“Hah … hah … hah ….” Qian mengambil nafas serakah dengan keringat membasahi dahi. Ia yang membuka mata seketika bangun menegakkan punggungnya. “Ya Tuhan mimpi apa itu tadi?” desahnya dengan mengusap keringat yang seolah kian membanjiri. Slret …. Reva menyibak tirai jendela dan cahaya matahari pagi pun menerpa kulit Qian. “Mimpi buruk?” tanyanya dengan setengah menoleh pada Qian yang masih menetralkan deru nafasnya di atas ranjang. “Buruk sekali,”jawab Qian dengan gumaman. Brugh! Bukannya bangun, Qian justru kembali merebahkan punggungnya dan kini menatap langit-langit kamar. Lengannya bertengger di atas dahi kemudian saat bayangan mimpinya kembali terlintas, ia segera menutup wajahnya dengan kedua tangan kemudian berguling ke kanan dan ke kiri. Reva yang melihatnya hanya bisa mengern