PART 8 Jungkir Balik Dunia Miko

1215 Kata
Ini sudah enam jam sejak terakhir Miko meninggalkan Irna di ruko. Pria itu harus mengajar dan tidak bisa membolos seenaknya, sekalipun dia merasakan berdua dengan Irna bukan pilihan yang buruk meskipun kata – kata yang keluar dari bibir Irna cukup pedas di dengar. “Gelisah ya Pak? Pengantin baru jauhan dari istri, padahal beberapa jam lalu sudah bertemu. Rasanya itu sesek.” Ujar Pak Uslan setengah menggoda. Miko menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan meringis kecil. “Apa kelihatan sekali Pak?” Bisiknya takut di dengar guru – guru lain. Pak Uslan tertawa dan menepuk bahu Miko. “Saya juga pernah jadi pengantin baru. Jadi tau gimana rasanya.” Miko tersenyum kecil dan mengangguk, lalu ponselnya berdering, ada pesan chat masuk dari Irna. Istriku Nanti sebelum pulang jangan lupa beli pengaman. Gue malas kalau harus KB. Miko Pil aja ya?. Istriku Lo sudah untung bisa tidur sama gue! Dasar lelaki nggak tau di untung! Miko mengurut kembali dadanya setelah membaca pesan dari istrinya. Mimpi apa sih gue bisa dapat istri kayak dia? Rutuk Miko dalam hati sebelum meletakkan ponselnya di atas meja tanpa membalas pesan dari istrinya itu. "Bos ketiban apaan ya istrinya cakep bener," Ujar Randu; salah seorang pegawainya ketika Miko baru tiba dan baru memarkirkan motornya di halaman depan ruko. “Dia nggak bikin ulah kan?” “Lagi ngobrol tuh sama Fika dan Ani di lantai atas, perasaan Mbak Irna pendiam deh Bos. Bikin ulah apanya?” Miko hanya mengedikkan bahu dan tersenyum kecil. Dia melewati Randu, menyapa Adi, Okan, dan Wisnu yang tengah berkutat dengan mobil dan motor. “Masih lama nih selesainya?” “Nggak kok Ko. Sebentar lagi selesai. Ada apa?” Tanya Adi yang berada di kolong mobil tengah mengotak atik mesinnya. “Nanti bilang ke anak – anak jangan pulang dulu.” “Siip Ko.” Miko segera menaiki satu persatu anak tangga. Ketika sampai di lantai dua, dia melihat Ani tengah berkutat dengan buku besar di depannya sedangkan Fika dan Irna sibuk mengobrol. Melihat kedatangannya, Irna lantas mengalihkan fokusnya pada Miko, wanita itu pun menghampiri Miko, “Ke kamar dulu. Ada yang mau gue omongin sama lo.” “Ciye ciye pengantin baru. Sudah nggak tahan ya, Ko?” Goda Fika sambil mengedip mata menggoda. Miko mendengkus dan menarik Irna menaiki satu persatu anak tangga. “Apaan sih? Suka banget tarik – tarik tangan gue!” “Gue pengen adain syukuran kecil – kecilan. Tolong pesankan makanan bisa kan Na?” “Makanan apa dulu?” “Terserah elo, yang banyak. Kalau bisa lebihin dikit buat di bawa pulang anak – anak.” Meskipun enggan, namun Irna tetap menurut dan mengambil ponselnya, dia membuka aplikasi pesan antar makanan dan memesan beberapa menu sesuai apa yang di pinta Miko. Diam – diam dalam hati, Irna mengumpat kecil karena bisa – bisanya dia menuruti permintaan pria itu. Ini sungguh bukan gayanya sekali. Seorang driver datang tiga puluh menit kemudian dengan kantong plastik berlogo salah satu outlite fastfood yang cukup terkenal, diikuti sekitar empat driver lagi yang membawa kantong plastik dengan logo yang berbeda – beda. Irna yang menerima dan membayarnya; tentu dengan uang milik Miko. “Banyak banget Mbak pesannya?” Tanya Okan yang memang berada di pelataran bengkel tengah membenarkan motor pelanggan. “Miko mau ngadain syukuran sama lo lo pada. Buruan selesain kerjaan lo. Sudah sore juga. Bilang juga tuh sama teman – teman lo.” Di bantu Fika dan Ani, Irna menaiki tangga dengan membawa beberapa kantong keresek. Namun sebelum itu, ia sempat melirik Miko yang berada di kolong mobil tengah membantu