Daffa menarik cangkir berisi kopi pahit yang ia pesan di kantin bandara dini hari. Tangannya mencengkram sebuah handphone berlogo apel ke gigit itu dengan kuat. Matanya terpejam ketika bayangan apa yang dilakukannya di belakang Freya membuatnya meremas rambutnya sendiri. Sial. Daffa menyakiti Reya. Daffa ingkar janji dengan dirinya sendiri.
"Astagfirullah!" Lirihnya.
Jarinya membuka aplikasi w******p. Ia mencari kontak Caca. Memperhatikannya selama beberapa saat. Daffa menarik napasnya. Lalu jarinya menekan titik tiga di pojok kanan atas.
Block this contact.
***
Daffa memasuki apartemen nya bersama Reya. Lelaki itu menaruh kopernya di ruang tamu, tanpa perlu repot-repot membawanya ke kamar. Daffa membuka pintu kamar. Terlihat Reya yang tidur menghadap pintu. Daffa menatap tubuh mungil itu nanar. Demi Tuhan Daffa merasa bersalah.
Didekatinya Reya. Pelan-pelan ia naik ke atas ranjang. Tangannya mengusap permukaan wajah Reya yang mulus. Daffa menciumi wajah Reya. Matanya terpejam karna air matanya yang mengalir.
Freya mengerjapkan matanya kala ia merasakan air yang jatuh di pipinya. "Aa?" Pekik Reya. Perempuan itu dengan segera memeluk Daffa dengan sangat erat. Pun Daffa membalas pelukan Reya.
"Aa kok nangis?"
Daffa hanya menggeleng. Laki-laki itu malah menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Freya. "Maaf,"
Freya mengusap-usap rambut Daffa lalu menciumnya. Tubuhnya bersandar di kepala ranjang.
"Maaf buat apa sayang?"
"Buat semuanya. Maaf."
Freya tersenyum, "kamu kan ga ngelakuin salah," kata Reya. Daffa menatap Reya lalu menangkup pipi wanita itu.
"Aku salah. Aku jahat. Aku udah ngecewain kamu. Aku-"
Freya mencium bibirnya. Tangannya ia kalungkan di leher Daffa. "Kamu ga salah bii. Kamu ngga ngelakuin salah beneran deh!"
"Kamu ngga tau re," lirih Daffa.
"Ngga tau apa?"
"Aa jahat sama kamu."
Freya tersenyum. Daffa menarik tangan Reya lalu mengecup punggung tangannya. "Maaf love," sesalnya.
"Iya sayang iya. Aku maafin meskipun aku ngga tau kamu minta maaf karna apa,"
Daffa hanya diam. Ia memeluk Reya semakin erat. Reya mengusap bahu Daffa. "Ngga mau ganti baju dulu?"
Daffa menggeleng. Ia menaruh wajahnya di depan perut Reya yang besar. Tangannya memeluk pinggang Reya. "Aku kangen."
"Aku lebih kangen kamuuuu!" Kata reya sembari mencium rambut Daffa. Tangannya memainkan rambut Daffa.
***
"Ini siapa Ma?" Tanya Dita kepada Caca yang sedang duduk disampingnya. Dita sedang melihat-lihat album masa SMA milik Mamanya.
Caca tersenyum, lalu mengusap rambut Dita. "Itu Om Daffa. Kamu inget gak yang waktu kita ketemu Om ganteng di bandara?"
"Yang pilot ya Ma?"
"Iyaa sayang yang pilot,"
Dita mengangguk-anggukkan kepalanya. "Om Daffa ganteng ya Ma," Dita membalikkan album itu lagi. Melihat foto Caca dan Daffa memakai seragam abu-abu dengan tangan yang saling merangkul.
"Iya Om Daffa ganteng. Kalo seandainya Om Daffa jadi ayah Dita, Dita mau?"
Dita mengangguk antusias. Netra coklatnya berbinar-binar. "Mau Ma!"
***
Freya memejamkan matanya. Tangannya meremas lengan Daffa yang sudah bercucuran keringat. "Mpphhhh Aa.."
Daffa menatap Reya yang berada dibawahnya. Perempuan ini semakin seksi ketika hamil. Lihat saja, selain perutnya yang besar, bagian atas dan belakangnya pun menjadi besar. s**t.
"Jangan dipilin, sakit bii!" kata Reya ketika Daffa memilin putingnya ke kanan dan ke kiri.
Daffa melepaskan jarinya dari p****g Reya. Bibirnya mencium bibir Reya lalu mengulum p****g Reya.
Daffa mengigit bibirnya, lalu menarik senjatanya keluar dan memuntahkan isinya ke atas perut Reya. Beberapa saat mereka hening. Reya melepas pelukan Daffa, lantas meraba nakas untuk mengambil tissue basah dari sana.
"Bangun dulu sayang,"
Pun Daffa menurut. Laki-laki itu bangun dari tubuh polos Reya. Ia menidurkan tubuhnya diatas ranjang. Sedangkan Reya membersihkan cairan Daffa diperutnya.
"Bunaaa sini peluk," kata Daffa. Lelaki itu menarik pinggang polos Reya. Reya menurut, ia kembali bergabung dalam selimut yang sama dengan Daffa.
Tangan Reya mengusap wajah Daffa. Daffa memejamkan matanya menikmati usapan jari Reya di pipinya. "Aku boleh nanya ngga?"
Daffa membuka matanya lantas menarik tangan Reya untuk digenggamnya. Daffa menatap Reya dalam-dalam.
"Boleh dong sayang. Mau nanya apaa hhm?"
"Mm.. seminggu yang lalu, yang kamu bilang mau ketemu sama semprul. Kamu beneran ketemu sama mereka?"
Daffa menatap Reya. Reya sengaja bertanya seperti itu. Ia bertindak seolah-olah tidak tau perihal 'kebohongan' Daffa seminggu lalu. Daffa meremas jari Reya pelan. Ia menarik napas.
"Aku minta maaf. Seminggu yang lalu aku ngga ketemu semprul tapi ketemu Caca,"
***
Galen berjalan sempoyongan dari luar hingga masuk ke dalam rumah. Jam sudah menunjukan pukul 02.14 dini hari. Galen baru sampai dirumah dan dengan keadaan yang tidak bisa dibilang baik-baik saja. Kemejanya berantakan dengan 2 kancing teratas terbuka. Jas sudah disampirkan di lengannya.
Tangannya membuka handle pintu. Matanya masih awas ketika melihat tubuh seorang wanita tengah tertidur di atas sofa. Galen mendekatinya. Bibirnya menyunggingkan senyum sinis.
Mau apa lagi dia kesini?!
Galen menyentuh lengan wanita itu. "Bangun ca!"
Wanita itu, Caca, terbangun sambil menutup hidungnya karna bau alkohol dari mulut Galen yang sangat menyengat. "Dari mana aja lo? anak sendiri ditinggal-tinggal!" Sentak Caca.
Galen mendekati Caca, lalu mencengkram dagunya. Menatap wanita itu tajam. "Gausah sok peduli sama Dita."
"Gue ibunya!"
Galen tertawa sinis. "Iya. Ibu yang nyaris bikin dia mati, kan?" Caca mengepalkan tangannya. Wanita itu menatap ke arah Galen tidak kalah tajam. "Jaga omongan lo!"
Galen tidak peduli. Lelaki itu menyudutkan Caca di pojok tembok. Bibirnya tersenyum sinis. Caca menatap awas kepada Galen.
"Jangan macem-macem!" Teriak Caca. Galen semakin gencar menghimpit Caca di tembok. Tangannya membuka gesper yang dipakainya. Caca membelalakkan matanya.
"Len jangan macem-macem atau gue-"
"Atau apa?!"
Galen merapatkan tubuh mereka. "jangan coba-coba buat keluar dari sini ca. Lo harus hancur."
Dan setelah itu, hanya suara tangis Caca dan rintihan kesakitan yang terdengar dari dalam kamar Galen. Well, Galen sebenarnya mencintai Caca. Sangat-sangat mencintainya. Dan yang dia lakukan sekarang adalah bagian dari salah satu usahanya agar wanita itu balik ke dirinya lagi.
Maaf ca
***
Reya memunggungi Daffa ketika laki-laki itu selesai bercerita. Freya merasa sakit hati kala mengetahui bahwa Daffa nenemui Caca karna lekaki itu rindu dengan masalalunya. Daffa memeluk istrinya dari belakang, masih mencoba untuk meminta maaf ke istrinya. Reya melepas pelukan Daffa di tubuhnya.
"Ngga usah peluk aku."
"Buna aku-"
"Aku apa?! Kamu boongin aku! Terus kamu bilang kalo kamu ketemu dia karna kamu kangen."
Reya terisak. Daffa memejamkan matanya. Ia membuat istrinya menangis. Ia membuat Reya sakit hati. Ia mengingkari janjinya. Ia menyakiti bundanya. Tuhan..
"Maaf sayang..."
Freya membalikan badannya menjadi ke arah Daffa. Ia sudah bodoamat dengan keadaan tubuhnya yang masih naked. Ia menatap Daffa tajam. "Aku kecewa sama kamu A."
Daffa buru-buru mengambil tangan Reya berusaha untuk menggenggamnya. "sayang maafin aku." Lirih Daffa.
"Aku ngga habis fikir sama kamu. Aku tau dia itu cinta pertama kamu, kamu berhak mencintai dia kalo kamu mau."
"Nggak sayang nggak. Aku ga cinta dia. Aku cinta kamu."
Freya tertawa sumbang. "Kamu rindu dia,"
"Cuma rindu! Ngga ada yang lain diantara aku sama dia."
Freya diam. Daffa menarik tangan Reya, tapi buru-buru ditepis perempuan itu. Freya menatap Daffa sambil menghapus air matanya.
"Aku jadi ragu kamu beneran cinta ke aku atau nggak A,"
***