13 - Gadis Pelangi

2053 Kata
           Perasaan tidak menyenangkan yang Key rasakan semakin lama semakin tidak tertahankan. Entah kenapa, sebuah gambaran saling tumpang tindih pada penglihatannya ketika ia mengedarkan pandangannya ke sekitar saat ia melihat keadaan desa di perjalanannya menuju rumah.            Gambaran mengerikan yang Key harap tidak akan pernah terjadi. Semua pohon yang baru saja ia lewati sudah terbakar hangus, kepulan asap membumbung tinggi ke udara tiada henti, para penjaga desa yang tergeletak tidak bernyawa di sepanjang jalan, kemudian suara teriakkan … dari anak kecil mau pun wanita tidak kunjung henti terdengar dalam waktu yang cukup lama.            Semua gambaran mengerikan itu terus tumpang tindih dengan apa yang dilihat Key saat ia melihat pria tua yang masih tidak sadarkan diri pada kuda yang dibawa oleh ayahnya. Perasaan tidak nyaman itu berubah menjadi kebencian seiring berjalannya waktu. Apa ini sebuah pertanda? Jika ia menolong pria tua itu … apa gambaran yang ia lihat benar-benar akan terjadi?            Meski sudah beberapa kali Key berkata untuk tidak menolong pria tua yang jelas-jelas bukan berasal dari desa tempatnya tinggal, ayahnya terus berpegang teguh pada prinsipnya untuk ‘menolong siapa pun yang membutuhkan bantuan’.            Key yang tidak bisa mengubah pemikiran ayahnya itu, hanya bisa diam dan memilih untuk mengawasi pria tua itu tanpa sepengetahuan siapa pun.            Sesampainya mereka di rumah, ibu Key terkejut melihat seseorang yang penuh dengan luka. Dengan kebaikannya, ia membantu suaminya untuk membaringkan pria tua itu di atas tempat tidur yang ada di kamar Key dan kedua adiknya. Untung saja saat ini Kezia tidak ada di rumah, mungkin ia sedang bermain dengan teman-temannya.            “Apa yang terjadi?” tanyanya.            Key sedikit mengerutkan dagunya, kemudian menjawab, “Aku dan ayah menemukan pria tua yang hampir tidak sadarkan diri ini ketika kami baru saja selesai berburu. Tidak hanya itu, seperti yang ibu lihat tubuhnya penuh luka.”            “Keira, tolong ambilkan ibu air dalam baskom dan juga kain bersih, ya?” pinta ibunya.            Keira langsung menganggukkan kepalanya. “Baik, ibu.” Kecepatan Keira dalam melaksanakan permintaan ibunya tidak pernah mengurangi rasa takjub Key padanya. Dalam waktu kurang dari satu menit, ia sudah membawakan air bersih di dalam baskom dan juga sebuah kain.            Key menggulung lengan bajunya sampai ke sikut dan berkata, “Aku akan membantumu, ibu.”            “Kalau begitu aku akan melapor pada kepala desa,” kata ayahnya sambil menggendong Keira. “Keira, bagaimana jika kau pergi bermain dengan adikmu?” Tanpa berkata apa pun, Keira menganggukkan kepalanya. Setelah itu, mereka berdua keluar dari kamar.            Karena baju yang digunakan oleh pria tua ini sudah basah oleh darah, Key harus merobeknya dengan pisau kecil yang biasa ia gunakan untuk menguliti buruannya. Ketika baju yang digunakan oleh pria tua itu sudah ia lepas, tidak hanya Key, tetapi ibunya juga lebih terkejut ketika melihat semua luka yang ada pada tubuhnya.            Meski sebelumnya sebagian luka pria tua itu tertutup oleh kain, Key bisa melihat kalau luka yang ada pada tubuhnya sudah sangat banyak. Tetapi setelah melihat semuanya … bahkan Key sendiri merasa sedikit kasihan pada pria tua ini. Dalam diam, ia dan ibunya mulai membersihkan dan merawat luka pada tubuh pria tua itu.            Hari sudah mulai sore ketika Key dan ibunya selesai merawat luka pada pria tua itu. Meski begitu, Key harus  terus berada di sebelah pria tua yang tidak ia kenali untuk mengganti kain basah yang ada di kepalanya karena orang itu mulai demam tinggi. Sedangkan ibunya mulai memasak di dapur.            Ayahnya baru saja kembali dari pertemuan desa yang diadakan secara mendadak untuk membicarakan pria tua itu. Dalam waktu sementara, penduduk desa sepakat untuk merawat pria tua itu sampai ia sadar dan lukanya sudah cukup pulih. Tapi tentu saja, pria tua itu akan tinggal di rumah keluarga Key karena mereka yang membawanya.            Sedikit kesal dengan hasil pertemuan itu, Key mengusap tangan pria tua itu sedikit keras dari seharusnya. Meski begitu, Key tidak merasa bersalah karena pria tua itu meringis pelan dan akhirnya membuka kedua matanya.            Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia memanggil kedua orang tuanya. Ayahnya langsung membuka pintu kamar itu dengan kencang, di belakangnya ibunya menyusul dengan wajah yang terlihat panik.            “Bagaimana keadaanmu?” tanya ayah Key setelah berdiri di sebelah kasur itu.            Pria tua itu menengokkan kepalanya ke kiri dan kanan dengan khawatir, lalu berkata, “Di mana ... di mana istri dan anakku?”            Ayah Key hanya bisa mengerutkan keningnya dengan tatapan penuh simpati. “Kami hanya menemukanmu sendirian di dekat hutan yang ada di sekitar desa ini. Kau terluka parah.”            Pria itu menutup wajah dengan kedua tangannya dan mulai menangis. “Desaku ... desaku diserang oleh bandit. Mereka mulai membakar dan mengambil barang-barang berharga kami. Tidak hanya itu ... mereka menculik semua wanita, bahkan sampai anak kecil. Mereka ... mereka membawanya!”            “Key, cepat ambilkan minum untuknya,” bisik ibunya pelan. “Setelahnya, kau boleh … bermain dengan teman-temanmu.”            Key mengangguk singkat, kemudian ia pergi mengambil air minum untuk pria itu. Setelah memberikannya, Key langsung pergi keluar dari rumahnya. Entah kenapa, gambaran yang sebelumnya ia lihat terasa lebih jelas ketika pria tua itu menceritakan desanya yang diserang oleh bandit.            .            .             Entah sudah berapa lama Key berjalan, saat ia sadar, ia sudah berada di area perkebunan yang berada sedikit jauh dari rumahnya.            Langit sudah terlihat mulai gelap. Khawatir kedua orang tuanya khawatir karena ia tidak ada di rumah ketika malam sudah tiba, akhirnya Key memilih untuk kembali ke rumahnya.            Di perjalanan, ia melihat sekumpulan gadis yang seumuran dengannya. Mereka menggunakan pakaian satu set yang berwarna-warni layaknya pelangi. Lengkingan suara mereka sedikit membuat telinga Key sakit. Tidak hanya itu, ketika mereka melihat Key yang menggunakan celana panjang dan baju yang penuh lumpur karena ia belum sempat mengganti pakaian setelah berburu, orang-orang itu menertawakan Key dengan senang hati.            Sadar kalau kumpulan gadis-gadis itu sedang menertawakannya, Key hanya bisa tersenyum tipis dan berjalan melewatinya. Saat Key sudah melewati mereka, ia mengambil batu yang dilumuri oleh lumpur di dekatnya, bermaksud untuk memberi orang-orang itu pelajaran.            Namun belum sempat misinya ia jalankan, kumpulan gadis-gadis itu mulai menyahut kegirangan dengan memanggil nama Ken dengan genit. Sedikit kesal, Key terpaksa harus membatalkan misinya.            “Ahh! Ken! Aku sudah lama tidak melihatmu!” sahut salah satu gadis dengan genit. Tidak membiarkan kesempatan ini lewat begitu saja, ia juga merangkulkan tangannya pada Ken. Melihat salah satu temannya dengan berani merangkulkan tangannya, gadis lain yang ada di kelompok itu juga berusaha untuk menggaet Ken.            Ken yang berada di tengah-tengah gadis pelangi itu hanya bisa tersenyum miris dan mencoba untuk melepas rangkulan tangan mereka. Meski Key tahu bahwa otot di tangan Ken sudah mulai terlihat karena ia sering berlatih setiap pagi … ketika para serigala buas dengan kedok gadis muda yang cantik melihat mangsanya, mereka tidak akan kalah dengan mudah.            “Kau baru pulang berburu, ya? Kau pasti lelah! Ingin kubuatkan sesuatu?” tanya seorang gadis yang mengenakan pakaian merah.            “Ah! Aku juga akan membuatkanmu sesuatu,” sahut gadis berpakaian kuning, berusaha untuk mendorong gadis berpakaian merah yang terus merangkul lengan Ken dengan genit.            Gadis berpakaian hijau, merangkul lengan Ken yang terbebas dari rangkulan gadis berpakaian merah. Perkelahian saling dorong dan tarik rambut pun terjadi. Dengan usaha yang keras, Ken mencoba untuk menenangkan amukkan massa. Sedangkan Key berjalan dengan cepat untuk menghindar dari tempat itu.            Belum sempat ia mengambil langkah ke lima, suara Ken yang terdengar menyedihkan meneriakkan namanya dari jauh. Merasa kasihan padanya, Key akan menolongnya untuk kali ini.            Dengan senyuman tipis, Key memutar tubuhnya dan menyapa Ken, “Oh, Ken! Aku tidak melihatmu sebelumnya.” Tentu saja, itu bohong.            Wajah Ken terlihat semakin menyedihkan. Dengan suara yang terdengar seperti rengekkan, ia berkata, “Tolong aku.”            Key menggelengkan kepalanya sambil mendesah pelan. “Kau ini. Bisa dengan mudah dan tanpa ragu menghabisi buruan untuk kau makan. Tetapi tidak bisa lepas dari cengkeraman sekumpulan gadis pelangi, ya?”            “Ken! Kau mau ke mana?” tanya gadis berpakaian warna merah. Matanya langsung menatap tajam pada Key. Gadis pelangi yang lain pun ikut menatap Key dengan tajam. Namun, membandingkan tatapan mereka dengan seekor serigala buas … tatapan mereka seperti seekor kucing yang marah karena sedang dimandikan.            Key hanya mendengus pelan sambil melipat tangannya di d**a, kemudian berkata, “Oh! Aku tidak pernah tahu kalau sebuah pelangi bisa berbicara.”            “Apa kau bilang!?” tanya gadis berpakaian kuning.            Meski sudah menutup mulutnya, suara tawa dari Ken tetap terdengar oleh telinga Key. “Ah, aku tidak memiliki waktu untuk bermain dengan kalian. Aku pergi terlebih dahulu,” kata Key acuh tak acuh dan mulai berjalan meninggalkan sekumpulan gadis pelangi yang terus meledek dirinya.            “Ah, aku juga harus pergi,” kata Ken cepat dan menyusul Key. Setelah berada di sampingnya, ia berkata, “Ah. Aku tidak pernah tahu kalau mereka memiliki cengkeraman yang lebih kuat dibandingkan dengan kera yang tidak sengaja aku temui di hutan beberapa minggu lalu.”            Sebelah alis Key langsung terangkat. “Kera? Kenapa kau tiba-tiba membicarakan hal itu?”            Ken menggaruk pipinya yang tidak gatal. “Beberapa minggu lalu, ketika aku dan ayahku sedang berburu, kami … bertemu dengan sekelompok kera.”            “Mhm, lalu?” tanya Key yang mulai penasaran.            “Saat kami sedang makan siang … perbekalan kami diambil oleh salah satu kera itu,” lanjut Ken. “Tentu saja aku tidak menerima makan siangku dan ayah diambil.”            “Jangan bilang kau tarik-tarikan dengan … uh, mereka?”            Tanpa menjawab pertanyaan itu, Ken hanya bisa menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dari samping, Key bisa melihat kalau telinga Ken mulai memerah. Kebiasaannya jika ia merasa malu.            Menyadari kalau tebakannya benar, Key tidak bisa menahan tawanya. Ken mengerutkan dagunya ketika mendengar Key yang mulai tertawa terbahak-bahak.            Setelah mendesah pelan, akhirnya ia berkata, “Lagi pula jarang sekali melihatmu di sekitar sini. Bukankah rumahmu sedikit jauh dari sini?”            Berhasil menghentikan tawanya, Key menjawab, “Ah … aku sedikit melamun karena sesuatu, dan tanpa sadar aku sudah ada di sini.”            “Hmm … apa ini ada hubungannya dengan orang dengan penuh luka yang kau tolong di dekat hutan itu?” tanya Ken.            Key sedikit memiringkan kepalanya, kemudian menjawab, “Dari mana kau mendengarnya?”            Ken memutar kedua bola matanya. “Karena ayahku juga ikut pertemuan itu, dan mulut besarnya menceritakan hal itu pada ibuku.”            “Itu benar. Lukanya sangat parah, dan sebelum aku keluar dari rumah, orang itu sempat sadarkan diri dan mengatakan sesuatu tentang bandit.”            “Bandit? Maksudmu orang itu diserang oleh bandit?” tanya Ken dengan kening yang berkerut.            “Desa orang itu diserang oleh para bandit. Sebelum aku mendengar cerita itu lebih lanjut, aku sudah diusir dari rumah oleh ibuku.”            Ken mengusap dagunya berpikir, kemudian berkata, “Dengan luka yang sangat parah, tidak mungkin ia bisa berjalan cukup jauh. Berarti, orang itu berasal dari desa yang ada di sekitar sini.”            “Tetapi kau tahu, desa yang paling dekat dari sini berjarak kurang lebih satu setengah jam untuk sampai di sana dengan berkuda,” tambah Key.            Entah dengan alasan apa, tiba-tiba Ken menggenggam tangan Key dengan keras. “Key, apa kau pikir orang itu …”            “Bagian dari bandit yang menjadi mata-mata,” lanjut Key.            “Tapi apa itu … apa itu mungkin? Maksudku, bukankah ia terluka sangat parah? Apa kau pikir dia sengaja melukai dirinya?”            “Jika dengan melukai dirinya sendiri bisa menghilangkan pemikiran penduduk desa ini bahwa ia seseorang yang bermaksud jahat, kenapa tidak?”            Setelah Key mengatakan hal itu, keheningan langsung terjadi di antara mereka berdua. Tidak ada seorang pun yang berbicara, mereka berdua sama-sama tenggelam dalam pemikirannya masing-masing.           Key mendesah pelan sambil menengadahkan wajahnya untuk melihat langit yang sudah cukup gelap. Tanpa sadar, matahari sudah sepenuhnya terbenam. Bahkan ia sudah bisa melihat beberapa bintang yang muncul. “Sebaiknya aku segera pulang.”            “Kalau begitu, aku akan mengantarmu,” kata Ken.            Key menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Lagi pula, mau sampai kapan kau menggenggam tanganku?”            Seakan baru sadar, Ken menundukkan wajahnya untuk melihat kalau tangannya masih menggenggam tangan Key dengan keras. Meski begitu, sepertinya ia tidak memiliki pemikiran untuk melepaskannya. “Sampai kau tiba di depan rumahmu. Ayo.”            “Kau tidak perlu khawatir. Selama orang itu masih tinggal di rumahku, aku akan terus mengawasinya,” kata Key mencoba untuk menghilangkan kerutan pada kening Ken yang terlihat semakin dalam.            “Aku juga akan membantumu. Jika perkiraanmu tadi benar, akan sangat berbahaya membiarkan orang itu sendirian.”            “Dengan cara apa? Kau ingin menginap di rumahku?”            Kedua alis Ken langsung terangkat. Tetapi dengan tangannya yang bebas, ia mengusap dagunya berpikir dan berkata, “Hm, mungkin itu ide yang bagus?”            “Ide bagus apanya!?”            “Aku akan bilang pada orang tuamu kalau aku diminta oleh ayahku untuk membantu kalian merawat pria tua itu.”            Key mendesah panjang, kemudian berkata, “Asalkan kau tidak masalah tidur di ruang tengah.”            “Kalau begitu sepakat?” tanya Ken yang entah kenapa terlihat bersemangat.            “Kau harus minta izin dulu pada keluargamu, ‘kan?”            “Uh, aku akan melakukannya setelah mengantarmu sampai rumah.”            Key memukul keningnya. Bukan hanya keluarganya, tetapi sepertinya semua penduduk di desa ini memiliki sifat yang keras kepala. []   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN