Ruby menarik rambut pria yang tak sadarkan diri di tangannya dan melepas penutup matanya yang mulai menghitam karena asap dan debu.
Mata merahnya berkilau di antara lebatnya asap hitam, memandang seluruh ruangan yang telah sepenuhnya di tutupi api, berderak-derak dan mengeluarkan suara berderit yang mengerikan ketika beberapa benda jatuh dari atap ke lantai. Namun Ruby masih berdiri di sana dengan tenang dan melihat setiap sudut dengan saksama.
Ruby menunduk, menatap pria di tangannya dengan dingin lalu menarik pria ke hadapannya dan menjadikannya perisai untuk keluar dari kepungan api dan menerobos melalui pintu yang telah di dobrak sebelumnya.
Ruby meringis pelan ketika api menyentuh kulitnya dan menciptakan kerutan yang mengerikan. Dia kemudian melempar pria yang di beberapa bagian pakaiannya masih menyisakan bunga api dan melemparnya ke tepi danau seperti barang.
Anehnya, pria itu sama sekali terbagun meski dia jatuh dengan wajah di bawah.
Angin berhembus dan api semakin besar di belakangnya. Ruby menarik pria itu kembali ke permukaan dan menatap wajah di hadapannya dengan teliti dan mengerutkan kening mengingat percakapan singkatnya dengan pria itu beberapa saat yang lalu.
“Kau mengenalku?” Ruby bertanya.
Pria berpakaian hitam dan menutup setengah wajahnya itu tertawa rendah. “Tentu saja, kau adalah tabib hebat yang Yang Mulia Azure bawa dari desa perbatasan.”
Ruby mengangkat alis. “Hanya itu?”
“Memangnya kau punya identitas apalagi?” Pria itu mendengus mengejek. “Jangan terlalu banyak bertanya, nikmati saja perjalananmu ke neraka malam ini.”
Ruby tidak bersuara, dia telah waspada begitu pria itu mengetahui tentang asal usulnya dari Dark Fores dan berpikir bahwa seseorang di dalam istana selain Boo, Demien dan Azure mengetahui bahwa dirinya adalah seorang penyihir. Tetapi sepertinya orang yang memerintahkan para pembunuh ini tidak tahu banyak tentang identitasya.
Ruby menghembuskan napas lega dan mendongak ke arah penyusup itu, menarik lengkungan di bibirnya dan berkata. “Sayang sekali, aku masih belum merindukan api neraka.” Dan beberapa menit kemudian, pria itu telah tergeletak tak sadarkan diri di bawah kakinya.
Ruby sengaja tidak membunuhnya karena ingin mencari tahu tentang siapa yang mulai bergerak dan ingin membunuhnya secara terang-terangan di dalam istana. Selain itu, Ruby selalu berpikir serangan ini tidak hanya di tujukan untuknya.
Angin kembali beremus, dan istana dingin yang terbakar telah roboh. Namun di antara semua bau hangus dan bau asap itu, Ruby samar-samar mencium bau darah dari kejauhan dan juga suara pertarungan yang sengit.
Ruby mengerutkan kening dan menajamkan pendengaran dan menemukan bahwa suara-suara itu seharusnya berasal dari pinggiran danau dan orang yang bertarung lebih dari seratus orang.
Firasat buruk yang awalnya hanya sama-samar, perlahan menjalar di dalam hati Ruby dan dia dengan cepat menarik pria tak sadarkan diri itu ke atas perahu dan mendayung dengan cepat ke tepi.
Di sisi lain, pihak Azure dan Raja Alfred perlahan jatuh ke posisi yang tidak menguntungkan. Bagaimana pun, saat ini mereka hanya membawa beberapa puluh prajurit istana sedangkan para penyerang mereka berjumlah lebih dari lima puluh orang.
Dan karena lokasi danau yang sedikit lebih jauh dari keramaian di tambah blokade yang di lakukan Raja Alfred sebelumnya, prajurit istana lainnya tidak tahu bahwa Raja dan Putra mahkota mereka sedang mengalami penyerangan yang sengit.
Raja Alfred telah menua, dan teknik bertarungnya tidak jauh lebih unggul dari Demien sedangkan Azure sedang dalam keadaan yang sangat lemah. Sedangkan para penyerang mereka terlihat sangat terlatih dan menyerang memang dengan niat membunuh.
Hanya dalam beberapa menit, satu-persatu penjaga istana jatuh dan rombongan Azure juga Raja Alfred semakin terpojok hingga ke pinggir danau.
“Berani-beraninya kalian melakukan penyerangan di dalam istanaku.” Raja Alfred meraung marah dan menatap tajam para penyerang itu. Namun seolah tidak peduli, para penyerang itu terus menyerang tidak peduli apakah tangan atau kaki mereka telah patah dan semua serangan mereka hanya di tujukan ke arah Azure.
Sangat jelas bahwa target utama mereka adalah Azure.
Raja Alfred yang juga menyadari itu mendorong Azure ke pusat lingkaran dan melindungi nya di belakang punggungnya. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa penyerangan sebesar ini akan terjadi di istananya sendiri. Di istana yang dia rasa tempat paling aman dari seluruh tempat aman di Kerajaan Timur.
Di saat mereka semua berpikir bahwa penyusup itu akan terus menyerang, rombongan pria berseragam hitam itu justru menghentikan gerakan mereka dan tetap seperti itu hingga seorang pria keluar dari barisan para pembunuh itu dan berhadapan langsung dengan tatapan waspada para penjaga istana.
Pria itu tinggi dan tegap, setiap otot di tubuhnya terlihat begitu menonjol di bawah pakaian ketat hitamnya. Dia perlahan mengeluarkan suara rendah yang menekan. “Salam Yang Mulia Baginda Raja. Maafkan kelancangan kami, tapi kedatangan kami tidak pernah memiliki niat untuk melukaimu.”
Raja Alfred mengerutkan kening tidak senang. “Tidak ingin melukaiku? Lalu apa yang kalian lakukan sekarang?”
“Kami hanya sedang melaksanakan perintah untuk membawa Yang Mulia Putra Mahkota bersama kami, setelah itu kami tidak akan mengganggu Kerajaan Timur lagi.”
“Omong kosong! Apa kau pikir aku akan percaya kata-katamu? Siapa pun bisa melihat kau ingin membunuh putraku.” Raja Alfred sangat marah hingga tubuh tuanya bergetar. “Katakan! siapa yang memberimu perintah!”
Pria tinggi itu masih menjawab dengan tenang. “Kami berharap Baginda bias bekerja sama dengan baik dengan kami, atau kerajaan kalian tidak akan bertahan lama.”
Azure yang mendengar itu perlahan mengerutkan kening. Dia telah menyadari bahwa orang-orang ini adalah kelompok yang telah berusaha membunuhnya sejak kecil. Tapi Azure bingung karena aksi mereka kali ini sangat terang-terangan.
Selama ini penyerangan mereka hanya akan terjadi jika Azure sedang sendirian di suatu tempat tanpa banyak saksi mata, seolah mereka di perintahkan untuk mencabut nyawanya secara diam-dia. Namun, aksi mereka kali ini bahkan melibatkan ayahnya yang merupakan seorang raja, kasus ini tentu tidak akan bisa menjadi rahasia lagi.
Jadi Azure menebak, sesuatu telah membuat orang-orang ini sangat tidak sabar dan melakukan langkah besar untuk membunuhnya sekarang juga.
Tapi Azure masih tidak tahu alasannya.
“Kalian terus mengejarku dan ingin membunuhku, dendam seperti apa yang kalian miliki?” tanyanya.
Pria tinggi itu menoleh ke arah Azure dan menjawab dengan tenang. “Kami tidak punya dendam, hanya saja membunuhmu adalah kewajiban kami.”
“Apa? Kalian ingin membunuhku tanpa alasan?”
“Kami tidak butuh alasan untuk membunuh, kami hanya melaksanakan perintah perintah Yang Agung.”
Azure menangkap kata kunci. “Yang Agung.”
Pria tinggi itu menarik pedangnya. “Tolong bekerja samalah dengan kami dan mati dengan damai.”
Setelah mengatakan itu, para penyusup lainnya yang awalnya sangat tenang juga kembali menghunuskan pedang mereka yang telah di penuhi darah dan maju untuk menyerang rombongan Azure yang telah terluka parah.
Raja Alfred langsung mendorong Azure ke belakang dan menarik pedangnya. “Azure larilah.”
“Ayah!”
“Kau akan memimpin negara ini selanjutnya, kau harus hidup dan tidak membiarkan ibumu kesepian.”
Raja Alfred memberi kode kepada Boo dan Demein lalu kedua prajurit pribadi Azure itu menarik Azure untuk melarikan diri dari tempat itu dengan cepat. Keduanya melempar bom asap ke arah para pengejar dan melarikan diri ke balik pepohonan,
Bersambung...