Bridesmaid - 11

1631 Kata
~Bagaimana cara memperbaiki kaca yang pernah kau rusak, bahkan hingga hancur berkeping-keping sebelumnya?~ *** Mengingat tak lama lagi Clara akan menjadi bridesmaid di hari pernikahan Natlyn, gadis itu pun mulai merawat diri, agar tampak cantik saat pesta. Seperti saat ini misalnya. Ia baru saja selesai mengoleskan masker herbal Bali yang tadi ia beli tak jauh dari vila. Clara menatap wajahnya di depan kaca. Ia punya waktu lima belas hingga tiga puluh menit untuk bersantai sembari menunggu maskernya kering. Aroma khas herbal maskernya berhasil membantunya merasa rileks. Itulah salah satu kelebihan masker herbal. Selain alami dan tak mengandung bahan kimia, biasanya masker herbal beraroma menyegarkan dan menenangkan. Clara menuju kursi santai yang ada di kamar itu. Ia baru saja meraih ponselnya, saat terdengar ketukan pintu dari luar. 'Tok tok tok' "Cla!" panggil Natlyn dari luar kamar Clara. "Hmm... masuk saja, Nat! Tidak aku kunci. Aku lagi mager buat jalan," sahut Clara. Tak lama, tampaklah wajah cantik khas Indonesia milik sepupunya itu. Natlyn sedikit terkejut melihat wajah sepupunya yang dibaluri masker herbal yang ia beli saat jalan-jalan bersamanya tadi. "Kenapa, Nat?" tanya Clara. "Ada Leon di depan. Katanya kalian ada janji mau pergi," ujar Natlyn. Clara menyerit dengan wajah yang mulai terasa kaku akibat maskernya. "What? Janji apa? Perasaan nggak ada," sangkal Clara. Ia tak ingat jika ia ada janji dengan mantan kekasihnya itu. Tunggu! Apa ini soal ajakannya tadi? Dinner bersama kedua orang tua laki-laki itu? Tapi, seingat Clara ia tidak bilang 'iya'. "Dasar orang yang suka seenaknya," gerutu Clara dengan wajah yang sudah ditekuk. Membuat masker yang mulai mengering diwajahnya retak-retak. Clara mendengus. Dengan wajah kesal, ia bangkit dari kursi yang ia duduki. Ia menerobos tubuh sepupunya untuk keluar dari kamar. "Eh tapi, Cla-" ucapan Natlyn terpotong saat Clara melewatinya begitu saja. "Yakin dia mau nemuin Leon dengan wajah seperti itu? Dasar nggak sabaran," gumam Natlyn. Dari pada ikut campur urusan Clara dengan Leon, Natlyn memilih ke dapur untuk membuatkan tamunya itu minum. Kembali ke Clara dan Leon... Clara berjalan cepat hingga ia menemukan sosok Leon yang mengenakan kaus dilapisi jaket hitam, dan celana berwarna serupa tengah duduk santai di ruang tamu vila yang ia tempati. Clara menatap Leon sengit. Sementara Leon yang sadar akan kedatangan seseorang pun segera menoleh ke arah gadisnya itu. Ia menyerit menatap wajah sang gadis. "Cla, kamu-" Ia hendak menegur soal masker di wajah Clara saat ini. Tapi, gadis itu sudah lebih dulu memotong ucapannya. "Mau apa sih, Leon? Memang kita ada janji apa? Perasaan nggak ada deh," sambar Clara. "Ketemu orang tua aku. Kan aku udah bilang mau ngajak kamu dinner di tempat mereka," jawab Leon santai. "Aku nggak pernah bilang mau, ya," ujar Clara. "Ya. Tapi aku menganggap diammu sebagai sebuah persetujuan. Jadi, ayo bersiap! Aku akan menunggumu," balas Leon. Clara mendengus. Laki-laki itu benar-benar keras kepala. "Leon, ini diminum sama dimakan dulu sembari nungguin Clara cuci muka," ucap Natlyn yang baru saja datang dan menyajikan camilan di depan Leon. "Ish. Ngapain harus cuci muka? Aku nggak mau ikut dia kok," sambar Clara yang masih saja keras kepala. "Hmm.. entah jadi pergi atau tidak, mending tetap cuci muka dulu deh, Cla! Nggak risih apa ngomel-ngomel dengan muka kaku seperti itu?" Clara menyeritkan alisnya. Perlahan, ia mulai sadar jika ada yang salah dengan wajahnya. 