Menyerahkan
Anak-anak Moriz terlihat pindah markasnya tepat di samping sekolah SMA Cendrakiawan Kasih. Edsel masih sibuk mikir sibuk dengan Shaqillea. Rasanya ia ingin kembali Shaqillea tapi ia juga takut Shaqillea akan lebih membencinya lagi.
"Si Bang Edsel kenapa ko kelihatannya ada semangatnya dari semenjak pagi?" tanya Berto berbisik.
"Mungkin Bang Edsel lagi patah hati, tadi aja lihat gebetannya dia cuman diam aja mungkin juga dia bakal nyamperin tapi ini nggak," jawab Denis.
"Kasian ya Bang Edsel baru aja dia jatuh cinta udah di sakitin gitu," gumam Dion.
“Makanya gue nggak pernah mau deketin cewek manapun karena cewek itu bisuman cuman nyakiti,” tukas Berto.
"Eh, lagian ngaca diri mana ada cewek yang mau deket sama lo, kalau lo sekolah nggak pernah mandi jadi badan lo itu bau," ledek Denis.
“Sialan lo, mandi ya, tapi kalau bangun kesiangan nggak juga sih, ckckkk,” seru Berto.
Obralan-obrolan kecil mereka terus berlalu lalu di iringi dengan lawakan-lawakan lainnya yang membuat semuanya tertawa tapi itu tidak berpengaruh Edsel dari lamunnannya.
Raegan mengambil ponselnya dan memainkan game pada aplikasi ponselnya.
Sementara Zelond berbagi cerita dengan yang lain dan Kenzo duduk di sebelah Raegan yang sedang asik memainkan gamenya , Kenzo pun ikut memainkan ponselnya lalu berkelana di dunia khayalannya memutar semua media sosial yang ia miliki.
"Gan, Edsel itu kalau udah jatuh cinta kelihatan banget ya begonya," celetuk Kenzo.
"Iya nggak kaya lo jatuh cinta atau nggak tetap aja kelihatan b**o," sahut Raegan.
“Sialan lo ngatain gue b**o,” balas Kenzo tidak terima.
Kenzo melempar bantal kecil yang ada di samping kursinya ke arah Raegan.
“s**t mati kan nih, gara-gara lo sih! Ahhh,” balas Raegan melemparkan kembali bantal kecil itu ke arah Kenzo.
“Mampus makanya jangan ngatain,”
“Gue bicara fakta ya!”
“Ya udah sih nggak usah ngegas. Babang Raegan, kenapa sih selalu marah-marah mulu cepet tua loh,” ledek Kenzo.
Zelond datang menghampiri keduanya yang sedang tengah ribut.
“Eh laper nih, pesen makanan dong anak-anak yang lain juga laper,” ucap Zelond.
“Lah terus kenapa ngomong ke gue, lo pikir gue Bapaknya kalian?” sergah Kenzo.
“Ya lo pesenin gofood atau apalah itu kitakan temen,” ujar Zelond.
“Temen sih temen tapi nggak sampe bikin bangkrut. Ya kali setiap mau makan gue yang mesenin,” sanggah Kenzo.
“Yaelah tinggal mesenin doang lagian yang bayar juga masing-masing meskipun kadang-kadang juga Edsel atau Raegan yang akan bayarin,”
“Tapi pesennya pake kuota bambang,”
“Iyaaaa Zo ada apa?” teriak Bambang yang merasa namanya terpanggil.
“Nggak apa-apa salah nyebut gue,” bantah Kenzo. Sedangkan Zelond dan Raegan cengengesan di tempatnya.
“Udah biar gue aja yang pesen, mau apa pizza atau kfc atau mau yang lainnya nih?” ucap Raegan.
“Pizza aja deh tapi yang ukuran extra jumbo ya seperti biasa, jangan lupa minumnya juga ya Gan,” jelas Zelond.
Setelah menyampaikan pesanannya itu Zelond kembali lagi bersama temannya yang sedang berkumpul berbagi cerita.
“Yaelah enak banget tuh bocah kemari cuman buat nyuruh kita pesan makanan,” ujar Kenzo.
“Eh padahal si Zelond punya aplikasinya loh buat mesen makanan,” cibir Kenzo.
“Iyaaa tapi gue malasss,” balas Zelond dengan teriakannya.
Dan bantal kecil itu melayang di lempar oleh Kenzo ke arah Zelond berada tapi lemparan itu meleset yang terkena ialah Bambang.
“Woyy Zo, lo ada dendam kesumat apa lo sama gue?” cibir Bambang.
“Nggak ada, cuman salah lempar aja gue, yaelah gitu aja marah.”
“Balikin sini bantalnya,” minta Kenzo.
“Yang butuh ambil sendiri,” ucap Bambang.
“Ok ok Bang, kita musuh!” Pura-pura Kenzo.
“Musuh satu tumbuh
kawan seribu. Jadi buat apa gue khawatir.”
“Bisa aja lo jawabnya Bambang.”
Edsel gusar di tempatnya ia sedikit menendang kecil bagian meja yang ada di depannya, sesekali juga ia mengusap rambutnya ke arah belakang, menyalakan ponsel sesaat juga langsung mematikannya kembali.
“Kalau lo mau hubungin dia yang hubungin aja sih Sel,” celetuk Raegan.
“Sumpah gue nggak bisa kaya gini terus-terusan ini membuat gue frustrasi tau nggak sih,” tukas Edsel.
Edsel berdiri lalu berjalan mondar-mandir hingga membuat Raegan dan Kenzo pusing menyaksikannya.
“Lo tuh kaya orang pertama kali jatuh cinta tau nggak si, Dari pada lo uring-uringan nggak jelas disini lebih baik lo samperin dia,” ucap Raegan.
“Kalau gue samperin dia yang ada dia bakal lebih benci ke gue Gan, astaga itu bisa membuat gue lebih sulit lagi untuk deketin dia.”
“Kalau gitu kenapa lo nggak hubungin Rio, dan cari tau masalah yang sebenarnya itu kaya apa?” celetuk Kenzo.
“Udah gue tayain ke dia, tapi jawabannya gue harus jauh Shaqilea,” ujar Edsel.
“Benar dugaan gue,” ucap Kenzo.
“Maksud lo?” ucap Edsel dan Raegan serentak.
“Gini loh, bisa jadi Shaqilea itu mantannya Rio dan dia itu mungkin dulunya di putusin lalu di tinggalin oleh Rio seperti cewek-cewek lain yang pernah di pacarin oleh dia. Lo kan tau Rio kaya apa orangnya?”
“Bisa jadi juga Shaqilea itu pernah di tindurin oleh Rio lalu dia tidak bertanggung jawab, jadi karena itu dia punya dendam kepada Rio, dan sekarang ia ingin membalaskan dendamnya, ” lanjut Kenzo.
“Nggaklah! Nggak mungkin, Shaqilea itu cewek baik-baik dia bisa lindungin dirinya,” sanggah Edsel.
“Sebaik-baiknya cewek yang bisa ngelindungi dirinya tetap aja ia akan lemah jika sudah terlibat hati dan perasaan ia akan menyerahkan segala bahkan maut sekalipun,” timpal Raegan.
“Jadi gue harus apa?” tanya Edsel.
“Saran gue lebih baik lo samperin Shaqilea dan bicarakan semuanya dengan baik-baik, dan tahan segala emosi, lo” ujar Raegan.
“Dan biar gue, Raegan sama Zelond yang akan cari tau tentang masa lalu mereka,” timpal Kenzo.
“Ok thank you ya, udah nyaranin. Gue cabut dulu.”
“Sama-sama Sob, itulah gunanya teman,” tandas Kenzo.
“Guys untuk semuanya gue pamit duluan ya sorry nggak bisa disini sampai sore,” ujar Edsel dengan suara kerasnya agar bisa di dengar oleh semuanya.
Edsel pergi meninggalkan Markas Moriz tersebut meninggal anak-anak lainnya.
⛲⛲⛲⛲⛲
Mobil yang di kendarai oleh Pak Gadang itu telah sampai di rumah milik orang tuanya Faeyza. Kedua penumpang yakni Faeyza dan Shaqilea keluar dari dalam mobil tersebut.
“Ayok Sha kita masuk, pasti Mamah udah masakin makanan buat kita soalnya tadi gue udah bilang ke Mamah bahwa lo akan main ke rumah,” ujar Faeyza.
“Ko main sih, kita kan niatnya belajar,” tandas Shaqilea.
“Iya tapi makan dulu ya gue lapar, eh sebelumnya kita harus obatin muka lo dulu,”
Mereka memasuki rumah kediaman Faeyza, disana cukup sepi tidak terlihat Mamahnya Faeyza atau pembantu yang biasanya akan menyambut Faeyza datang.
“Mamah kemana ya ko sepi sih, Mamah mah Faeyza pulang nih bareng Shaqilea juga,” teriak Faeyza.
“Mamah di dapur sayang, kalian langsung kesini aja sayang,” sahut Tante Isa, Mamah dari Faeyza.
Faeyza mengajak Shaqilea untuk menuju dapurnya, disana Mamahnya Faeyza sedang berkutat dengan masakannya di bantu oleh Bibi pembantu di rumahnya.
Faeyza berjalan mendekat untuk menjabat tangan Mamahnya dan langsung dapat sambutan begitupun juga di ikuti oleh Shaqilea.
“Ya ampun Sha kamu kenapa? Astaga muka kamu ko memar gitu sini-sini tante obatin ya,” Tante itu manarik tangan Shaqilea secara halus untuk mengajaknya duduk kursi tempat makan.
“Oh ya Bi, ini masakannya tinggal tunggu matang aja ya, bumbunya juga semuanya udah di masukin,” tugas Tante Isa.
“Faeyza, kamu ko diam aja disitu hayo bantu Mamah ambilin kotak obatnya, sekalian air kompres ya untuk membersihkan lukanya terlebih dahulu,” pinta Tante Isa.
“Ya ampun nggak usah repot-repot begini Tan, Aku juga bisa ngobatin sendiri ko,” sanggah Shaqilea.
“Gue bilang juga apa? Mamah pasti khawatir lihat lo kaya gini secara lo kan kesayangan Mamah. Bahkan bisa jadi Mamah itu lebih sayang ke lo dari pada gue anaknya sendiri,” celetuk Faeyza.
“Faeyza nggak boleh gitu ahh, Mamah itu sayang sama kalian berdua, dan kalian berdua itu punya porsi tempatnya masing-masing di hati Mamah,” ujar Tante Isa.
“Iya Mah aku percaya Mamah ko, lagian aku cuman bercanda ko tadi. Yah Sha pasti lo tadi ngerasa bersalah ya Sha, kena lo gue prankin ckckckk,” tukas Faeyza.
Faeyza bolak-balok mengambil kotak obatnya lalu di lanjut dengan membawakan air kompresnya.
“Sini sayang wajahnya mendekat, maaf ya kalau sedikit perih,” ujar Tante Isa kepada Shaqilea.
“Tan nggak apa-apa deh serius, biar aku sendiri aja yang bersihin dan ngobatin ya,” tolak Shaqilea.
“Udah sih Sha turutin aja ucapan nyokap gue,” komentar Faeyza.
Shaqilea pun pasrah dan menyerahkan dirinya kepada Mamah Faeyza untuk segera di obati.
Tante Isa memeras kain kecil itu lalu menempelkan kepada wajah Shaqilea, dengan sangat hati-hati ia mengusap memar itu agar Shaqilea tidak begitu merasakan kesakitan.
Shaqilea meringis ketika Tante Isa mengusap memarnya yang membuat Faeyza juga ikutan meringis menahan ngilu.
“Sha sakit banget ya?” tanya Faeyza penasaran.
“Dikit,” jawab Shaqilea.
Setelah mengompres Tante Isa mengoleskan sedikit salep kepada wajahnya Shaqilea yang terkena memar,
“Ok udah slesai,” ujar Tante Isa.
“Mah perutnya Shaqilea nggak sekalian di.. ahh,” ucapan Faeyza tertahan karena tangan Shaqilea sedikit menyubit perutnya.
“Isi maksudnya,” potong Shaqilea.
“Oh iya kalian pasti udah lapar banget ya, hayo-hayo kita makan dulu.”
Tante Isa mendekati keberadaan sang Bibi yang tengah menuangkan masakannya ke dalam piring.
“Bi gimana udah siap semua?”
“Udah ko Nya tinggal di pindahin ke meja saja,” ucap pembantu itu.
“Shaqilea bantu ya Tan,” tawar Shaqilea.
“Iya sayang makasih ya.”
“Faeyza kamu juga harus bantuin biar lebih cepat,” ucap Tante Isa.
“Iyaa Mah...” pasrah Faeyza.
Merekapun menata makanan itu di mejanya. Seusai semuanya selesai mereka duduk di kursinya masing-masing.
“Bi sini sekalian kita makan bareng,” ujar Tante Isa.
“Nggak Nya, saya nanti saja.”
“Makan bareng aja Bi biar rame, biasanya juga kita makan bareng,” seru Faeyza.
“Nggak apa-apa Non, Bibi juga masih kenyang makan bakso tadi.”
“Oh ya sudah Bi, kalau gitu tolong panggilkan Pak Gadang untuk makan dulu,” pinta Tante Isa.
“Baik Nya,”
Suasana makan itu sangat tenang dan nyaman, mereka begitu terlihat menikmati masakannya.
“Tan ini masakan Tante semuanya?” tanya Shaqilea di tengah kesibukannya melahap makanan.
“Gimana enakan? Ya iyalah, gue bilang juga pasti lo ketagihan kalau makan makanan masakan Nyokap gue,” tutur Faeyza.
“Heheee iya enak banget,” kekeh Shaqilea.
“Kalau enak habiskan dong, bila perlu bawa pulang aja,” ujar Tante Isa.
“Hehee iya Tan,”
Merekapun kembali melahap makanannya hingga tandas. Tiba-tiba suara ponsel milik Shaqilea berbunyi hingga menghentikan aksi makannya.
Disan ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak di kenalnya.
“Dari siapa Sha?” Faeyza penasaran.
“Nggak tau, orang iseng kayanya.”
“Oh ya udah nggak usah lo ladenin gih.”
Bibi datang kembali ke mereka untuk menyampaikan sesuatu.
“Maaf Nya mengganggu waktunya, Pak Gadang katanya nanti saja makannya,”
“Oh ya sudah Bi, Bibi tolong langsung di bereskan aja piring kotornya ya, soalnya kita udah selesai makannya.”
“Baik Nya,”
⛲⛲⛲⛲⛲
Setelah selesai makan Shaqilea di ajak Faeyza ke kamarnya untuk mengerjakan tugas sekolahnya.
Di saat mereka tengah sibuk mengerjakan tugasnya Shaqilea mendapatkan pesan dari nomor yang sama tidak di kenalnya.
Pesan terakhir yang di terimanya berisi sesuatu yang membuat pikirinya menjadi terbagi antara harus fokus dengan tugasnya dan rasa penasaran yang tiba-tiba muncul dalam dirinya.
Pesan itu bertuliskan:
Sha gue harap lo datang ke taman kalau lo mau tau sesuatu tentang Rio,
“Sha lo kenapa? Kurang dingin ya AC nya, gue tambahin lagi,” Faeyza merasa terganggu dengan gelagat Shaqilea yang terlihat gusar di tempatnya.
“Nggak ko Faey, udah dingin ko.”
“Lah terus lo kenapa dong,”
“Ini, gue lagi bingung aja sama artikel yang gue baca apa gue yang terlalu bodoh hingga tidak bisa di cerna pada otak gue kali ya,” bohong Shaqilea.
“Hahaaaaa ngaco lo, coba baca ulang,” kekeh Faeyza.
Shaqilea pintar sekali dalam membodohi Faeyza bahkan Faeyza sendiri sama sekali tidak pernah sadar ketika Shaqilea memang benar-benar mombodohinya.
Shaqilea mengecek kembali pesannya lalu mengetik untuk membalaskan namun ia urungkan dan menghapus kembali ketikannya.
“Gue nggak boleh kepancing bisa jadi dia hanya orang suruhan Rio untuk nipu gue,” batin Shaqilea.