Bridesmaid - 10

2073 Kata
Clara baru saja mengganti pakaiannya di ruang ganti. Ia sudah kembali mengenakan pakaian yang ia pakai sejak dari hotel tadi. Sebuah jeans panjang yang dipadukan dengan kaus berwarna kuning bermotif matahari. Clara menyerahkan gaun yang tak sengaja ia rusak pada seorang pegawai butik yang sudah menunggu tepat di depan ruang ganti. "Mbak maaf ya, Mbak. Jadi rusak gaunnya," ujar Clara. "Nggak apa-apa, Miss. Selama Mrs. Nasya sendiri sudah tahu, bukan masalah besar bagi kami," balas pegawai itu ramah. "Oh iya, Miss ditunggu Mrs. Nasya dan yang lain di ruang kerja Beliau," imbuhnya. Clara menghela napas panjang. Apa lagi kesialan yang akan ia dapat hari ini? Bisa-bisanya ia ditakdirkan untuk menjalani seharian penuh kesialan seperti ini. Bahkan gaun tadi adalah benda termahal yang pernah ia rusak. Clara berjalan gontai ke arah sebuah ruangan yang ia yakini sebagai ruang kerja Nasya. 'Tok tok tok' Tak lama, terdengar suara pekikan bahagia sebelum akhirnya pintu kayu itu terbuka. "Benar kan dugaan Mama. Clara yang datang. Ayo masuk, sayang!" Nasya langsung saja menggandeng tangan Clara dan mengajaknya duduk bersebelahan di sofa. "Ah ya. Ini teh kamu. Sudah agak dingin, tapi, tidak masalah, kan?" Clara hanya mengangguk. Ia terlalu bingung bagaimana cara menyikapi sikap Nasya yang sudah terlalu banyak berharap tentangnya. "Jadi kamu sepupunya calon istri Simon?" tanya Nasya. "I-iya, Tan- eh maksudnya Ma." Lagi, Clara hampir salah menyebut sapaan wanita paruh baya di sampingnya. Tampak Natlyn dan Simon membulatkan matanya mendengar bagaimana cara Clara memanggil Nasya. "Ma?" kaget Natlyn secara refleks. Nasya dan Clara menoleh, "iya. Mulai sekarang, Clara sudah Tante anggap menantu sendiri. Nanti setelah pernikahan Simon dan Natlyn, kita atur tanggalnya ya, sayang!" ujar Nasya menyahuti ucapan Natlyn, kemudian beralih pada Clara. "Eh? Tang.. tanggal apa?" kaget Clara. "Ya pertunangan kamu dan Leon, dong. Jangan mau digantung lama-lama sama cowok! Kamu harus segera minta kepastian tentang hubungan kalian. Kalau Leon serius sama kamu sih, harusnya dia nggak keberatan ya? Gimana Leon?" terang Nasya sembari menyindir Leon. Nasya adalah wanita yang melahirkan dan membesarkan Leon. Dan Leon adalah anak tunggal dari wanita itu. Tentu saja wanita paruh baya itu tahu tabiat anaknya yang cukup senang memainkan hati perempuan. Clara menoleh ke arah Leon. Memainkan matanya untuk memberi kode agar Leon tak bicara macam-macam. Sementara itu, Leon menoleh ke arah Clara dan ibunya satu per satu. "Leon sih nggak keberatan. Leon nggak pernah main-main kok sama Clara," jawab Leon yang membuat Clara semakin geram. Lihat saja! Keluar dari sini, dapat Clara pastikan jika Leon akan habis di tangannya. 'Cowok sialan! Berengs*k! Bangs*t! Leon Ariswara sialan!' umpat Clara dalam hati, dengan hati yang bergemuruh dan tangan mengepal kuat. Sementara Leon malah berpura-pura tak tahu dan kambali santai memainkan ponselnya. "Sialan!" gumam Clara tanpa sadar. "Apa, sayang?" Clara tersentak saat Nasya menegurnya. Ia menelan salivanya susah payah sebelum menjawab, "eh? Eng.. enggak kok, Ma. Aku nggak bilang apa-apa," dusta Clara. Sadar dengan kesalahannya yang telah merusak gaun mahal dan istimewa milik Nasya, membuat gadis berusia dua puluh lima tahun itu tak bisa berkutik di depan Nasya. 'Lebih baik aku ikuti dulu alurnya. Nggak mungkin aku menentang Tante Nasya setelah kekacauan yang aku lakukan hari ini,' batin Clara merana. * Clara terpaksa kembali menumpang di mobil Leon saat pulang. Padahal ia sudah berusaha mengelak dan mengatakan agar boleh pulang bersama Natlyn saja. Tapi, Nasya memiliki banyak cara untuk menyatukan Clara dengan Leon. "Mama kayaknya suka banget sama kamu," ujar Leon. Clara masih melipat tangannya di depan dad*, dengan bibir merengut kesal. "Papa pasti juga akan suka. Papa selalu menyukai apapun yang Mama suka. Gimana kalau nanti malam kita dinner di rumahku?" tawar Leon. Clara melirik sinis ke arah pria berkulit badak itu. Benar-benar tidak peka! "Biasanya, diamnya cewek artinya iya," oceh Leon. Clara mendelik lalu mencubit keras perut laki-laki itu. "Ahh!" Leon mengaduh. Cubitan Clara ternyata mirip dengan ibunya. Menyakitkan. Bahkan mobil mereka pun sempat keluar jalur saking tidak bisanya Leon menahan rasa sakitnya. "Benar-benar cocok jadi menantunya Nasya Ariswara," gumam Leon. "Leon, bisa nggak sih kamu bantuin aku sekaliiiii saja?" pinta Clara dengan wajah memelas. "Bisa. Nggak usah sekali. Berkali-kali juga boleh-" "Nah, tolong bantu aku bisa menyelesaikan masalah dengan Tante Nasya tanpa drama-drama semacam ini dong! Aku pusing banget mikirnya," pinta Clara cepat. Leon menoleh, kemudian tangan kirinya terangkat untuk mengusap surai hitam Clara. "Aku belum selesai bicara padahal. Tapi oke, aku akan coba bantu kamu," ujar Leon. Clara menatap lelaki itu dengan penuh binar, "serius, kan? Nggak bohong, kan? Kamu bakal bantu aku untuk menyelesaikan masalah ini? Kalau bisa sih tanpa aku harus ganti rugi mahal-mahal," tanya Clara memastikan. "Iya. Gampang itu mah," jawab Leon meyakinkan. Melihat bagaimana kuasa Leon, Clara harusnya bisa mempercayai laki-laki itu kan ya? "Kamu sudah punya ide? Gimana?" tanya Cara lagi. "Nanti tinggal aku bilang Mama, kalau baju itu akan kamu pakai di pernikahan kita. Kelar deh masalahnya tanpa kamu harus ganti rugi," ujar Leon seenak jidat. Clara melongo. Leon pun menyadarinya. Dan ia tahu, Clara pasti tidak akan tinggal diam setelah mendengar usulan brilian nya itu. "Udah sampai. Aku nggak mampir, ya!" ucap Leon. Clara mendengus. Ia sudah bisa mengendus niat asli laki-laki yang sedang berniat kabur darinya itu. "Aku nggak pernah bilang mau, buat nikah sama kamu ya, Leon," tegas Clara. "Soon, kamu akan mengatakannya. Percaya sama aku, Cla. Pertemuan kita kali ini adalah bukti bahwa kita memang ditakdirkan untuk bersama. Bahkan keadaan pun berpihak padaku dengan selalu mendekatkan kita," ucap Leon sembari tersenyum. Sungguh. Di mata Clara, itu tampak seperti senyum yang ramah. Melainkan seperti senyuman sinis dan penuh ambisi. Membuat gadis itu bergedik ngeri sebelum akhirnya cepat-cepat keluar dari mobil dan berjalan cepat memasuki vila. Natlyn baru saja sampai saat Clara duduk di sofa. Natlyn segera menghampiri sepupunya yang tampak tak biasa itu dengan penuh selidik. "Kenapa lagi sih, Cla? Butek banget tiap habis ketemu Leon," selidik Natlyn. "Kamu tahu gitu tapi tetep aja kekeh deket-deketin aku sama dia," protes Clara. Natlyn terkekeh sebentar, "ya habisnya kalian cocok. Mana mantan juga, kan? Jadi ya gemes aja," jawab Natlyn santai. "Dia tuh berengsek, Nat. Kamu nggak tahu aja dia kayak gimana!" kesal Clara. "Seberengsek apa sih, Cla? Kamu pernah mergokin dia nidurin cewek lain? Atau jangan-jangan malah kamu yang-" "Ish nggak gitu!" potong Clara cepat, setelah ia menyadari arah pembicaraan Natlyn. Flashback... Saat itu, hubungan antara Clara dan Leon sudah berjalan sepuluh bulan. Dua bulan lagi adalah anniversary mereka. Clara pun sudah mulai menyusun rencana untuk merayakan peringatan spesial itu. Hari ini, Clara sedang berada di cafe bersama salah seorang temannya yang bernama Icha. Icha adalah salah satu mahasiswi di kelasnya yang terkenal sangat sukses dalam dunia percintaan. Kekasihnya adalah anak dari kepala senat kampus mereka. Dan mereka sudah berpacaran selama hampir lima tahun, tepatnya sejak SMA. Cara berpacaran Icha dan pasangannya menjadi salah satu contoh untuk teman-teman jurusannya. Sore itu, harusnya Leon ikut dengannya. Tapi Leon harus ikut latihan basket untuk pertandingan final antar kampus yang akan diselenggarakan dua minggu lagi. "Jadi, kamu ingin ketemu aku karena mau minta saran perayaan buat aniv?" tanya Icha. "Yaps. Yang romantis, tapi murah. Apa ya kira-kira?" Clara. Icha memutar bola matanya malas. Temannya satu itu memang terkenal kelewat 'hemat' walau memiliki kekasih yang cukup berkantung tebal. "Kan duit Leon ada. Lagian perayaan buat berdua juga," usul Icha. "Ya ampun, Cha. Ya duit Leon ya biar ditabung, lah! Nanti nikah juga butuh duit. Belum rumah, biaya hidup. Masa depan siapa yang tahu sih, Cha? Mending latihan hemat dan nabung sejak dini daripada-" "Oke oke! Cukup! Aku udah ada rekonendasi sih, ngerayain aniv yang romantis tapi lumayan low budget," potong Icha yang merasa tak sanggup lagi mendengar ucapan ngelantur Clara. "Kamu mending ngajak dia dinner di rumah kamu, atau taman gitu. Nanti tempatnya dihias dikit dan makanannya kamu yang masak. Kan lumayan hemat, tuh!" usul Icha. "Hah? Cha, kamu kan tahu aku nggak bisa masak. Lagian itu pakai nyewa-nyewa pasti juga habis banyak deh. Yang lebih simple dan hemat lagi, ada?" pinta Clara. Icha melirik malas ke arah Clara. Padahal usulannya itu sudah termasuk mudah dan terjangkau. "Itu sudah lebih hemat daripada makan di resto yang cukup privat sih, Cla," ucap Icha. "Iya sih. Kalo makan di resto pasti mahal lagi. Jangan jangan! Hmm... yang lebih hemat, apa, Cha?" "Ya udah makan aja mie ayam di pinggir jalan, Cla! Hemat tuh!" ceplos Icha yang mulai jengah menghadapi Clara yang terlalu hemat itu. "Eh, jangan mie ayam juga dong! Aniv loh ini tuh, aniv!" Clara menekan kata 'Aniv' yang merupakan kependekan dari kata anniversary hingga dua kali. "Ya terus apa?" "Nah! Siomay aja! Siomay Mang Ucil kan enak tuh!" seru Clara yang teringat dengan kelezatan siomay dekat kampusnya. Kini giliran Icha yang melongo. Katanya spesial, hingga menolak usulan mie ayam Icha. Ternyata, jatuhnya ke siomay? Endingnya loh, Claaa... "Eh, tunggu! Itu bukannya Leon?" Clara menoleh cepat ketika mendengar Icha menyebut nama kekasihnya. Dan benar saja. Ia melihat pria yang sangat mirip dengan Leon duduk membelakanginya. "Itu siapa, sih? Kayak nggak asing," gumam Icha. "Oh itu sih Rossi. Anak kampus sebelah," jawab Clara santai. "What? Dan kamu diem aja lihat cowok kamu mesra-mesraan sama dia, gitu? Bahkan kaget aja enggak?" heran Icha. "Icha, jangan salah sangka dulu! Mereka emang temenan dari SMA, tahu? Aku juga udah dikenalin kok sama Rossi. Waktu itu ketemu dia pas aku main ke apartemen Leon," terang Clara. Bukannya tenang, Icha