'Iya ya. Kok kaku banget rasanya? Astaga!' Clara membulatkan matanya saat tangan kanannya menyentuh pipinya. Untung saja masker itu melapisi pipinya dengan cukup baik. Menyamarkan semu merah di bibirnya karena menahan malu. Tanpa banyak kata lagi, Clara pun segera melesat kembali ke kamarnya untuk membersihkan masker itu. Lima belas menit kemudian... "Ayo!" ajak Clara yang membuat Leon dan Natlyn yang sedang berbincang pun segera menoleh ke arahnya. Leon tersenyum tipis kemudian bangkit dari duduknya. Ia tahu, gadisnya itu pada akhirnya akan luluh dan ikut dengannya. Ia tak peduli dengan wajah masam Clara. Itu bisa ia urus nanti saat di jalan. "Jadinya mau pergi, Cla?" sindir Natlyn. "Hmm. Kalau enggak dia nggak akan pulang," jawab Clara sembari sesekali melirik ke arah Leon. "Tentu saja. Aku paling anti pulang dengan tangan kosong," sahut Leon yang membuat Clara memutar bola matanya malas. "Ya udah sana, gih! Kasihan Om sama Tante pasti udah nunggu," ucap Natlyn sembari mendorong pasangan itu dengan usil. Di dalam mobil, suasana menjadi sepi. Sesekali Leon melempar obrolan untuk mencairkan suasana. Namun, Clara terlalu malas menanggapinya, selain hanya dengan deheman dan jawaban singkat seperti ya atau tidak. "Papa pasti akan suka melihatmu. Laki-laki itu sangat jarang tersenyum selain pada Mama. Dan malam ini aku akan melihatnya tersenyum," ujar Leon. "Benarkah? Kok bisa ya, beda banget sama anaknya," sindir Clara. Leon melirik ke arah Clara, lalu tersenyum sinis. Ia tahu, Clara sedang menyindir soal masa lalu mereka. "Beda gimana? Kamu kan belum pernah melihat Papa secara langsung. Kami cukup mirip kok," balas Leon. "Oh ya? Seingatku anaknya sangat ramah. Kelewat ramah sampai hobinya senyum-senyum dan godain banyak cewek," oceh Clara. "Benarkah seperti itu? Termasuk saat denganmu?" tanya Leon, sengaja memancing. "Ya ya. Termasuk aku. Bukankah memang begitu?" Leon terkekeh, "tentu saja kamu berbeda," sahutnya. Clara berdecih remeh. Ia tidak akan lagi terkecoh dengan ucapan manis laki-laki itu. Sudah cukup rasa sakit dan kecewa yang dulu ia rasakan. Dendam? Mungkin tidak sejauh itu. Ia hanya berusaha menghindari luka, seperti yang dulu ia rasakan karena cinta buta itu. "Sial!" umpat Clara sembari memalingkan wajahnya. Emosinya selalu membuncah tiap ia teringat dengan apa yang Leon lakukan padanya dulu. "Dan ada satu hal mencolok yang jadi persamaan aku dan Papa," ucap Leon. Clara melirik sekilas, sebelum akhirnya ia kembali mengalihkan pandangannya ke depan. "Aku dan Papa sama-sama tak akan menyerah untuk mendapatkan wanita yang kami mau. Kami akan melakukan apa saja asal wanita yang kami cintai berhasil kami dapatkan," lanjut Leon dengan nada lebih serius dibanding dengan kata-katanya sebelumnya. Clara menelan salivanya kasar. Ia merasakan suasana di dalam mobil menjadi mencekam hanya dengan beberapa detik. 'Plisss.. kendalikan hatimu, Cla! Jangan terkecoh dengan ucapan si buaya darat satu ini. Lagi pula, orang yang akan dia perjuangkan juga belum tentu kamu, kan? Melihat bagaimana kehidupan Leon saat ini, sepertinya tidak mungkin jika Leon hanya dekat denganku. Pasti ada banyak perempuan lain di belakangku. Ya. Dulu kan juga sepertu itu,' monolog Clara dalam hati. Sssrrttt.. Clara tersentak saat mendepati Leon berada tepat di hadapannya. Hanya menyisakan jarak sekitar satu senti yang menjadi pembatas mereka. Tangan Clara yang berada di depan dad*, mencengkram seatbelt, dapat merasakan betapa kencangnya debaran jantungnya saat ini. 'Tidak tidak tidak! Jangan diam saja, Clara! Jangan diam saja! Kamu harus melawannya! Ya! Lakukan sesuatu demi melindungi harga dirimu!' seru Clara dalam hati kecilnya. Clara sedikit mendorong bahu Leon. Membuat laki-laki itu menoleh ke arahnya. Membuat wajah mereka saling berhadapan dengan jarak yang terlewat dekat. Sial! Hal itu nyatanya berhasil memperburuk debaran jantungnya. Itu bisa benar-benar meledak jika Clara berada dalam posisi ini lebih lama lagi! "Ada apa?" tanya Leon dengan suara lirih dan... serak? Hey! Apa yang sebenarnya ada di pikiran laki-laki itu, sih? Kenapa responsnya seperti itu?! "Leon, ak.. aku rasa-" "Aaaa! Astaga! Ternyata tamu spesial kita sudah datang, sayang!" Teriakan nyaring itu berhasil menginterupsi keduanya. Clara kembali mendorong Leon. Membuat jarak yang semakin nyata di antara mereka. Leon pun segera memperbaiki posisinya. Clara kembali tersentak saat mendengar ketukan di kaca sampingnya. Ia menoleh. Dan ia memekik kaget saat melihat wajah seorang wanita menempel di kaca sampingnya. "Ah! Astaga!" "Mama!" geram Leon frustrasi. "Papa! Anak kita habis ciuman di mobil!" seru Nasya kegirangan. "Leon, bukannya mobil kamu kacanya gelap, ya? Bukankah seharusnya-" "Maaf, kalau lampunya menyala begini sepertinya... ya... kamu tahu lah apa yang mau aku bilang," jawab Leon. "Tapi kita kan nggak-" "Leon, buka kuncinya, bodoh! Jangan kurung Clara terlalu lama! Dia pasti lapar belum makan malam!" teriak Nasya setelah ia gagal membuka pintu di samping Clara. Clara mengerutkan bibirnya. Menatap Leon dengan kesal. Sepertinya, kesalah pahaman antara dirinya dan Nasya akan semakin besar. "Iya, nanti aku bantu jelasin ke Mama. Udah, sana kelu-" 'Cklek' Pintu itu sudah lebih dulu terbuka sebelum Leon menyelesaikan kalimatnya. Clara keluar dengan terburu-buru, kemudian bersalaman dengan Nasya. "Malam, Tante," sapa Clara seramah mungkin. Biar sebesar apapun kekesalannya kepada Leon, Clara tetap harus menjaga sikapnya di depan Nasya. Ingat, Clara, kamu baru saja merusak gaun eksklusif berharga ratusan juta milik wanita itu! Dan kamu tidak punya cukup uang untuk ganti rugi secara materi. "Malam, sayang. Akhirnya kamu datang juga. Ayo masuk! Papamu sudah menunggu di dalam," ajak Nasya yang segera menyeret Clara untuk ikut dengannya. Tidak peduli dengan putra tunggalnya yang baru saja keluar dari mobil. Melihat interaksi dua perempuan paling berharga di hidupnya, Leon hanya menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Ia senang melihatnya. Namun, sepertinya ia akan selalu merasa diabaikan jika membiarkan keduanya terus bersama. "Tidak! Lebih baik aku menetap di Bali setelah menikah dengan Clara nanti. Jangan sampai Mama terus memonopoli Clara. Biar bagaimanapun aku dan Clara memerlukan quality time untuk menghasilkan cucu untuk keluarga Ariswara," ujar Leon diakhiri kekehan kecil. Ternyata, sudah sejauh itu pemikiran Leon. Namun, apakah ia akan berhasil menggapai impiannya itu? Impian untuk membangun biduk rumah tangga bersama gadis bernama lengkap Clarita Shinta Putri itu. Menyematkan marga 'Ariswara' di belakang namanya. Namun, ada satu hal besar yang harus Leon ingat. Tidak akan mudah memperbaiki kaca yang pernah ia rusak sebelumnya. Terlebih, jika kaca itu sudah benar-benar pecah, layaknya hati Clara lima tahun yang lalu. *** Bersambung ... Kalian tim balikan atau tim jalan sendiri-sendiri? Oh iya. Cerita ini belum ada give away, ya? Setuju nggak kalau aku adakan mini give away? Mungkin semacam lomba review gitu, kayak penulis lain. Nanti hadiahnya pulsa/saldo e-wallet. Kalau setuju, nanti aku pertimbangkan dan buatkan s&k nya :) Jangan lupa ramaikan juga kolom komentarnya, ya! Terima kasih sudah mampir. Semoga ceritanya menghibur di tengah pandemi ini. Stay safe, untuk kita semua
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN