Rumah makan itu sangat ramai hingga meja yang tersisa hanyalah meja dii sudut paling dalam dari rumah makan, tempat yang paling dekat dengan dapur.
Azure tidak begitu masalah, bagaimana pun dia telah terbiasa ketika sedang keluar dari istana dan mengamati kehidupan rakyatnya. Namun Ruby sedikit terganggu dengan bau asap makanan yang keluar dari dapur.
“Haruskah kita mengganti tempat?” Azure bertanya begitu melihat dahi Ruby terus mengerut sepanjang waktu.
“Tidak perlu, aku akan terbiasa.” jawab Ruby.
Azure mengangguk dan memanggil pelayan untuk memesan makanan. Dia sebenarnya bisa bersikeras untuk pindah ke rumah makan yang lain, namun Azure juga ingin membuat Ruby lebih terbiasa dengan semua keramaian ini. Istana mungkin tidak memiliki bau tak sedap seperti ini, namun berbeda jika suatu saat mereka harus mengunjungi tempat kumuh di mana rakyat miskin hidup, mereka tentu akan menghadapi bau tak sedap lainnya, lagi pula Ruby bisa bertahan dan terbiasa dengan bau busuk di bawah tanah waktu itu, maka bau seperti ini seharusnya tidak masalah.
Azure memesan seporsi daging sapi panggang dan beberapa lauk dan juga nasi putih. Setelah semua terhidang dia hadapannya, dia segera meraih sumpit dan menjepit sepotong daging panggang untuk dia cicipi.
“Tunggu.” Ruby tiba-tiba menghentikannya.
“Ada apa?”
“Kita belum memeriksanya.” Ruby berkata lalu meraih satu persatu makanan itu untuk di periksa. Ruby telah membuat racun selama bertahun-tahun dan bisa mengetahui racun hanya dengan mencium baunya, meskipun dia tidak begitu tahu racun apa saja yang telah di ciptakan manusia, tapi Ruby masih percaya dengan kemampuannya dalam mengenali bau racun..
“Aman.” Dalam waktu yang terbilang cukup singkat, Ruby meletakkan semua makanan di tempatnya masing-masing dan menunggu Azure untuk mencicipinya lebih dulu sebelum ikut makan.
Azure hanya bisa tersenyum tipis melihat tingkahnya. ”Kau tidak perlu memperlakukanku seperti ini jika hanya kita berdua.”
“Kenapa?”
“Karena kita adalah teman, saat tidak ada orang lain di sekitar kita, berperilakulah dengan biasa.”
Ruby menunduk dan mulai makan tanpa menjawab, menelan tiga suapan sebelum mendongak lagi, ingin mengatakan sesuatu namun memilih untuk menutup mulutnya lagi.
“Tanya apa pun yang ingin kau tanyakan.”
“Tidak ada.” Ruby menunduk lagi dan melanjutkan makannya.
“Apakah menyangkut masalah Demien?”
Ruby diam namun dari gerakannya yang sedikit terhenti begitu nama Demien di sebutkan, Azure cukup yakin bahwa tebakannya benar.
“Jangan masukkan ke dalam hati setiap perkataannya, dia hanya sedikit lebih overprotektif karena kesehatanku.”
“Aku tahu.” Ruby menyahut.
“Tapi aku juga tidak akan membenarkan tindakannya padamu.” Azure meletakkan sepotong daging di piring Ruby. “Aku akan meminta maaf padamu untuknya.”
Ruby menghentikan gerakan sumpitnya, mengisi sebuah cawan dengan air dan meminumnya. “Bagaimana jika semua perkataannya benar?”
Azure mengangkat alis. “Tentang?”
“Aku seorang penyihir, berbeda dari kalian semua, ada kemungkinan aku akan membawa petaka untukmu.”
Azure terdiam, dengan ini dia yakin Ruby telah mendengar percakapan mereka di depan kabin waktu itu.
“Aku tidak menguping, kalian saja yang berbicara terlalu keras saat tahu aku ada di kamar sebelah.”
“Aku tahu.” Azure mengangguk dan menatap Ruby dengan saksama. “Kau sangat spesial.”
Ruby mendongak, seolah bisa menembus penghalang kain dan menatap Azure secara langsung.
“Kau seorang penyihir, seorang petarung dan seorang tabib yang hebat.” Azure menoleh menatap ke arah jendela. “Kau tentu sangat berbeda dari kami, karena kau adalah orang yang kuat. Tentang sejarah masa lalu yang mengatakan bahwa penyihir memporak porandakan keempat kerajaan, semua itu terjadi di masa lalu, tidak ada hubungannya denganmu.”
“Besar kemungkinan aku adalah keturunan mereka.”
“Bukan masalah.” Azure menoleh lagi. “Bahkan jika Dark Lord adalah ayahmu, kau adalah kau dan dia adalah dia. Kalian adalah dua individu yang berbeda.”
Ruby terdiam cukup lama setelah mendengar perkataan Azure. Kali ini dia tahu dengan pasti, dia mungkin saja melakukan kesalahan karena meninggalkan tempat persembunyiannya dan berbaur dengan manusia biasa, namun dia yakin telah memilih orang yang tepat untuk dia lindungi.
Dia hanya bertemu Azure selama beberapa hari, namun pria itu telah mempercayainya hingga ke tahap mempercayakan hidupnya sendiri pada wanita asing sepertinya.
Ruby tidak tahu bagaimana hubungan antara manusia berjalan, namun dia tahu, Azure adalah pria yang sangat baik sebagai seorang teman. Ruby juga tahu, selalu ada kemungkinan Azure menginginkannya untuk ikut dengannya karena ramuan penambah energi yang dia buat, namun pria itu tidak pernah berusaha berbohong kepadanya, Azure telah memperlihatkan dengan jelas niatnya sejak awal.
Tanpa berkata apa pun lagi, Azure dan Ruby melanjutkan makan siang mereka hingga selesai dan beranjak dari restoran. Namun selangkah setelah meninggalkan pintu, Ruby menghentikan langkah kakinya dan mengerutkan kening. “Seseorang sepertinya mengikuti kita sejak tadi.” Bisiknya pada Azure.
“Aku tahu.” Azure juga berbisik.
Ruby semakin mengerutkan kening dan sedikit menggerakkan telinganya. “Sekitar 20 orang.” Langkah kaki telah terdengar mengikuti sejak meninggalkan toko pakaian, namun Ruby tidak begitu memperhatikannya karena suasana yang terlalu bising.
“Biarkan saja, berpura saja tidak tahu.” Azure menarik tangan Ruby dan meninggalkan restoran. “Kita tidak boleh melibatkan rakyat tak bersalah dalam pertarungan.”
Ruby mengangguk dan ikut berjalan senormal mungkin namun masih memperhatikan setiap langkah si penguntit.
“Mereka akan menyerang.” Ruby mendengar langkah kaki itu terbagi dan beberapa suara tarikan busur terdengar dari atas beberapa rumah warga.
Bersamaan ketika sejumlah anak panah terlepas, Ruby menarik Azure ke sebuah gang sempit dan menghindari dua anak panah yang melesat cepat di belakang punggung mereka. Dengan tangan yang masih bertaut erat, Ruby dan Azure berlari menyusuri lorong sepi itu, di kanan kiri mereka tergeletak banyak tong sampah yang berguling dan menumpahkan sampah busuk yang telah di jajah binatang pengerat.
“Apakah kalian manusia selalu memiliki lingkungan sekotor ini?” Ruby menutup hidungnya dengan rapat.
“Ini pembuangan sampah, tentu saja bau.” Azure berbelok ke sebuah persimpangan gang dan menendang beberapa tikus yang melintas dan bercicit sedang panah-panah masih menghujam dari belakang.
Ketika ujung gang sempit itu hampir berakhir, sepuluh orang tiba-tiba melompat turun dari atap sedangkan di belakang mereka, sepuluh orang lainnya juga muncul. Mereka semua berpakaian serba hitam dengan wajah tertutup masker. Masing-masing dari mereka membawa pedang panjang dan panah.
“Salam Yang Mulia,” Salah seorang dari mereka maju dan membungkuk. “Sebuah kehormatan bisa bertemu denganmu.” Pria itu berkata dengan sangat hormat namun pria yang lainnya tertawa mengejek.
Azure tersenyum tipis “Senang bertemu denganmu, kalian datang sedikit terlambat kali ini.” Azure maju dan berdiri di hadapan Ruby, seolah sedang melindunginya, namun tanpa sepengetahuan para penyerang itu, Ruby meletakkan sebotol ramuan kecil ke tangan Azure.
“Wahh, aku sejak tadi terus bertanya-tanya, mengapa Yang Mulia berani keluar tanpa pengawalan, ternyata untuk berkencan.” mereka semua mematai Ruby dari atas ke bawah. ”Dia cukup cantik, tapi dia cacat, matanya yang buta hanya akan menghilangkan selera.” Mereka kemudian tertawa terbahak-bahak.
Ruby hanya mendengus pelan mendengar penghinaan mereka, namun Azure justru tersulut amarah hingga matanya menjadi sangat tajam. “Jaga omonganmu!”
“Ya ampun maafkan aku Yang Mulia, tapi tenang saja, kami akan menjaganya dengan baik setelah mengirimmu ke neraka".
Azure tidak tahan lagi dan menarik pedangnya, membuka ramuan dengan ibu jarinya lalu maju menyerang sedangkan Ruby berbalik menyerang sepuluh orang lainnya di belakang.
Pertarungan itu sangat sengit, berlangsung cukup lama hingga hanya tersisa darah menggenang serta tubuh tak bernyawa di tanah.
Bersambung...