Cindra menggoyang-goyangkan kedua kakinya yang menjulur ke bawah, di atas pagar tembok roof top. Air matanya sudah kering tertiup angin. Dan riasan wajahnya pun sudah berantakan, terhapus oleh air mata. Entah sudah berapa lama ia menangis, dan entah apa yang membuatnya begitu bersedih. Padahal sudah tidak ada lagi orang yang merendahkan atau menghinanya sebagai 'upik abu' lagi. Tapi, entah kenapa saat ini ia merasa begitu tidak berarti. Ia merasa tidak pantas untuk dicintai. Sebesar apa pun ia berusaha meyakinkan dirinya kalau laki-laki yang meninggalkannya itu tidak pantas untuknya, tetap saja ia merasa bahwa dirinyalah yang sebenarnya tak pantas untuk mereka cintai. Karena ia bukanlah siapa-siapa. Mungkin mereka mengira bahwa ia adalah benar-benar bagian dari keluarga Atmaja, tapi sete