannya. “Jika perkataanmu itu memang benar, sebaiknya jangan menambah masalah dengan berkeliaran bebas di sekitar sini. Pastikan prajurit yang lain tetap berada di daerah kita mendirikan markas sementara.”            “Ba-baik, Tuan Cain!” jawab prajurit itu sambil membungkukkan tubuhnya pada Cain dan juga Syville, kemudian pergi dengan langkah kaki yang cepat.            “Apa kau baik-baik saja, Syville?” tanya Cain setelah menyusulnya yang sudah jalan terlebih dahulu menuju ruang medis.            “ … Bagaimana menurutmu? Aku baru saja mendengar kabar kalau seseorang membunuh ayahku.”            “Ma-maaf, aku hanya khawatir …”            Syville mendesah panjang sambil menyisir rambutnya yang sudah berantakan dengan jarinya. Ia tidak bisa menebak apa yang dipikirkan Cain dengan wajahnya yang seperti itu.            Meski selama ini ia selalu mengikuti logika dan pemikirannya … perasaan yang tidak nyaman yang selalu ia rasakan, dan juga gambaran tumpang tindih yang tidak bisa dijelaskan oleh logika dan pemikiran dangkal itu tetap tidak bisa ia abaikan begitu saja.            Rasanya benar-benar ada hal penting yang entah kenapa bisa dilupakan oleh Syville, dan hal itu bisa jadi berhubungan dengan apa yang terjadi saat ini.            “Aku juga minta maaf, seharusnya aku tidak berkata seperti itu padamu karena semua pemikiran yang ada di kepalaku saat ini.”            Wajah Cain yang sebelumnya terlihat menyedihkan langsung tersenyum dengan cerah ketika mendengar perkataan itu dari Syville. “Tidak masalah, aku juga salah karena tidak … memikirkan perasaanmu.” Cain berdeham pelan, kemudian menambahkan, “Jika memang ada sesuatu yang terjadi pada … Marquis Lyttleton, aku akan membantumu sebisaku, Syville.”            “Mhm, terima kasih,” jawab Syville singkat sambil menambah kecepatan langkah kakinya. Sebentar lagi, mereka berdua akan tiba di ruang medis.            Tidak seperti sebelumnya, saat ini di depan ruang medis sudah banyak orang, begitu pula sudah terlihat cahaya dari dalam tenda ruang medis tersebut.            “No-nona Syville!”            “Se-Selamat malam, Nona Syville!”            Dengan melihat sebagian besar wajah prajurit yang berkumpul di depan ruang medis terlihat panik ketika Syville sampai di tempat itu, Cain yang berjalan di sebelahnya langsung menggenggam tangan Syville yang membuatnya terpaksa menghentikan langkahnya.            “Syville, apa kau yakin akan … masuk ke dalam?”            Syville mengerutkan keningnya, kemudian menarik tangannya dari genggaman Cain. “Pertanyaan macam apa itu? Tentu aku akan melihatnya.”            “Ta-tapi … apa kau sanggup—”            “Apa karena aku seorang perempuan yang belum disebut sebagai orang dewasa sehingga kau berkata seperti ini, Cain?”            Awalnya terlihat kalau Cain akan membalas perkataan Syville, namun ia kembali menutup mulutnya dan menggelengkan kepalanya beberapa kali. “Maaf, aku benar-benar lupa kalau kau seseorang yang sangat kuat.”            Syville menelan ludahnya dengan susah payah ketika mendengar perkataan itu. Seseorang yang sangat kuat? Dirinya bisa setenang ini karena ia sudah melihat keadaan ayahnya sebelumnya. Bahkan, saat ini ia sedang menahan mual ketika mengingat ruangan yang sangat gelap yang dipenuhi oleh bau darah yang tercium oleh hidungnya …            Jika ia tidak melakukan hal ini, ia tidak akan pernah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ia tidak hanya bisa diam menangisi kematian ayahnya, dan menyerahkan semuanya pada orang lain tanpa tahu kebenarannya.            Lagi pula … semua mungkin gambaran yang belum pernah ia alami namun terasa sangat nyata itu mungkin bisa memberinya sebuah petunjuk. Petunjuk untuk mengetahui siapa yang melakukan hal ini.            Syville menggelengkan kepalanya dan masuk ke dalam ruangan medis. Di dalamnya sudah banyak prajurit yang mengelilingi sebuah kasur yang sebelumnya ditempati oleh ayahnya. Kasur itu ditutupi oleh kain putih.            Tubuh ayahnya telah ditutupi oleh kain putih, namun tetap saja bercak darah terlihat di bagian atas kain itu. Sepertinya belati yang menancap tepat di jantung ayahnya sudah dicabut.            “Nona Syville!”            Vayre yang sedang sibuk berbicara dengan Dan langsung menolehkan wajahnya pada Syville ketika mendengar salah satu prajurit memanggilnya.            “Syville, apa kau sudah—”            “Apa yang terjadi, kakak? Aku mendengar kalau ayah …” Syville melirikkan matanya pada kasur tempat tubuh ayahnya berada. “Apa kabar yang kudengar itu benar? Seseorang … seseorang membunuh ayah?”            Vayre yang memasang wajah bingung dicampur panik langsung melirikkan wajahnya kepada Dan. Dengan wajah yang hampir sama, Dan juga membalas pandangan Vayre.            “Nona … bukankah Nona—”            Syville langsung berjalan mendekat ke arah Dan, kemudian mencengkeram kedua bahunya dengan keras. “Katakan padaku, Dan. Apa yang terjadi!?”            Tidak lupa ia juga menoleh pada kakaknya. Awalnya, Syville hanya ingin tahu apa yang akan Cain lakukan. Namun, ketika ia kembali lagi ke tempat ini dan mengingat kejadian yang ia alami sebelumnya, air matanya yang sudah ia tahan sejak dari tadi akhirnya kembali keluar dan membasahi pipinya dalam waktu yang singkat.            “Kakak … apa yang terjadi?”            Entah karena Vayre atau Dan mengerti apa yang ingin dilakukan oleh Syville, atau bisa jadi mereka berpikir bahwa mental Syville sedikit terganggu karena kematian ayahnya yang tiba-tiba, akhirnya Vayre berkata, “Aku … tidak tahu kau mendengarnya dari siapa, Syville. Tetapi apa yang kau dengar itu, semua benar.”            “Jadi Marquis Lyttleton benar-benar …!?” sahut Cain tiba-tiba sambil berlari mendekati kasur tempat tubuh ayah Syville berada. “Bagaimana hal ini bisa terjadi? Kenapa bisa ada seseorang yang  bisa melakukan hal ini? Tidak hanya itu … melakukannya di dalam ruang medis tepat di dekat markas …”            “Kami sedang menyelidikinya saat ini. Meski terasa tidak bermoral karena … kami tidak langsung memberikan pemakaman yang tepat untuk Kepala Keluarga Lyttleton, tetapi karena kejadian ini berada di tengah-tengah perang, kami harus menemukan siapa pelakunya terlebih dahulu,” jawab Dan sambil mengusap pelan punggung Syville yang masih belum bisa menghentikan tangisnya.            Cain mendecakkan lidahnya sambil memijat keningnya dengan pelan. “Aku akan memerintahkan beberapa bawahanku untuk membantu kalian mencari siapa pelakunya. Tapi ini cukup merepotkan, dalam keadaan yang seperti ini, seorang Kepala Keluarga harus siap mengambil alih. Syville, apa kau … siap? Kudengar Marquis Lyttleton akan menyerahkan kedudukan itu padamu? Bukannya …” Cain melirikkan matanya ke arah Vayre, kemudian menambahkan, “bukan kakakmu?”            Dengan usaha yang sangat keras, akhirnya Syville bisa menghentikan air matanya dan mengendalikan emosinya. Setelah menarik dan menghembuskan napasnya beberapa kali, ia menjawab, “Siap atau tidak, aku harus melakukannya …”            “Kau kuat, sangat kuat,” kata Cain sambil meletakkan kedua tangannya di atas bahu Syville dengan lembut. “Karena kejadian seperti ini belum lama terjadi, dan kemungkinan besar seseorang yang melakukan hal ini menargetkan Kepala Keluarga Lyttleton … lebih baik kau tidak menjauh dari tempat ini, ‘kan?”            Vayre mencengkeram salah satu tangan Cain yang berada di bahu Syville. “Apa maksudmu? Bukankah karena ada kejadian seperti ini, ia lebih baik bersama orang-orang yang paling ia percayai?”            “Membiarkannya berada di tempat seorang pembunuh yang masih berkeliaran dengan bebas bahkan lebih berbahaya!” kata dengan nada yang lebih terdengar seperti geraman, kemudian ia menepis tangan Vayre yang mencengkeramnya. “Lagi pula, siapa yang kau maksud dengan orang-orang yang bisa dipercayai oleh Syville? Jika dipikirkan baik-baik, tidak akan mudah membunuh Marquis Lyttleton di dalam markasnya sendiri. Bukankah itu berarti, pelakunya adalah orang dalam?”            Mendengar perkataan Cain, kening Syville langsung berkerut dengan dalam. “Cain, jangan berkata semudah itu! Apa kau bilang seseorang yang membunuh ayahku adalah prajuritnya sendiri!?”            “Apa ada penjelasan yang lebih masuk akal lagi?” tanya Cain dengan suara yang lebih pelan dibandingkan dengan sebelumnya. “Apa mungkin ada seseorang yang menyamar dan masuk ke tempat ini dengan mudah?”            Dan membetulkan kacamatanya sebelum berkata, “Meski aku tidak bisa menyetujuinya, tetapi apa yang dikatakan oleh Tuan Livanto ada benarnya. Sepertinya … Nona, kau harus … menjauh dari tempat ini terlebih dahulu.”            “Tapi, Dan …” Melihat wajah Dan yang dipenuhi oleh keyakinan membuat Syville kembali menelan kata-katanya. Kemudian ia menatap kakaknya untuk meminta tolong.            Wajah Vayre terlihat ragu, tetapi setelah beberapa saat ia hanya bisa mendesah dan berkata, “Tidak ada pilihan lain. Tuan Cainelle, tolong jaga adikku …”            Cain menganggukkan kepalanya. “Tentu saja. Lagi pula, aku sudah berjanji untuk menjaga Syville seumur hidupnya kepada ayahnya.”            Syville hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dengan keras. Seharusnya tidak seperti ini! Seharusnya ia tetap di sini dan mencari siapa pelaku sesungguhnya bersama dengan yang lain.            Firasatnya juga mengatakan demikian. Tetapi, karena Syville kalah suara, dan semua prajuritnya yang lain juga menyarankan hal yang sama, jika Syville terus menolak dan memaksakan diri untuk tetap berada di tempat ini … sepertinya hasil dari semua ini akan berkebalikan dengan tujuan utamanya.            Sekali lagi, ia melihat ke arah di mana ayahnya berada. Padahal, beberapa hari ini rasanya ia sudah kembali dekat dengan ayahnya, namun seakan dipermainkan oleh takdir, Syville tidak bisa merasakan kebahagiaan itu lebih lama.            .            .            Di akhir, Syville pergi ke markas sementaranya yang dibangun bersebelahan percis dengan tempat keluarga Lyttleton, namun berada sedikit jauh.            Ia memiliki tendanya sendiri, tepat di sebelah tenda milik Cain. Karena kejadian yang baru saja terjadi, Cain meminta sepuluh prajurit untuk menjaga tenda di mana Syville berada. Tidak hanya itu, ada tiga pelayan yang membantu Syville untuk membersihkan tubuhnya dan juga menyiapkan makan malamnya.            Meski Syville diminta untuk beristirahat oleh Cain, pemikirannya tidak akan mungkin bisa melakukannya. Otaknya terus bekerja keras untuk mencari petunjuk dari apa yang ada di sekitarnya dan juga apa yang dilihatnya selama ini.            Meski tidak logis, ia juga menggunakan gambaran yang selalu muncul itu sebagai sebuah petunjuk juga. Apa pun akan ia gunakan, asalkan ia menemukan siapa yang tega melakukan hal ini pada keluarganya.            “Syville, apa kau belum tidur? Dari luar aku bisa melihat cahaya dari dalam.”            Syville langsung menegakkan tubuhnya ketika mendengar pertanyaan itu. Dari luar, Cain meminta izin untuk masuk ke dalam tendanya.            Setelah diizinkan oleh Syville, akhirnya Cain masuk ke dalamnya dengan membawa dua gelas yang berisi cokelat panas. Sebuah kemewahan di dalam peperangan.            “Sebaiknya kau tidur. Jika tubuh dan pikiranmu kelelahan, bisa-bisa kau sakit,” kata Cain sambil menyerahkan salah satu gelas yang ia bawa pada Syville.            Setelah berterima kasih, Syville menerima gelas itu dan berkata, “Mana bisa aku melakukannya. Semua prajuritku pasti kelelahan karena harus mengikuti perang yang tiba-tiba ini. Tidak hanya itu, kejadian baru-baru ini juga menambah beban pekerjaannya.”            “Kau juga sama, ‘kan seperti mereka? Jika kau benar-benar mengkhawatirkannya, maka bantulah mereka untuk menemukan siapa pelakunya,” kata Cain sambil duduk pada kursi yang ada di depan Syville. “Tapi, dengan tubuhmu yang kelelahan pasti akan sulit untuk menemukan jawabannya, ‘kan?”            Syville mendesah panjang sambil mencengkeram kuat gelas yang ada di tangannya. “Kau memang benar. Tapi … mana mungkin aku bisa dengan mudah melakukannya.”            Cain tertawa pelan sebelum berkata, “Minumlah cokelat panas itu. Aku tahu kau pasti akan kesulitan untuk tidur karena kejadian ini. Cokelat panas ini selalu membuatku mengantuk.”            Syville melihat cokelat panas yang ada di tangannya, setelah melirik ke arah Cain beberapa kali, akhirnya ia meminumnya juga.            Cokelat panas itu tidak jauh berbeda dengan apa yang sering dibuat oleh Nanny ketika ia berada di rumahnya. Bahkan cokelat panas buatan Nanny lebih terasa enak. Tapi mungkin karena tubuhnya yang benar-benar kelelahan tanpa sadar, ketika Syville meminum cokelat panas itu, rasanya seluruh tubuhnya menjadi hangat dan ia mulai mengantuk.            “Enak, ‘kan?” tanya Cain dengan kekehan pelan.            “Mhm, enak,” jawab Syville singkat, kembali meminum cokelat panasnya.            “ … Tapi … aku masih berpikir kalau seseorang yang me … melakukan hal itu pada Marquis Lyttleton merupakan salah satu prajurit atau pekerja keluargamu, Syville.”            Syville mendesah panjang sambil memijat sela-sela di antara kedua matanya. “Aku tidak yakin …”            “Katakan … ini hanya … pemikiranku …”            “Apa?” tanya Syville dengan kedua alisnya yang terangkat.            Cain mengusap bagian belakang lehernya dengan wajah yang terlihat ragu. Setelah beberapa saat akhirnya ia berkata, “Ba-bagaimana jika yang melakukannya adalah … kakakmu itu?”            “Apa maksudmu, Tuan Cainelle?” tanya Syville dengan nada yang tajam. Ia tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. Vayre, membunuh ayahnya sendiri? Kakaknya itu? Omong kosong apa yang baru saja dikatakan olehnya?            Cain langsung meletakkan gelasnya di meja terdekat sambil menggelengkan kepalanya dengan panik. “Itu hanya pemikiran yang menggangguku! Tapi, tidak ada salahnya mencurigai kakakmu, ‘kan? Mungkin ia ingin merebut kedudukan Kepala Keluarga darimu dan membunuh ayahmu? Bagaimana jika target selanjutnya adalah dirimu?”            Syville menggertakkan giginya sambil berdiri dari duduknya, kemudian meletakkan gelas yang masih berisi setengah cokelat panas di dalamnya ke atas meja dengan keras. “Aku sudah mengenal kakakku sejak lama. Meski dia bukan kakak kandungku, aku yakin ia tidak akan melakukan hal itu.”            Cain tersenyum dengan panik sambil menggapai tangan Syville. Namun, sebelum tangannya digenggam oleh Cain, Syville sudah menarik kedua tangannya dan melihatnya di d**a.            Cain menarik kembali tangannya yang menggantung di udara. “Tapi … bagaimana jika semua itu hanya tipuan? Bagaimana jika dia pura-pura baik padamu dan memiliki niat yang seperti itu? Untuk mengambil alih keluarga Lyttleton?”            “Sudah kukatakan tidak mungkin—”            Syville menghentikan perkataan selanjutnya karena kepalanya entah kenapa mulai terasa sakit. Dalam waktu singkat, gambaran yang saling tumpang tindih … atau sebuah kejadian … atau sebuah ingatan yang selalu membuat dirinya bertanya-tanya seketika memenuhi kepalanya.            Untuk beberapa detik, Syville hanya bisa berdiri dengan kaku di tempatnya, kemudian menatap dengan pandangan ngeri ke arah Cain.            Melihat wajah Syville yang seperti itu, Cain berdiri dari duduknya dan mencoba untuk menggenggam tangan Syville. “Ada apa, Syville? Kenapa kau terlihat kesakitan?”            “Kau yang melakukannya …”            “Apa—”            “Aku mengerti sekarang. Semua yang kau katakan sebelumnya itu tidak mungkin Vayre akan melakukannya. Tetapi kau yang melakukannya.”            Cain tersenyum dengan pandangan bingung, dengan kepalanya yang dimiringkan sedikit, ia berkata, “Apa maksudmu?”            Syville mundur satu langkah untuk menjauhi tangan Cain yang semakin mendekat. “Kau yang melakukannya. Kau yang membunuh ayahku.”            Ujung bibir Cain terlihat sedikit berkedut, kemudian senyum di wajahnya menghilang seketika dan ia mendesah panjang. Dengan sebelah tangannya, ia menyisir rambutnya ke belakang dan berkata, “Aku tidak mengerti apa yang kau katakan.”            “Kau tahu aku yang akan menjadi Kepala Keluarga Lyttleton selanjutnya. Kau juga sudah tahu kalau kakakku tidak memiliki darah keluarga Lyttleton,” jawab Syville. “Kau tiba-tiba melamarku, kemudian dengan mengatas namakan dirimu sebagai tunanganku, secara langsung kau akan menjadi penerus keluarga Lyttleton setelah ayahku tidak ada.            “Kau juga berniat untuk menyingkirkan Vayre karena khawatir dia akan membahayakan posisimu, ‘kan? Karena, meski Vayre tidak memiliki darah seorang keluarga Lyttleton, sebagai seseorang yang dekat dengan penduduk yang tinggal di dalam area kekuasaan keluarga Lyttleton, ia bisa menjadi seseorang yang membahayakanmu.”            Cain kembali memasang senyumannya. Tetapi, kali ini tidak lagi senyuman hangat penuh dengan ‘kasih sayang’ yang ia perlihatkan pada Syville. “Ternyata benar. Meski kau sangat muda, tetapi otakmu itu sangat pintar. Aku tidak tahu jalan pemikiranmu itu, dan bagaimana bisa kau menyimpulkan semua ini dalam waktu singkat. Tapi … apa yang kau katakan itu benar.”            “Bukankah secara tidak langsung kau mengakui perbuatanmu?”            Cain terkekeh pelan, kembali memasang senyum penuh kemenangannya. “Memang kenapa? Meski kau mengetahui kebenarannya, kau sudah terlambat.”            Kening Syville langsung berkerut dengan dalam. Itu benar … saat ini, ia berada di dalam markas ‘musuh’nya yang sesungguhnya. Tidak hanya itu, ada lebih dari sepuluh prajurit yang berada di luar tenda. Pasti mereka orang-orang yang ikut melakukan rencana ini.            “Kau juga cepat tanggap, ya? Kau tidak memiliki jalan keluar dari tempat ini. Ah … awalnya aku akan membuangmu setelah mendapatkan apa yang kumau. Tetapi, ternyata kau menarik juga. Tenang saja, aku akan memberikanmu kasih sayang sebagai istriku, Syville …”            Syville mendecakkan lidahnya. Ia benar-benar naif dan bodoh. Seharusnya ia tidak meletakkan tombak miliknya di ujung ruangan yang jauh dari dirinya. Tapi mungkin dari tempat ini, Syville masih bisa menggapai tombak itu jika ia lari secepat mungkin.            Melihat Cain yang hanya duduk dengan santai membuat Syville yakin bisa melakukannya. Namun, ketika ia belum sempat mengambil satu langkah pun dari tempatnya, tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit dan pandangannya menjadi gelap untuk beberapa saat. Kakinya menjadi lemah seketika dan ia terjatuh ke tanah.            “Ah, akhirnya obatnya bekerja juga, ya?” kata Cain dengan suara pelan sambil berjalan mendekati Syville. “Kukira obat itu tidak bekerja padamu karena butuh waktu yang cukup lama untuk melihat efeknya.”            Syville mencoba untuk berdiri, tetapi tangannya mulai tidak berasa dan ikut menyerah. Membuat wajahnya jatuh menyentuh pada tanah.            Cain kembali terkekeh pelan sambil berjongkok di depan Syville dan menarik dagunya. “Sudah kukatakan, bukan? Meski kau mengetahui kebenarannya, kau sudah terlambat,” kata Cain dengan suara pelan yang membuat seluruh tubuh Syville gemetar ketakutan.            Apa yang ia lakukan saat ini sedikit berbeda dengan apa yang terjadi pada apa yang ada di ingatnya, apa yang terjadi pada masa lalunya. Karena saat itu, Syville tidak ikut bersama Cain. Ia tetap berada di samping kakaknya, di samping Vayre sampai menemukan jawabannya.            Namun kali ini, tidak ada seorang pun yang berada di sisinya. Ia sendirian, tidak ada yang bisa menolongnya. Terlebih lagi sepertinya Cain memberikan obat tidur atau semacamnya pada cokelat panas yang baru saja diminumnya. Saat ini ia benar-benar kesal, dan hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri.            ‘Zeth, tolong aku …’ []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN