Pemaksaan
“Kemarin telat, sekarang bolos, terus apalagi?”
Shaqilea mengalihkan pandangannya ke sumber suara, mengamati dari bawah sampai ke atas dengan menaikan sebelah alisnya.
Cowok jangkung dengan mata hazelnya dan jakun yang ketara menonjol. Berjalan mendekat dengan tangan kirinya yang ia masukan ke kantong celananya.
“Lo, gak ada niatan buat bilang makasih gitu…?” ucap cowok itu.
“Dan lo, gak ada niatan buat bayar hutang gitu?” balas Shaqilea.
Yang di tanyapun cengengesan.“Masih inget juga lo. Ok, gue ganti dengan makan siang bareng, gimana?” tawar sang cowok.
Tidak di hiraukan ucapan dari sang cowok, Shaqilea lebih memfokuskan diri menghadap kearah lapangan yang sedang sepi, dari atas gedung lantai tiga.
Merasa di acuhkan cowok itu mengikuti arah pandang Shaqilea.
“Kalau nggak mau ya nggak papa, asal nanti pulang
bareng gue.”
“Cuihhh. Gak usah nolong kalau minta imbalan,” batin Shaqilea.
Ya, cowok itu yang menolongnya waktu kejadian kemarin di lapangan. Serta cowok itu juga yang membeli minuman di tempat Shaqilea bekerja tapi ia tidak bayar.
Shaqilea lebih memilih pergi meninggalkan cowok itu dari pada harus berada di sekitar cowok itu.
“Kalau diam, tandanya berarti iya....” ucap cowok itu sambil teriak.
Setelah pusing mengikuti ulangan matematika yang di adakan dadakan. Gagal sudah, rencana ingin mendinginkan pikirannya. Untuk menghindari cowok yang tadi di temuinya , Shaqilea memilih untuk kembali kelasnya lagi.
“Kampret.... Setiap soal anaknya bejibun,”
“Iya, kasian mak-nya nyariin,”
“Bodo amatlah, gue isi asal-asalan yang penting penuh,”
“Ya.. Sama gaje bloon,”
“Yang penting usaha cuyy,”
“Tadi aja kalau nggak dadakan, gue siapin dulu dah, contekannya,”
“Elehh sosoan lo,”
Riuh ricuh mengelilingi kelasnya, banyak keluhan dari para siswa kelas 12 Ipa2 yang telah menyelesaikan ulangan matematika. Mungkin gurunya sengaja mengadakan ulangan tanpa memberitahu sebelumnya, karena ingin mengetahui seberapa siap siswanya menghadapi setiap tantangan.
Dilihatnya Faeyza yang murung dengan muka kusut berantakan, rambut sedikit acak-acakan.
“Bisa lo ngerjainnya?” tanya Shaqilea pada Faeyza.
Faeyza mendongak “Oh ... Ya jelas dong, jangan ditanya,”
“Pasti kagak bi salah!” lanjut Faeyza.
“Makanya belajar, jangan ngestalker Gavin mulu,” cibir Shaqilea.
“Eh onta, kalau ulangannya dikasih tau juga, bakalan belajar ko. Lah ini? dadakan kaya tahu bulat.”
“Hmztt....”
“j*****m lo emang. Tadi aturan, sebelum lo kumpulan, tuh kertas pinjemin dulu ke gue.”
“Ya.”
“Sialan, lo.”
Pergantian guru pun berlangsung. Pelajaran selanjutnya yaitu fisika Keluhan-keluhan yang tadinya ramaipun kini sudah mulai reda. Bu Merta kini mulai menjelaskan secara terperinci tentang gelombang elektromagnetik.
⛲⛲⛲⛲⛲
kringggg..........
Semua murid berhamburan keluar kelas menuju surganya masing-masing.
Kini Shaqilea tidak lagi berjalan sendirian, melainkan beriiringan dengan Faeyza. Ketika masuk kantin mereka berbagi tugas Shaqilea yang mesan minuman dan Faeyza yang mesan bakso yang paling menglegenda yaitu bakso pletong.
Pesan minum memang yang paling mudah karena tinggal ambil di freezer. Sedangkan pesan bakso harus mengantri dan rela berdesakan terlebih dahulu.
Shaqilea melihat kearah sekeliling kantin semuanya penuh. Hanya tinggal bangku pojok paling kiri yang masih kosong. Ketika Shaqilea ingin menuju ke bangku itu segerombolan cowok lebih dahulu mendudukinya. Salah satu dari mereka menatap Shaqilea dengan pandangan yang sulit di artikan.
Shaqilea berdecak “s**t, gak ada yang kosong lagi apa?”
“Sha ... Sini,” teriakan melengking menginterupsinya untuk berjalan mendekat ke sumber suara itu.
Suara itu dari Faeyza. Jangan di tanya kenapa ia bisa mendapatkan tempat duduk itu padahal sudah sangat penuh. Faeyza cukup hebat dalam hal menyerobot. Makanya Shaqilea sering menyuruh Faeyza untuk ke kantin lebih dulu.
“Ketimbang ambil minum aja lama banget, kaya kura.”
“Mana bakso gue!”
“Aishhh, Nih!” Faeyza menyodorkan bakso yang tadi ia pesan.
Suara pertarungan antara sendok, garpu dan mangkuk menemani mereka.
“Gue boleh duduk disini nggak?” ucap seseorang. Suara itu berasal dari seorang cowok yang waktu itu menghantarkan Faeyza pulang.
Sontak Faeyza mendongak dengan sendok yang mau ia masukan ke mulut.
Faeyza melotot “Nggak!”
Bukannya pergi cowok itu memanggil temannya. “Vin, sini aja!”
Orang yang di panggil pun berjalan mendekat. Faeyza kaget bukan main ternyata itu Gavin, cowok yang selalu ia ikuti storynya di i********:.
“Kita bolehkan duduk disini? Soalnya nggak ada bangku kosong lagi,” ucap Gavin.
“Udah tinggal duduk aja, pasti ngizinin ko,” balas Cio yang duduk lebih dulu.
Faeyza yang tadinya terpesona akan sosok Gavin kini ekspresinya telah berubah kembali ke seperti semula.
“Siapa yang ngizinin? Nggak ada yang ngizinin!” cercah Faeyza dengan melirik sekilas Gavin.
“Eh toa, emangnya ini bangku milik lo? Ini umum kali,” balas Cio.
“TAPI GUE DUDUK DULUAN DISINI!” sentak Faeyza.
“Tapi nggak ada bangku kosong lagi, sayang ....” balas Cio.
“Itu bukan urusan gue dan GUE BUKAN PACAR LO!” sahut Faeyza.
Perdebatan pun tak berlanjut, karena percuma membalas ucapan Faeyza ia tak akan mau kalah.
Dengan hati yang masih gemuruh Faeyza mengikhlaskan duduk bersama dengan Cio dan Gavin.
Cio dan Gavin pun duduk di seberang Shaqilea dan Faeyza, mereka saling berhadapan.
“Sory ya, kemarin kena bola,” suara tegas itu dari Gavin.
Faeyza menyenggol lengan Shaqilea yang sedang asik mengaduk kuah baksonya.
“Apa?” tanya Shaqilea pada Faeyza.
“Ditanyain noh,”
Shaqilea bingung “Siapa yang nanya?” -batinnya.
“Lo gak kenapa-napakan? Sory, gara-gara gue lo kena bola,” ulang Gavin.
Shaqilea menaikan satu alisnya “Gue gak kenapa-napa ko.”
“Faey, gue duluan,” lanjut Shaqilea dan pergi berlalu begitu saja.
“Woyyyy Sha, aishh kebiasaan,”
“Yah, berarti gue gak di maafin dong yaa?” lesu Gavin.
“Ehh, bukan gitu. Shaqilea emang seperti itu, kalau udah kenyang langsung pergi gitu aja. Gue aja sering di tinggalin,” ungkap Faeyza.
Cio yang sejak tadi asik makan, kini mulai penasaran “kasian lo Faey ckck. Emang lo kemarin apain dia Vin?”
“Kemarin, gue kan tanding basket terus gak sengaja kena dia bolanya,” jelas Gavin.
Cio menatap Faeyza yang sedang makan baksonya, “Heyy, terus lo kenapa masih disini?”
“Makanlah! Menurut lo?” sahut Faeyza.
“Temen lo pergi tuh!” cercah Cio.
“Ya udah biarin. Toh makanan gue juga masih banyak. Gak boleh buang-buang makanan,” jawab Faeyza.
Cio geleng-geleng melihat kelakuan cewek di depannya. Sedangkan Gavin merasa tidak enak pada Shaqilea.
Salah satu cowok dari grombolan bangku paling pojok memperhatikan setiap kejadian yang mereka lalui.
⛲⛲⛲⛲⛲
#Flashbackon
Faeyza di dorong secara paksa oleh Shaqilea masuk ke dalam mobil seseorang yang tidak ia kenal sama sekali.
“Aissshh, Shaqilea tuh bener-bener ya. Dia nyuruh gue balik duluan tapi dirinya malah argghh......” kesal Faeyza.
Faeyza terus menggerutu tidak jelas menyindir Shaqilea yang bersikap selalu mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri.
“Ini lagi kenapa mobilnya nggak jalan-jalan. Mogok apa gimana sih? Yah, percuma dong gue ngikut. yaudah gue keluar aja,” beo Faeyza
“Lo bisa diam nggak sih, Gue gak akan jalan kalau lo ngomel terus!” ucap cowok itu.
“Yaudah gue keluar. Mendingan naik taksi!” sahut Faeyza.
Faeyza hendak keluar namun tangannya di cekal oleh sang cowok.
“Ok,ok gue jalan. Alamat lo dimana?”
“Kalau bukan ingat pesan Shaqilea yang menyuruhnya menghantarkan nih cewe ogah banget dah gue” -batin sang cowok.
Faeyza memberikan alamat rumahnya pada sang cowok. Bergegaslah mereka menuju alamat yang sudah Faeyza berikan.
Keheningan pun menyelimuti mereka kini Faeyza tidak lagi berbicara. Ia fokus memandang ke arah jalan sesekali ia menengok ke sisi arah jalan samping.
“Nama gue Delbaro Albercio panggil aja Cio,” gumam Cio berusaha memecahkan Keheningan.
“Nggak nanya!” balas Faeyza.
“Serah lo dah F A E Y Z A.”
Merasa di sebut namanya, Faeyza langsung menengok dan melotot “Ko lo tau?”
“Name tag lo pea,” ledek Cio.
Seketika itu Faeyza langsung melihat ke bawah samping kanan dadanya.
“Lo m***m yaa?” ucap Faeyza. Sambil memeluk dirinya.
“Sembarangan. Ya nggaklah, lo nya aja yang negatif,” sahut Cio tidak terima.
Faeyza kesal bukan main, kenapa ia harus satu mobil dengan cowok yang di sampingnya itu. Coba aja Pak Gadang mobilnya tidak ada masalah, pasti dirinya tidak akan terjebak satu mobil dengan cowok itu.
“Btw lo anak OSIS kan? Ko Shaqilea bisa akrab sama lo sih? padahal diakan jarang sosialisasi gitu, lebih seneng sendiri,” cetus Faeyza.
“Kepo banget sih lo!” balas Cio.
“Ko lo ngegas sih! Gue kan cuman nanya.”
“Gue satu sekolah dengan Shaqilea waktu SMP.” jawab Cio.
“Masa sih? Padahal gue juga satu sekolah sama Shaqilea, tapi ko gue gak tau lo ya waktu SMP?”
“Dari kelas tujuh gue satu kelas sama dia. Cuman pas kelas 8 semester 2-nya, Shaqilea pindah sekolah dan pindahnya ternyata ke sekolah lo ya?”
“Oh ya gue lupa. Shaqilea kan anak pindahan,” gerutu Faeyza.
“Ya begitulah, waktu SMP kita satu sekolah satu kelas jugakan. Gue pikir dia bukan Shaqilea yang gue kenal. Soalnya dulu dia orangnya periang, ramah, baik banget, friendly lah. Aktif juga di berbagai organisasi dia termasuk atlet lari, sering menangin lomba juga,” jelas Cio.
“Masa sih? Tapi gue kenal sama dia juga udah kaya gitu sikapnya cuek, dingin nyebelin deh pokoknya. Apa mungkin ada yang dia sembunyiin dari gue? Padahalkan gue selalu terbuka sama dia.”
“Kalau emang cuek dan nyebelin kenapa lo masih mau bersahabat dengan dia?” tanya Cio.
“Dia beda dari pada yang lain. Dia selalu ada di saat senang dan duka bukan hanya ada di saat senangnya saja. Dia selalu suport gue dan ngeyakinin gue kalau gue bisa dapatin apa yang orang lain remehkan tentang gue,” jelas Faeyza.
Suasana pun kembali hening. Cio sibuk mengendarai mobilnya dan Faeyza masih terus memikirkan ucapan Cio tentang Shaqilea.
“Apa iya Shaqilea menyembunyiin sesuatu dari gue?” - batin Faeyza.
⛲⛲⛲⛲⛲
Sampai sudah mereka di rumahnya Faeyza dan langsung di sambut oleh Ibunya Faeyza.
“Ya ampun, kamu nggak papakan maafin Mamah nggak bisa jemput kamu, tadi pak Gadang sudah bilang mobilnya mogok, maafin Mamah ya,” celoteh Ibunya.
“Iya Mah, gak papa ih,” balas Faeyza.
“Memang benar, buah jatuh tak jauh dari pohonnya, Anak sama Ibu sama aja,” -batin Cio.
“Lah, ini siapa Faey? Ya udah masuk dulu. Eh sebelumnya, makasih ya udah nganterin anak Tante. Maaf ya udah ngrepotin. Ayo, ayo masuk,” ajak Ibunya Faeyza.
“Iya tan-” baru saja Cio hendak masuk tapi sudah di seret keluar oleh Faeyza.
“Eh, katanya lo mau buru- buru pulangkan? katanya sibuk ada urusan. Mending lo pulang sekarang pasti udah di tungguin,” Faeyza menyeret paksa Cio untuk masuk ke mobilnya.
“Eh tapi nyokap lo,”
Faeyza melotot dan Cio langsung masuk ke mobilnya.
“Tan, nanti kapan-kapan aja ya aku mampir nya,” ucap Cio dengan sopan.
Faeyza tersenyum, Cio membunyikan klaksonnya dan langsung melenggang pergi.
“Cie pacarnya,” goda Mamahnya Faeyza.
“Apaan sih Mah! Bukanlah.”
“Terus apa?”
“Dia temennya Faeyza Mah,” jawab Faeyza.
“Udah ahh, Faeyza cape Mah,” lanjut Faeyza.
#flashbackoff