Affter Marriage 8

1079 Kata
Daffa membulatkan matanya ketika melihat Caca berdiri di hadapan ia dan istrinya. Tangannya semakin rapat menarik pinggang Freya agar mendekat ke arahnya. "Eh Caca apa kabar?!" Sapa Reya antusias. Caca tersenyum, jenis senyum yang tidak bisa mereka artikan. Tangannya menjabat tangan Reya yang mulus lalu saling mencium pipi kanan dan kirinya masing-masing. Caca berganti tatap menjadi ke arah Daffa. Lalu mendekatkan wajahnya pada pria itu. Freya mengerjap-ngerjapkan matanya kala melihat Caca dengan berani cipika cipiki bersama Daffa. "Kamu ngapain disini?" Tanya Reya. Perempuan itu berusaha menghalau rasa tidak nyaman atas kejadian tadi. "Oh aku lagi jalan-jalan aja. Kalian sendiri?" Freya tersenyum lalu mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. "Tadi aku ngadain kumpul-kumpul sama anak-anak. Terus si Aa jemput, jadinya sekalian jalan-jalan deh." Caca hanya ber-oh ria. Wanita itu menatap Daffa. Sedang yang ditatap hanya menundukkan kepalanya. "Kamu juga gaada kabar deh Daaf! Masa dua minggu ngilang!" Daffa mengangkat wajahnya. Menatap Caca tidak suka. Freya menatap mereka dengan pandangan yang sulit di artikan. "Maksudnya gimana?" Tanya Freya sembari tersenyum. Caca menatap Freya lalu menatap Daffa. "Kamu ngga tahu ya? Kan dua minggu yang lalu aku sama Daffa makan di McD. Tengah malem sih, Daffa ngga kasih tahu kamu ya?" Freya menatap Daffa. Daffa hanya diam sembari menatap Freya 'maaf'. Freya tersenyum ringan lalu menggandeng lengan Daffa. "Oh itu iya aku tahu kok kalo kalian kesana. Cuma setahu aku, Daffa gapernah makan diatas jam 10." Telak. Caca malu. Ia ketahuan berbohong. Jelas saja Reya tahu jam makan Daffa, mereka suami istri. Dan itu wajar. "Ah gitu ya? Yaudah kalo gitu, aku duluan ya Daff, Re. See u!" Caca meninggalkan mereka. Wajah girang Freya berganti. Ia melepas gandengannya di lengan Daffa. "Pulang aja ya," katanya sembari berjalan di depan Daffa. Daffa menatap punggung istrinya dengan pandangan bersalah. Ia tau alasan apa yang membuat Reya mengatakan bahwa perempuan itu sudah tau perihal pertemuannya bersama Caca. Padahal nyatanya perempuan itu tidak tau sama sekali. Daffa menutupnya rapat-rapat dari Reya. "Maafin aa re," *** "Aku kangen Reya," kata seorang wanita cantik yang umurnya hampir 45 tahun itu. Di samping ada suami nya yang sedang membaca koran sambil meminum secangkir kopi luwak. Pria itu menurunkan sedikit kacamatanya, lalu menatap netra istrinya. "Ngapain kamu kangen dia? Dia udah ada Daffa, Nur." Nur menghela napas berat. Ia menatap suaminya yang lagi-lagi terfokus pada koran yang dibacanya. "Aku ibunya, Ris! Wajar aja kalo aku kangen dia. Lagian kamu jadi ayahnya juga kayak gaada kasih sayang sama dia!" "Jaga bicara kamu Nur!" "Kenapa?! Kamu mau marah, iya?!" Faris menaruh korannya di meja. "Kurang ajar kamu sama suami!" Kata Faris sembari membanting gelas ke lantai. Nur berjenggit kaget. "Bukan aku yang kurang ajar sama kamu! Tapi kamu gaakan diem-" Plak! Tamparan keras itu mendarat di pipi Nur dengan kencang. Faris menamparnya. Masih sambil berapi-api Faris menyeret Nur ke dalam kamar dan memukulinya. Ah, Faris lupa jika pria itu memiliki anak perempuan yang kelewat 'ngerti'. Diujung tangga sana, Kayla menangis, dengan setelan seragam sekolahnya sembari memegang lembaran kertas hasil ujiannya. Air matanya menetes. Kayla meremas kertas itu, lantas berbisik pelan. Papa jahat sama mama... *** Freya langsung turun begitu saja ketika mereka sudah sampai di apartemen. Freya mengabaikan Daffa yang belum turun sama sekali dari mobil. Daffa kaget kala Reya langsung turun begitu saja dari dalam mobil tanpa menunggu lelaki itu. Daffa menarik napas lalu buru-buru turun untuk menyusul istrinya. "Sayang kamu ngga mau makan dulu?" Freya hanya diam. Daffa berusaha menyamai langkah kakinya dengan langkah kaki sang istri. "Kamu mau delivery order aja?" "Iya nggapapaa," kata Reya pelan. Daffa sedikit bernapas lega kala Reya mau membalas ucapannya. Daffa membanting tubuhnya di atas sofa. Tangannya membuka hat pilot dan menaruhnya di atas meja kecil. Reya langsung masuk ke dalam kamarnya. Daffa menatap istrinya yang langsung masuk ke kamar mereka begitu saja. Daffa menarik rambutnya lantas bangun untuk menemui Reya di kamar. Daffa akan menjelaskan semuanya. Ya, Daffa akan menjelaskannya. *** Daffa membuka pintu kamar mereka pelan-pelan. Dilihatnya Freya yang sedang berdiri didepan kaca sembari memakai tanktop merah dan celana pendek berwarna hitam. Daffa menghampiri istrinya, lalu memeluk Reya dari belakang. Dagunya ia tumpukan di bahu Reya yang putih bersih. Bibirnya mengecup leher jenjang milik Reya yang wanginya setengah modar. "Maaf," Reya bergeming. Perempuan itu diam tapi matanya menatap Daffa dari kaca. "Maaf aku ngga jujur ke kamu." Freya masih diam. Ia masih berusaha menahan semua yang dirasakannya sejak tadi. Perasaan tidak nyaman dan was-was itu ada. Apalagi Caca adalah mantan pacar Daffa. "Maaf aku ga bilang ke kamu. Iya malam itu emang aku ketemu sama dia di McD. Dia ngajak aku ketemuan, dia cerita, dan aku jadi pendengar. Cuma sekedar itu." Freya masih diam. Daffa mempererat pelukannya di pinggang Reya. Tangannya memegang perut Reya yang buncit. "Aku minta maaf. Kami ngga ada apa-apa." Freya menganggukan kepalanya. Lalu membalikkan tubuhnya dan memeluk Daffa. Menangis seperti anak kecil di d**a lelaki itu. Daffa memejamkan matanya merasa jahat karna sudah membuat istrinya menangis. Tolol! "Maafin aku, buna." Lirih Daffa ditelinga Reya. Reya mengangguk sembari terus memeluk Daffa. Pun Daffa juga memeluknya sambil sesekali mengusap rambut panjang Reya yang dikuncir. Freya melepas pelukannya lalu menatap Daffa. "Jangan deketin dia lagi, ya. Aku ngga mau." Daffa mengangguk meski dalam hati ia masih merasa ragu. Daffa menarik dagu Freya lalu menciumnya. Bibir Daffa membelai hangat bibir ranum Freya. Manis. Seperti strawberry. Bahkan bibir Caca dulu kalah manis dengan bibir istrinya. Ah kenapa bawa-bawa perempuan itu? Reya mengalungkan kedua lengannya di leher Daffa. Jari-jarinya menarik rambut Daffa kala lelaki itu mencium lehernya dan menarik turun tanktopnya. "Mmmm.." Daffa mencium belahan d**a istrinya sambil membuka satu persatu kancing seragam pilot yang dipakainya. Daffa menggendong Reya untuk duduk di atas pangkuannya. "Shhh aa.." Ketika Daffa berhasil melempar bra hitam milik Reya ke lantai, Reya menjauhkan kepala Daffa dari dadanya. "Sayang gaboleeh," kata Reya pelan. Daffa seketika tersadar. "Astagfirullah iya maaf.." Daffa mengusap kasar wajahnya. Ia mencium perut Reya lalu menyenderkan kepalanya di d**a Reya. Reya mendekap kepala Daffa, sambil menciumi rambut lelaki itu. Tangannya memainkan rambut Daffa, membuat Daffa merem melek. "Sabar ya, tunggu sampe dedek lahir baru boleh." Daffa mengangguk. Lalu mencium d**a Reya lagi. "I'll miss u," Daffa memberi gigitan kecil pada puncak gunung kembar milik Reya, lantas tertawa menatap ekspresi istrinya. Reya tersenyum lembut lalu memakai kembali pakaiannya yang sempat dipereteli Daffa. Daffa menaruh Reya di ranjang. "Kamu mau kemana?" Daffa menyambit handuk di ujung ranjang lalu mengedipkan sebelah matanya ke arah Reya. "Mandi air dingin!" Daffa berlalu dari hadapan Reya, Reya yang melihatnya hanya tertawa. Daffa, Daffa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN