#
"Bapak sedang ada rapat." Ucap Diana dengan nada ketus.
Wanita di depannya tersenyum hangat. Penampilannya lembut dan rautnya cantik. Meski Diana juga cantik, namun jika dibandingkan dengan wanita ini maka, Diana sama sekali tidak ada apa-apanya.
Tidak ada yang tidak kenal dengan Merry Sadewo. Pengacara khusus masalah perceraian artis dan orang-orang terkenal. Ia hampir selalu memenangkan kasus apapun yang dipegangnya.
"Kalau begitu aku akan menunggu Hansel di kantornya, kurasa Hansel tidak akan keberatan." Ucapnya penuh percaya diri.
Diana memaksakan senyum masam menghias bibirnya.
"Saya rasa lebih baik anda menunggu di ruang tunggu karena...."
"Halo Hansel...."
Ucapan Diana terputus saat Merry mengacuhkannya dan malah menelpon Hansel.
"Aku minta maaf datang lebih cepat dari janji kita...kau tidak keberatan kan kalau aku menunggu di kantormu?" Merry mengerling ke arah Diana untuk sesaat.
Diana memaksakan sebuah senyum menghiasi wajahnya. Merry Sadewo sebenarnya adalah saudara sepupu Kinan. Namun berbeda dengan Kinan yang sangat mudah untuk dimanipulasi olehnya, Merry adalah wanita cerdas yang tahu benar apa yang di-inginkannya.
Beberapa saat kemudian telepon di depannya berdering. Diana mengangkat gagangnya dengan raut enggan.
"Suruh Merry menunggu di kantorku."
Suara Hansel sudah terdengar bahkan sebelum ia sempat mengucapkan kata 'Halo' dan ditutup sebelum ia sempat berkata 'baik'
Merry tertawa melihat ekspresi Diana.
"Sedikit pesan untukmu." Ucapnya dengan nada mengejek.
"Seekor itik buruk rupa belum tentu selalu bisa menjadi angsa." Ucapnya sambil melenggang masuk ke ruangan kantor Hansel begitu saja.
Diana hanya bisa terpana tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Kau...kau..." Ia tergagap, namun Merry sudah terlebih dahulu menutup pintu kantor Hansel.
Merry tersenyum penuh kemenangan di dalam kantor Hansel.
Ia duduk sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan tersebut. Berlama-lama membiarkan tatapannya menyapu lukisan-lukisan mahal yang menghiasi ruangan itu. Sejenak pandangannya berhenti di sebuah foto berukuran besar yang menampilkan wajah tampan seorang pria yang mengenakan setelan mahal dan seekor anjing Siberian Husky.
Tidak ada satupun foto pernikahan maupun foto Kinan di dalam ruangan itu. Tidak juga di atas meja kerja Hansel.
Sudut bibirnya menyunggingkan senyuman sinis.
Lihatlah Kinan, kau bahkan tidak mampu menggantikan posisi anjingnya yang sudah mati itu. Bagaimana mungkin kau mampu menjadi istrinya? Keberuntunganmu akan segera berakhir. Pria seperti Hansel, membutuhkan wanita sepertiku.
Kali ini tangannya terulur menyentuh ujung bingkai foto Hansel.
Hanya aku.... Ucapnya dalam hati.
#
Kinan berdiri kaku. Sejenak semua keberanian dan rasa percaya diri yang dipupuknya sebelum ia melangkah masuk ke dalam studio ini mendadak menguap entah kemana.
"Udah siap belum?"
Pintu ruang ganti diketuk, membuat Kinan terkesiap. Ia memejamkan mata dan membukanya perlahan, menatap sosok di dalam cermin itu benar-benar bukan seperti dirinya. Rambut yang dicat maroon gelap dan terurai lurus hingga punggung itu saja sudah membuatnya merasa seperti menjadi orang lain.
"Kinan???"
Suara Arnetta terdengar lagi dari luar.
Kinan meraih gagang pintu dan keluar. Hanya untuk mendapati tiga orang di depannya yang berdiri dengan mulut menganga.
"Darling, you never told me before...kalau kamu bersahabat dengan anggota girlband korea."
Kenny, asisten fotografer Mike yang agak feminim menunjuk Kinan dengan cengiran lebar.
"Well, fresh, young ...Perfect! Sesuai dengan konsep di pikiranku. Thank's honey." Ucap Mike sambil mengecup kening Arnetta penuh sayang.
Arnetta mengerling ke arah Mike sejenak kemudian tersenyum ke arah Kinan.
"Dia tidak pernah menganggap kalau aku cocok dengan konsep anak muda. Dan lihat bagaimana dia memujimu..." Ucap Arnetta.
"Hey...listen to me. You just Perfect ini a differrent way....brand yang elegan dan mature lebih cocok untukmu. Lagipula, kelasmu sudah jauh di atas, to pick brand baru seperti ini tidak baik untuk citramu di masa depan." Ucap Mike sambil tersenyum menggoda.
Arnetta tertawa.
Kinan tersenyum kaku ke arah ketiga orang itu.
"Net, apa rambutku memang harus diwarnai seperti ini?" Tanya Kinan ragu.
Kenny tertawa geli melihat ekspresi Kinan.
"How cute. Arnetta, anak asuh kita kayaknya benar-benar gugup untuk debutnya." Ucap Kenny.
Arnetta mengusap pergelangan tangan Kinan, memberinya dukungan dan semangat.
"Kenapa? Dulu rambutmu bahkan pernah berwarna pelangi dan kau baik-baik saja." Ia kemudian berbalik menatap Kenny
"Jangan panggil dia seperti itu, Kinan bahkan bukan penggemar K-Pop. Dan sebagai catatan, sahabatku ini jauh lebih cantik dari Yeonwoo-mu Kenny." Arnetta mengedipkan matanya ke arah Kenny.
Kenny mendelik.
"Eh nek...jangan bawa-bawa Yeonwoo gue ya dalam hal ini. Even that gue juga merasa dia mirip sih hohoho." Kenny tertawa keras.
Kinan hanya bisa tersenyum semakin kaku.
"Rileks dear....rileks...kamu harus tahu, you're so sexy tanpa harus melakukan apapun. That eye...is so captivating." Ujar Kenny kembali.
"Aku yakin, dengan penampilan seperti ini bahkan tidak akan ada yang menyadari kalau kau adalah nyonya Hansel Adiwarman yang dulu menyebalkan" Tambah Arnetta.
"Apa aku memang semenyebalkan itu dulu?" Kinan tertawa.
Arnetta kembali tertawa.
"Yeah....memang. Seandainya kau bisa melihat dirimu sendiri saat itu." Ucap Arnetta.
"But now, kita berkumpul disini untuk membangun masa depan yang baru untukmu." Ucap Mike.
Kinan tersenyum, mencoba menyakinkan dirinya kalau pilihannya sekarang benar.
Sore itu dihabiskan Kinan mengikuti semua arahan Mike dan mencoba berbagai pose yang disarankan oleh mereka bertiga.
Ia tahu, ini adalah langkah awal baginya untuk menjalani hidupnya yang baru. Memulai langkah kecil menuju apa yang di inginkannya.
#
Merry menatap Hansel dengan pandangan menggoda, sayangnya pria itu tampak tengah memikirkan hal lain.
"Aku berani menjamin kalau Kinan sama sekali tidak akan memiliki satu peserpun saat ia bercerai darimu." Ucap Merry penuh percaya diri.
Hansel menyipit menatap gelas anggur di tangannya.
Adnan tersenyum.
"Kurasa aku sebaiknya keluar. Masalah seputar perceraian memang bukan keahlianku." Ucapnya.
Merry tersenyum senang. Ia tentu saja lebih suka jika di dalam ruangan ia hanya berdua dengan Hansel. Selain itu, ia memang tidak begitu menyukai Adnan.
"Aku tidak menyuruhmu keluar." Ucap Hansel dingin.
Adnan menghela napas berat. Suatu hari, Adnan benar-benar berharap Hansel akan benar-benar merasakan bagaimana jadi bawahan dari seorang atasan otoriter yang sedikit labil.
"Oke." Ucap Adnan kembali duduk.
Hansel beralih menatap Merry.
"Biarkan Adnan saja yang mengurus semuanya." Ucapnya.
Tuh kan labil. Adnan menarik nafas panjang sekali lagi.
Merry mengerutkan dahinya.
"Apa kau tidak jadi menceraikannya? Aku mengerti kalau kau kasihan padanya tapi Hansel, kau tidak perlu mengorbankan dirimu dalam pernikahan bodoh ini." Desak Merry.
Hansel menyipit menatap Merry.
"Aku hanya merasa tidak etis jika perceraian kami harus di urus olehmu. Pada akhirnya kalian tetap masih bersaudara." Ucap Hansel ringan.
Merry mengepalkan tangannya menahan kesal.
"Kau tahu kami tidak benar-benar bersaudara. Aku menyayanginya tapi setelah semua rasa malu yang ia torehkan untuk keluarga kami, aku bahkan tidak bisa membayangkan kalau Kinan adalah anggota keluarga besar kami." Ucap Merry.
"Aku tahu dan aku tetap merasa tidak enak." Ucap Hansel, kali ini ia bangkit berdiri dan melangkah menuju keluar.
"Kuharap kau tidak keberatan untuk segera melimpahkan semuanya kepada Adnan. Dan maafkan aku Merry, ada rapat yang harus kuhadiri." Ucapnya sebelum menghilang meninggalkan Adnan dan Merry.
Saat pintu tertutup, Merry beralih menatap gusar ke arah Adnan.
"Aku benar-benar heran apa yang membuatnya begitu mempercayaimu!"
Adnan tertawa.
"Alasannya cuma satu, Hansel tahu kalau aku tidak akan mungkin tertarik dengan kehidupan pribadinya."
"Hubungan mereka sudah hancur bahkan sebelum aku tertarik padanya." Ucap Merry.
Adnan menatap Merry dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia kemudian menggeleng pelan.
"Kau tahu apa kelebihan Kinan dari dirimu?"
Kedutan di dahi Merry semakin kentara.
"Kinan jauh lebih mencintai Hansel, dan itu tulus." Ucap Adnan dengan nada sungguh sungguh.
Merry tertawa.
"Kenyataannya mereka akan tetap bercerai." Ucap Merry dingin.
Adnan berdiri dari kursinya.
"Kenyataannya, kau tidak benar-benar mengenal Hansel dengan baik. Dia tidak pernah menunda sesuatu yang benar-benar di inginkannya." Ia mencibir.
"Oh ya, aku akan menyuruh orang mengambil berkasnya di kantormu sore ini. Kuharap kau tidak keberatan." Ucap Adnan sebelum kemudian berlalu meninggalkan Merry sendirian di dalam ruangan itu.
Bersambung.....