Adi membenarkan mobil pelanggan. Di lantai atas, Fika berinisiatif menggelar karpet. Mereka pun menata berbagai jenis makanan dan minuman di sana, dan menyimpan makanan di kantong keresek lain untuk nanti di bawa pulang. Sedangkan Ani harus turun ketika Randu mengatakan jika mereka akan tutup. Hampir lima belas menit kemudian, Miko, Ani dan yang lain naik. “Waduh, banyak banget makanannya ini.” Ujar Wisnu sambil memandang makanan di depannya. “Ngabisin semua nggak ya ini kira – kira?” “Halah, kayak perut lo nggak perut karet aja, Nu Nu.” Ujar Adi yang langsung mendapatkan delikan mata dari Wisnu. “Jaga image dikit napa, Di? Kan sekarang ada ibu Negara!” “Sudah ah, ribut mulu nggak malu sama umur! Cuci tangan aja dulu. Baru makan!” Ujar Fika, Adi yang memang sudah sejak lama menaruh hati pada Fika mengerling bermaksud menggoda wanita itu. “Wajah lo kenapa Di? Kena stroke ya?” Pria itu mengumpat dan menatap merana pada Fika, “Anjir omongan lo, Ka Ka..” “Sudahlah Sob, terima kenyataan kalau Fika itu nggak tertarik sama Lo.” Jelas Randu yang merangkul bahu Adi, namun naasnya, karena terlalu kesal, Adi memberinya satu buah sikutan di perut membuat Randu mengumpat dan menyumpah serapah pada Adi. Miko yang melihat pegawainya yang rata – rata masih muda itu menggeleng kepala. Dia segera mencuci tangannya di wastafel sebelum duduk di samping istrinya. Setelah mereka berkumpul, Miko mencoba memperkenalkan Irna kepada rekan kerjanya. “Ini Irna, bini gue. Kalian sudah kenalan kan?” “Sudah Ko, sudah. Bini Koko sumpah bening banget, beruntung Koko bisa nikahi Mbak Irna, Ko.” Miko berdecak dengan senyumnya yang lebar. “Kenalan di mana Ko? Perasaan nggak pernah denger, tau – tau sudah nikah aja.” “Di jodohin. Kalian ingat Bang Dior langganan bengkel kita? Nah ini adiknya.” “Astagaaa!! Beneran Ko ini adiknya? Gilaaa! Rejeki nomplok Ko.” Kesal dengan mulut Adi yang sedari tadi menurut Fika terlalu hiperbolis. Wanita itu mengambil kentang goreng dan melemparnya hingga mengenai bibir Adi. “Alay banget et dah.” Miko tersenyum, lalu memandang Irna yang sejak tadi hanya diam saja. “Ya sudah yuk makan. Anggap aja ini syukuran kecil – kecilan buat bernikahan gue. Doain langgeng ya?” “Siip boss! Semoga cepat punya momongan juga. Jangan nunda – nunda.” Pada akhirnya karena di goda seperti itu, Irna mendengkus, tatapan mereka beradu dan Miko bisa – bisa mengerling penuh godaan padanya. “Nggak usah sok manis. Najis!” Bisik Irna lirih yang hanya bisa di dengar Miko seorang. ** “Kapan sih lo cari rumah? Sumpah ya! Di sini engap tau Ko.” “Iya, tadi sudah tanya – tanya sama rekan kerjaku di sekolah. Lusa survey, kamu ikut bagaimana?” “Oke deh. Gue maunya kamar mandi dalam pokoknya, Ko.” Miko memutar bola matanya sedikit jengah juga dengan syarat yang diajukan Irna. “Biasa aja, kamar mandi di luar.” “Ah lo nggak asik sumpah! Kurang apa sih gue sama lo, Ko. Lo minta itu gue turutin. Masa iya gue minta tinggal di rumah yang ada kamar mandi dalam kamar aja lo nolak? Gue juga nggak nuntut lo buat beli rumah, kalau emang uang lo cukup buat sewa juga gue nggak masalah.” “Kenapa sih hidup sama lo itu rumit sekali Na.” “Salah siapa mau – mau aja nikahin gue,” “Lo tuh ya!” Miko menarik Irna dan memenjarakannya ke dalam pelukan. Pria itu menghidu aroma apel dari rambut Irna sebelum semakin mengeratkan pelukannya pada istrinya itu. “Jangan kuat – kuat! Sesek tau Ko.” “Padahal gue pengen lagi. Boleh nambah kan Na?” Irna memutar bola matanya, dia membiarkan Miko menjelajahi kembali tubuhnya dan mempermainkannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN