Elena sudah terbiasa dengan sikap putranya.
Demikian juga dengan Tuan Finley menatapnya dengan dingin sebelum dia meletakkan tehnya sambil berkata, “Sekarang, Wiska sedang mengandung anak Jayson. Ini kesempatan kita untuk menaikan status keluarga, jadi Jayson dan Wiska akan segera menikah dan besok malam adalah pesta pertunangan mereka. Jadi, kau harus datang untuk menjadi saksi mereka.”
Mata Davis berkedut dan dingin saat dia menjawab, “Aku sudah tahu.”
"Kau sudah tahu?" Elena tertegun karena terkejut.
“Ya, aku tidak menyangka jika Kakekku dan Ibuku yang baik hati ini ternyata hanyalah pecundang! Kalian bahkan ingin menyingkirkanku!” Davis berkata dengan nada yang mengejek dan matanya bersinar dengan tajam.
"Kau!" pria tua dan Elena menjadi marah hingga berseru bersamaan
"Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah? Itu adalah kebenarannya! Kau tidak tidak bisa menyangkal begitu saja! Jika ayah masih ada, kau bahkan tidak sepicik ini bukan? Kau, ibu yang kejam!”
Tatapan Davis dipenuhi dengan kebencian yang tidak bisa disembunyikan.
Davis tidak peduli lagi tentang perselingkuhan itu. Ibunya bahkan telah mempersulitkan hidupnya selama ayahnya tiada.
Wiska yang dulunya bermulut manis, berbalik membencinya dan berselingkuh dengan saudaranya.
Davis menjadi semakin dingin saat dia berdiri dengan tatapan yang datar.
Elena merasa sedikit bersalah saat memandangi putranya.
Dia berkata dengan lembut, “Davis, ibu tahu bahwa kau patah hati, tetapi kau tidak bisa memaksakan Wiska mencintaimu. Ibu sudah menyetujuinya. Kita ini keluarga jadi kau harus hadir saat itu.”
Alis Davis terangkat saat dia tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar. “Apa? Apa aku tidak salah dengar? Apakah kau masih menganggapku anggota keluarga ini?”
Detik berikutnya, Davis tertawa terbahak-bahak. “Bagaimana jika aku tidak akan datang? Aku ingin tahu apa yang kau lakukan.”
Elena tidak bisa mengendalikan amarahnya saat dia berteriak dengan marah. “Brengseek! Wiska hanya tertarik pada Jayson dan bahkan dia mengandung anak Jayson. Jadi, inilah kesempatan keluarga kita untuk menaikan popularitas. Apakah kau mengerti?”
“Tidak! Aku tidak pernah mengerti betapa jahatnya Ibu!” Setelah jeda, Davis melanjutkan, “Kau tidak bisa menindasku! Meskipun kau adalah Ibuku. Ayahku akan menyeretmu ke akhirat jika begitu.”
Setelah itu, dia berbalik dan pergi tanpa menoleh ke belakang.
Namun, langkahnya berhenti saat dia berbicara dengan dingin. “Jangan pernah mengharapkan kedatanganku. Aku tidak akan pernah datang!”
Keesokan harinya, Davis telah mengemasi barang-barangnya.
Dia sudah berjanji akan tinggal di rumah Aurel.
Mathew datang membantu kepindahan Davis ke rumah. Dia berdiri memandangi rumah yang ditinggali Bersama ayahnya. Kenangan masa kecilnya begitu besar di rumah itu.
Dulunya, rumah itu milik keluarga ayahnya yang bernama Steven Finley tetapi sekarang telah dikuasai oleh ayah tirinya dan putranya itu. Rumah itu sudah berganti kepemilikan.
Jadi, untuk apa dia tinggal di sana. Pindah ke vila Aurel lebih baik.
Aurel menunggunya di rumah. Mathew membukakan pintu untuk Davis. “Tuan, kita sudah sampai. Silahkan.”
Davis mengangguk sambil berkata, “Terima kasih.”
"Apakah itu semua barang bawaanmu?" Suara Aurel terdengar dingin saat dia bertanya pada Davis.
“Iya.” Davis membalasnya dengan anggukan kecil.
“Kita akan tidur di kamar terpisah tapi kau bisa berdiskusi denganku saat kau membutuhkan bantuanku.” Setelah itu, Aurel mengintruksi pelayan untuk membantu Davis.
Alis Aurel terangkat saat dia memandangi wajah pria yang berdiri di depannya. “Kau tampak buruk sekali. Apakah seseorang menindasmu?”
“Aku baik-baik saja. Jangan khawatir.” Davis menjawab dengan lembut.
Aurel menatapnya lekat saat dia mengetahui bahwa pria ini telah merahasiakan masalahnya.
Dia mengulurkan tangannya saat menyentuh tangan Davis. “Aku akan mengirimkan pengawal untuk mendampingimu.”
Davis tersenyum dengan canggung. Seharusnya dia yang melindungi wanita bukan wanita yang melindunginya.
Hah betapa bodohnya dia. Memikirkan hal itu, dia merasa sangat malu. Tetapi apa yang bisa dia lakukan saat ini. Dia bahkan masih menjadi bahan bulian orang-orang.
Setelah terdiam, Aurel berkata, “Apakah kau ingin melihat kamarmu?” Aurel menarik tangannya saat dia bicara. Davis mengangguk sebagai tanggapannya.
Keduanya naik ke lantai atas untuk melihat kamar Davis.
Pria itu menyeringai saat merasakan kenyaman berada di kamar ini.
Dia bahkan sudah melengkapi kebutuhan Davis. Aurel bertanya dengan lembut, “Apakah kau menyukainya?”
Davis mengangguk.
“Kamarku ada di sebelah kamarmu. Oke?”
“Iya.” Davis menjawab dengan singkat. Dia tidak ingin protes karena mereka tidur di kamar terpisah. Lagi pula, pernikahan mereka hanya sebatas mitra.
Davis menjadi salah tingkah saat dia ditatap oleh Aurel. Gadis ini memang tampak dingin tetapi dia begitu baik padanya saat ini.
Dia merasa terharu dengan perlakuan Aurel padanya. Bukankah dia begitu beruntung?
Selain itu, dia tampak lebih sempurna dan memancarkan pesonanya yang anggun. Davis menelan ludahnya saat dia tersenyum dengan kaku.
Tatapan Aurel membeku gerakan bibirnya hingga tertegun dalam waktu yang lama. Wanita ini benar-benar luar biasa.
Sudut bibir Aurel terangkat membentuk senyuman yang sempurna, “Kau begitu pendiam. Apakah kau ingin mengatakan sesuatu padaku?”
“Aku… A-aku…” Suara Davis tercekat saat dia menunduk
Aurel mengerutkan bibirnya sebelum dia berkata, “Katakan saja! Aku akan membantumu.”
“Tidak! Terima kasih.” Davis akhirnya berhasil mengeluarkan suaranya.
"Apakah kau yakin?"
"Hmm."
Dia mengangguk dan menyeringai dengan kaku. Aurel membalas senyumnya sebelum berkata dengan tegas. “Oke. Kalau begitu beristirahatlah!”
Setelah itu, Aurel pergi. Davis membereskan barang-barangnya sebelum dia merebahkan tubuhnya untuk beristirahat.
Keduanya tidak melakukan apa-apa sebagaimana mestinya pengantin baru. Mereka tidur di kamar masing-masing.
Keesokan harinya, Aurel mengajak Davis makan siang. Setelah menikmati makanannya, tiba-tiba Jayson menelponnya.
Ada rasa jijik yang tampak dari tingkahnya. Aurel diliputi dengan rasa ingin tahu. “Siapa yang menelepon?”
Matanya berkedut saat merasakan aura negative dari Jayson.
Meski awalnya dia enggan menanggapinya tetapi pada akhirnya dia menjawabnya. “Ibu bilang kau pindah. Kau tetap harus datang ke pertunanganku meskipun kau pindah.”
Davis berkata saat dia mengejek. “Kau bahkan memungut sampah yang kubuang. Apakah kau puas?”
Begitulah percakapan terakhirnya. Aurel menatapnya saat keningnya mengernyit, “Tuan Davis tampaknya menunjukan perubahan yang luar biasa.”
Aurel memperhatikan ekspresinya dengan penuh minat, tiba-tiba merasa bahwa suami baru ini sangat menarik.
"Apa rencanamu tentang itu?” Pertanyaan Aurel memecahkan keheningan kemudian.
Dia telah mengetahui seluruh informasi tentang Davis dari Mathew.
Davis tidak ingin merahasiakan ini dari Aurel. “Aku akan membuat mereka menyesal.”
Aurel mengangguk tanpa mengatakan apa-apa.
Setelah makan siang, Aurel Kembali ke kantor setelah dia menurunkan Davis di kantornya. “Jika kau membutuhkan sesuatu, kau bisa meminta bantuan aku atau Mathew.”
"Baik, terima kasih Nona Aurel.”
“Sama-sama.” Aurel menyeringai saat membalasnya dengan lembut.
Davis menjadi salah tingkah dan berkata dengan gugup sebelum Kembali ke ruangannya. Aldi melambaikan tangan ke arahnya. “Davis!”
Aldi mendekat saat dia bertanya, “Apakah kau pindah karena Jayson?”
“Tidak. Aku pindah karena keinginanku. Aku merasa lebih aman di luar dari pada di rumah itu.”
“Benarkah tapi aku tidak percaya. Pasti ada sesuatu, ya kan?” Aldi berkata dengan spontan saat dia mencoba untuk menebak dengan benar.