Mereka riuh berbincang, guyonan lelaki memang selalu seru terlebih bila ada yang dijadikan bulan-bulanan seperti sore ini.
"Ayumi ini sepertinya teman sekolah saya sewaktu SMA," cerita Hendrik. Ayumi menunduk.
"Iya kah ?"
"Sepertinya begitu, Ayumi masih ingat saya kan ?" Hendrik mendesak.
Ayumi mengangguk, duhh hati Hendrik mendadak meledak.
"Kenapa aku begitu girang melihat Ayumi mengangguk ?" Derit batin Hendrik di tengah senyum banyak orang.
"Teman atau mantan pacar ?"
"Wah asik ini bisa bernostalgia." Pak Bil malah menimpali.
Hendrik tidak pernah melepaskan tatapannya dari Ayumi. Bayangkan, dua puluh tahun lebih mencari dan kini dipertemukan oleh Tuhan melalui pertemuan yang tidak terduga, semua orang pasti tahu rasanya, bertemu cinta lama, adakah yang lebih mendebarkan dari itu ?
"Kita cari makan di kota, ya." Ujar Pak Bil saat senja mulai tiba.
"Iya sekalian cari masjid buat sholat."
"Pak Bil, mohon ijin kalau Ayumi ikut di mobil saya bagaimana ?"
Ayumi terhenyak mendengar itu.
"Never mind.."
Ayumi tidak punya pilihan selain mengikuti langkah Hendrik menuju Fortuner hitamnya. Alpardnya sekarang di gunakan Arum.dan anak-anak, jadi dia pakai fortunernya kemana-mana.
Ayumi duduk di bangku depan, sejajar dengan Hendrik. Rambut sebahunya yang mulai tidak beraturan karena tertiup angin tadi.
Ayumi duduk di tempat Arum biasa duduk. Ayumi bersandar di kursi tempat Arum biasa duduk dan itu semua atas ijin Hendrik. Betapa Hendrik tidak membayangkan sedihnya Arum bila ia tahu hal itu.
Hendrik telah begitu mesra pada Arum, Hendrik juga telah berjanji untuk tidak berhubungan intens dengan wanita lain. Tetapi dengan keberadaan Ayumi, pertahanan Hendrik gugur. Hendrik kalah, rasa penasarannya demikian besar hingga ia mengajak Arum satu mobil dengan Ayumi. Ada banyak hal yang ingin Hendrik katakan dan tanyakan pada Ayumi.
Tentang masa lalu mereka, tentang anak mereka, tentang siapa suami Ayumi sekarang. Ada banyak tentang yang belum mendapatkan jawaban dan saat ini adalah kesempatan.
"Aku harus memanggilmu dengan panggilan siapa ?"
"Ayumi,"
"Kenapa, karena yang hidup sekarang Ayumi."
Diam tanpa suara.
"Kenapa hari itu kamu pergi meninggalkan aku, Ay ?"
"Karena aku miskin..."
Jawab Ayumi membuat d**a Hendrik sesak.
"Dua puluh tahun aku mencari mu, dua puluh tahun lebih, Ay. Tapi aku tidak pernah mendapatkan kabar tentang kamu."
"Kenapa tidak ke rumah ?"
"Ah, hal itu sudah ku lakukan, kamu tahu kan kalau aku bukan pengecut. Tapi orang tua mu malah mengusir aku."
Ayumi terhenyak, berarti semua cerita yang diceritakan oleh ayahnya adalah kebohongan, tentang Hendrik yang tidak pernah datang. Ayah Ayumi sepertinya sengaja menyimpan benih kebencian antara Ayumi dan Hendrik.
"Kamu sudah menikah ?" Tanya Hendrik pada Ayumi.
"Tidak, sejak hari itu aku tidak pernah menikah dengan lelaki manapun."
Hati Hendrik takjub, artinya selama itu Ayumi tidak pernah mengkhianati cinta mereka, Hendrik merasa beruntung.
"Mas sendiri sudah menikah ?"
Hendrik mengangguk.
"Oh, syukurlah, berarti Mas bahagia." Ayumi bicara sambil membuang muka.
"Ya, kami memang bahagia, sangat bahagia. Istriku wanita yang baik, "
Mendengar kalimat yang diucapkan Hendrik Ayumi menunduk lalu berkata.
"Setiap wanita akan jadi baik bila lelakinya memperlakukannya dengan baik."
Hendrik menangkap rona gelisah di wajah Ayumi, Hendrik tidak tega melihat itu dan ia pun berkata.
"Tapi tetap saja ada yang kurang dalam kebahagiaan kami."
"Apa ?" tanya Ayumi.
"Anak, kami tidak bisa punya anak karena istriku telah di steril akibat ia melahirkan empat kali karena oprasi cesar." Cerita Hendrik pada Ayumi.
Yang diceritakan Hendrik pada Ayumi semua benar, namun ada tanya yang terbersit 'tega nian Hendrik berkata bahwa bahagianya ada yang kurang karena tidak punya anak.'
Andai saja Arum mendengar hal itu, dia pasti kecewa. Pasti terluka.
Hendrik menghela nafas panjang.