malah jadi semakin heran dengan tingkah Clara yang kelewat santai itu. Bukankah Clara benar-benar mencintai Leon? Ia bahkan sampai menemui Icha hanya untuk minta usulan merayakan 1st anniversary mereka. Tapi kok- "Serius kamu gak curiga?" "Apanya yang dicurigain, sih? Udah dulu ya? Mending aku nyamperin mereka sekarang. Lihat interaksi kami nanti! Nggak ada yang dia sembunyiin kok. Kami sama-sama tahu aja," ujar Clara dan langsung mengambil tasnya, lalu menghampiri Leon dan Rossi. "Dia gila? Jelas-jelas Leon bilang dia nggak bisa menemani Clara karena mau latihan. Sekarang, dengan mata kepalanya sendiri Clara lihat Leon di sini sama cewek, dan Clara nggak curiga apa-apa?" gumam Icha. Sebagai pakar asmara yang sudah menjalani hubungan romantis selama lima tahun dan nyaris tak pernah mendapat masalah besar, Icha tahu pasti kalau ada yang tidak beres dengan hubungan temannya itu. Dugaan Icha benar. Leon memang tak sebaik yang Clara kira. Tapi, Clara terus mempercayainya, bahkan setelah satu tahun lebih mereka menjalin kasih. Hampir satu tahun Clara dibohongi. Di belakang Clara, Leon punya beberapa kekasih. Dia juga sering pergi ke kelab bersama beberapa kekasihnya. Pergaulan Leon jauh lebih luas dari yang Clara bayangkan selama ini. Dan dia baru mengetahuinya, saat akhirnya ia memergoki Leon dengan berciuman dengan Nadya, teman kampus mereka setelah mengantar Clara pulang. Hari itu, hujan turun. Hal itu Leon manfaatkan sebagai alasan untuk menyuruh Clara segera pulang setelah jam kuliah berakhir. Siapa sangka, jika setelah itu Leon kembali ke kampus untuk menemui seorang mahasiswi jurusan musik yang juga merupakan selingkuhannya? Beruntung sekali saat itu Clara menyadari jika ia lupa mengumpulkan makalah yang harusnya sudah ia kumpulkan tadi siang. Membuatnya harus kembali ke kampus, dan secara kebetulan harus melewati perpustakaan, tempat Leon tengah b******u dengan kekasihnya yang lain itu. Di hari itu juga lah, Clara mengakhiri semuanya. Ia mulai menata otak dan hatinya. Merangkai setiap kata dan kejadian yang ia alami selama hampir setahun. Harusnya, ia lebih percaya pada apa yang ia lihat dibanding kata-kata manis penuh dusta pria itu. Ia baru sadar, hampir satu tahun ia hanya menjadi satu dari banyaknya mainan Leon. Dan beberapa bulan kemudian, tepatnya setelah ujian akhir semester, Leon menghilang. Laki-laki itu pindah ke luar kota. Dan Clara tak pernah tahu, jika akhirnya mereka akan kembali dipertemukan di Pulau Dewata setelah hampir lima tahun berpisah itu. ~Sebuah kisah berjalan dramatis Berawal dari kata-kata romantis Sosok pria berparas manis Namun sayang berhati iblis~ Flashback off~ *** Bersambung ... Nyambung nggak sih? Apa ada yang ngambang? Aku sempat lupa gimana masa lalu mereka berdasarkan bab yang udah aku tulis sebelum-sebelumnya. Jadi tadi harus cek satu satu juga :'D Aku kasih satu bait syair buatanku tuh. Syair yang aku buat pas SMP (sekitar 8 tahun lalu). Daripada gak guna, aku masukin sini aja. Lumayan ada yang baca. Kalo mau copas, jangan lupa sertakan credit yes. Kalo banyak yang suka nanti coba sesekali aku sisipin lagi :') Bagaimana? Jadi, layak kah Leon mendapat kesempatan kedua? Atau arahkan saja dia jadi sad boy di cerita ini? #senyumjahat Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa ramaikan kolom komentar, ya :)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN