Arum menyisir rambutnya sore itu lalu ke luar kamar dan mengintip jalanan dari jendela kamarnya. Ia melihat jalanan itu dengan penuh rasa syukur, melihat pohon akasia yang daunnya berguguran. Melihat motor yang lalu lalang. Melihat orang-orang yang berseliweran dengan hajatnya masing-masing. Arum melihat seorang ayah menggamit lengan anak lelakinya di jalanan itu. Ia jadi ingat dulu Bagas pun begitu. Menggendong Rozzaq di gendongan belakang sambil lengan yang lain menggamit jemari Firman. Arum memejamkan matanya yang mendadak berair. Ia seperti terbang pada kenangan bertahun-tahun yang lalu. Andai saja Bagas tidak menghamili Era dan berkencan dengan gadis-gadis muda mungkin selamanya Arum akan mempertahankan rumah tangganya. Arum masih bisa berkolaborasi dengan setiap rasa sakit yang m