Panggil Namaku

1129 Kata
Selama beberapa hari ini, Azure hanya bisa melihat wajah Ruby tiga kali sehari ketika gadis itu mengantar ramuan untuknya, selain itu, gadis itu sangat sibuk dengan berbagai hal hingga bahkan tidak bisa lagi menemaninya berlatih. Di pagi hari setelah mengantar ramuan, Ruby menggunakan pelatihan Dark Guard sebagai alasan dan tidak menemaninya sarapan, lalu di siang hari gadis itu melanjutkan sesi pelatihan tata kramanya bersama Susan lalu berlanjut ke penelitiannya hingga malam hari dan akhirnya terus berputar seperti itu selama berhari-hari. Azure ingin menegur Ruby, namun juga tidak ingin menambah beban gadis itu jika harus memintanya menemaninya juga di tengah kesibukan gadis itu. Jadi selama beberapa hari, Azure hanya bisa menelan semua ketidakpuasan di dalam hatinya dan menunggu jadwalnya untuk meminum obat agar bisa bertemu Ruby. Tapi Azure hanya bisa menahan diri selama beberapa hari, selanjutnya dia mulai menampakkan wajah muram sepanjang hari. Bahkan para pelayan sayap kanan bisa merasakan susana hati Azure yang muram apalagi Ruby, hanya saja gadis itu seolah menutup mata dan berpura-pura tidak mengerti. Dan hal itu tentu membuat Azure semakin tidak senang. "Kau bahkan jauh lebih sibuk dariku." Azure meraih ramuan yang Ruby sodorkan dan meminumnya dengan cepat. "Bukankah aku sudah bilang perhatikan kesehatanmu?" Ruby tersenyum tipis dan meletakkan mangkuk ramuan yang kosong kembali ke atas nampan. "Aku tidak memaksakan diri." Dia memerkan senyum tipis. "Aku tidur jauh lebih cepat dari sebelumnya." 'Tentu saja, kau bahkan tidak menemaniku bekerja lagi di malam hari.' Batin Azure. Dia merasa kata-kata seperti itu jauh lebih terdengar seperti kalimat merajuk. "Bukankah Tabib Yoga membantumu? Kenapa sekarang kau harus berada di laboratorium sepanjang hari?" Azure lanjut menginterogasi sekaligus menahan Ruby agar sedikit lebih lama di hadapannya. "Tabib Yoga meledakkan kuali selama beberapa kali dan bahkan melukai dirinya sendiri pada ledakan terakhir." Ruby juga tahu bahwa Azure mencoba menahannya, jadi dia juga harus pintar menyusun kata-kata agar jawabannya bisa lebih memuaskan. "Lagi pula, penelitiannya mengalami peningkatan pesat, aku harus menelitinya secara langsung agar bisa lebih cepat selesai." "Bagaimana kau melakukan penelitian dengan mata tertutup?" "Aku memisahkan ruangan lain untuk diriku sendiri." "..." Azure memutar otak namun tidak tahu harus bertanya apa lagi. Ruby tersenyum lebar dan tidak membuang kesempatan untuk pergi secepatnya. "Tabib Yoga sedang menungguku, Yang Mulia jangan lupa untuk menyempatkan diri tidur siang." "Azure." Azure mendengar kesal. "Huh?" "Aku sudah memberitahumu untuk memanggil namaku saja ketika kita hanya berdua," sahut Azure semakin kesal. Jika itu sebelumnya, Ruby pasti akan dengan senang hati menurut. Namun sekarang, Ruby tahu bahwa dia tidak boleh lagi menerima perlakuan istimewa dari Azure. "Yang Mulia... "Azure." Azure memotong kata-kata Ruby dengan cepat. "Yang Mulia, Ini... "Azure." "..." Jika Ruby ingin bertanding tentang siapa yang paling keras kepala, maka Azure tidak keberatan melayaninya. "Yang... "Azure." Tatapan Azure semakin tajam, manik kelamnya terlihat seperti lubang hitam yang bisa menelan semua cahaya di sekitarnya. Ruby tidak tahu apakah dia harus tertawa atau menangis dengan kelakuan Azure dan hanya bisa berkompromi untuk sementara waktu. "Baiklah, Azure." Azure akhirnya mengangguk puas dan mengembalikan tatapan tajamnya menjadi normal tak beriak seperti sebelum mereka berdebat. Ruby akhirnya bisa pamit dan keluar dari ruangan. Azure sebenarnya masih ingin menahan Ruby, namun karena tak ingin membuat Ruby benar-benar kesal, dia hanya bisa mengangguk dengan sangat enggan. Ruby keluar dari ruangan dan menghela napas lega. Namun dia tahu selama beberapa hari dia menjauh dari Azure, tidak sedikit pun hatinya pernah merasa lega. Azure bukan satu-satunya yang merasa tidak bisa menyesuaikan diri ketika seseorang yang dulunya selalu ada di sekitarnya tiba-tiba menghilang. Kebiasaan itu benar-benar mengerikan. *** Setelah mulai mengerti cara mengendalikan energi spiritual di tubuh mereka dan akhirnya bisa membuat retakan kecil di atas batu besar, kelompok Dark Guar mulai memasuki tahap pelatihan yang lebih intens dan keras. Pelatihan mereka tidak lagi hanya di lingkungan kastil. Ruby mulai membawa mereka memasuki hutan dan melatih indra penglihatan dan mendengaran mereka. Untuk ketajaman mata, Ruby melatih mereka menggunakan pelatihan panah. Ruby memerintahkan mereka untuk memanah target yang jauh dengan akurat, mulai dari beberapa meter hingga semakin jauh dan jauh. Lalu yang paling sulit dan penyakitkan adalah untuk melatih pendengaran, Ruby akan menutup mata mereka semua dengan kain lalu mulai menyerang mereka satu persatu. Selain pendengaran, kecepatan juga ada dalam salah satu agenda teratas dalam daftar pelatihan mereka. Jadi, setiap hari. Saat kembali, Jude dan kawan-kawan selalu di penuhi dengan luka memar dan lebam. Terus berlanjut seperti itu, jika saja Ruby bukan seorang tabib dengan kemampuan yang luar biasa, hingga bisa menyediakan obat untuk menghilangkan luka lebam dalam semalam, Jude, Fern, Skye, Hawk, Oslo, Rio, Max dan Bert pasti akan sulit di kenali karena jejak kebiruan dan bengkak di tubuh mereka. "Lihatlah mereka, berlatih setiap hari namun masih kembali dengan tubuh babak belur." Sore itu, ketika Max dan yang lainnya kembali dari hutan, mereka lagi-lagi mendengar suara bisikan yang sama sekali tidak terdengar seperti bisikan di telinga tajam mereka. Kata-kata ejekan seperti itu bukan lagi hal yang lumrah untuk mereka dengar semenjak pendengaran mereka menajam, bahkan jika mereka sedang berada di balik tembok, mereka masih bisa mendengar percakapan orang lain dengan jelas. Jadi biasanya saat mulai mendengar kata-kata seperti itu, mereka dengan kompak menutup pendengar mereka dan bersikap tidak peduli. Lagi pula kata-kata sama sekali tidak membuat seseorang menjadi kuat, jadi biarkan saja mereka berkotek hingga bosan dan suatu saat orang-orang itu akan menyesal semua kata-katanya hati ini. Tapi siapa yang menyangka sebelum mereka sempat menutup pendengaran mereka sepenuhnya, mereka mendengar kata-kata yang membuat mereka mendidih. "Aku tidak tahu apa yang membuat mereka bertahan di pukuli setiap hari oleh gadis buta itu tanpa keberatan." "Apa lagi, mereka pasti telah menikmati tubuh gadis itu bergantian dan menjadi b***k nafsu. Kau tahu, tabib itu katanya memiliki kemampuan yang luar biasa, tentu tidak mengejutkan jika dia bisa membuat obat memabukkan yang bisa menaklukkan para pria lemah itu." Semua kata-kata itu terdengar dengan sangat jelas di telinga Skye dan yang lainnya. Selama ini, sesuai dengan perintah Ruby, jika ingin menguasai energi spiritual dengan cepat, mereka harus belajar untuk menenangkan diri dan senantiasa berkepala dingin atau energi spiritual di tubuh mereka yang masih belum stabil akan berantakan. Jadi, mereka lebih suka menutup telinga mereka agar tidak terprovokasi kata-kata kasar penjaga yang lainnya. Bahkan jika mereka mendengar penghinaan mereka, Hawk, Oslo, Skye, Fern, Max, Bert, Rio dan Jude mampu menahan diri dan tidak peduli. Hanya saja, kali ini objek hinaan orang-orang itu bukan lagi mereka dan menjadi Ruby. Ruby adalah gadis yang menarik mereka dari bawah ke posis mereka saat ini dengan kedua tangannya, jadi bagaimana bisa mereka bisa tenang saat mendengar kata-kata seperti. Jadi sore itu, terjadi keributan besar di pinggir hutan belakang istana, ratusan orang terluka dan beberapa pohon dan batu berserahkan di tempat kejadian, seolah angin tornado baru saja menyerang tempat itu. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN