Setelah begadang untuk menyelesaikan proposalnya, Serra membawanya ke kantor untuk menunjukkannya pada Bos Denny. Tentu saja begitu melihat proposal tersebut, Bos Denny cukup puas dengan kinerja Serra.
Dia mengeluarkan sebuah bekal dari tasnya dan menyerahkan pada Serra. "Kamu pasti belum sarapan. Ini ada bekal yang disiapkan istri saya."
Eh...
"Bagaimana bisa saya mengambilnya. Kak Mendy pasti menyiapkan bekal itu berharap Bapak memakannya." Elsa merasa tidak enak jika harus menerimanya. Tapi perutnya tidak bisa berbohong dan suara keroncongan membuat wajahnya tertunduk sungkan.
Bos Denny mendengar suara perut Serra tapi mencoba bersikap acuh tak acuh agar tak membuat Serra malu. Dia mendorong kotak bekal itu dengan agak memaksa.
"Saya akan memesan untuk makan siang. Bekal ini sebaiknya kamu mengambilnya. Karena setelah ini kamu harus pergi ke Blue Diamond untuk menghadiri tender. Jika kamu berhasil, itu juga akan mempengaruhi perusahaan, jadi saya ingin kamu fokus saat presentasi."
Serra masih menyembunyikan wajahnya. "Jika begitu terima kasih atas bekalnya Pak Denny."
Karena waktu yang sangat mepet Serra langsung berangkat ke gedung Blue Diamond. Beruntung perusahaan memiliki jasa supir pengganti sehingga Serra memiliki waktu untuk menyantap makanannya.
Namun sambil makan dia terus menatap jam tangannya. Begitu melihat hanya tersisa setengah jam lagi dan mereka masih di jalan, membuatnya sedikit panik.
"Pak, lebih cepat sedikit," kata Serra pada sang supir.
"Baik,"
Setelah itu sopir memacu kendaraan lebih cepat. Serra menutup kotak bekal dan memperbaiki penampilannya sambil melihat bayangan pada pantulan kaca pintu mobil.
Dua puluh lima menit kemudian mobil berhenti di depan gedung pencakar langit dengan nama Blue Diamond di puncaknya.
Serra cepat-cepat turun, kemudian memperhatikan sekilas penampakan gedung megah nan menakjubkan di hadapannya.
Siapa yang mengira seluruh gedung ini adalah milik suaminya. Dia orang terkaya juga masuk dalam daftar orang paling dihormati di kota.
Di saat Serra masih mengagumi penampakan gedung Blue Diamond, tiba-tiba sebuah mobil muncul di belakangnya dan hampir menabraknya.
Tin...
Suara klakson yang menggema mengejutkan Serra hingga terjungkal. Beberapa petugas keamanan langsung menghampirinya dan membantu.
"Nona, kamu baik-baik saja?" tanya satu dari mereka.
Serra tersenyum sembari menganggukkan kepala. Sesaat kemudian dia mengangkat wajahnya melihat mobil yang hampir menabraknya.
Begitu memandangnya, raut wajah Serra dengan cepat berubah. "Mobil ini ...."
Bentley hitam dengan plat nomor M-20. Tidak perlu berpikir lama untuk mengenali mobil ini. Setiap minggu selalu masuk ke halaman vilanya, tak lain adalah mobil suaminya, Max.
"Kenapa harus dia," gumam Serra lalu dengan cepat membalikkan badan. Dia khawatir Max akan melihatnya jadi segera berlari masuk ke dalam gedung.
Pada saat itu Stefan turun dari mobil. "Kemana nona itu pergi?" tanyanya. Dia ingin memastikan kondisinya baik-baik saja meski yakin mobil berhenti sebelum benar-benar menabraknya.
"Dia baru saja masuk, Pak Stefan. Tapi dia menjatuhkan cincinnya," ucap satu penjaga keamanan seraya menyerahkan cincin emas tersebut.
Setelah penjaga keamanan membubarkan diri, Stefan pun melihat dengan cermat cincin itu.
"Cincin ini terlihat familiar," gumamnya. Stefan mencoba memutar-mutarnya lalu menjumpai tanda FJ pada permukaan bagian dalam cincin tersebut.
"Tuan," Stefan masuk dan menunjukkan cincin itu pada Max yang duduk di kursi belakang.
Melihat cincin itu kening Max berkerut tapi tidak mengambilnya dari tangan Stefan.
"Saya akan mengembalikannya pada Nona Serra saat pertemuan tender," kata Stefan kemudian menyimpan cincin itu.
FJ berarti Fujiwara Jewelry, itu adalah salah satu perusahaan perhiasan terkenal di Kota A. Cincin itu adalah cincin pernikahan dan Stefan sendiri yang memesannya. Oleh karena itu ketika pertama kali melihatnya dia cukup cepat mengenalinya.
...
Di ruang pertemuan.
"Ceroboh! Ceroboh! Ceroboh!"
Serra terus merutuki dirinya sendiri atas kecerobohannya. Seharusnya dia langsung masuk tanpa harus berlama-lama di depan gedung. Kejadian ini membuatnya harus berpapasan dengan mobil Max.
Meski yang dia lakukan bukan suatu kejahatan, tapi Serra tak berharap Max tahu tentang dirinya yang datang mengikuti tender mewakili Starlight.
"Semoga saja dia tak melihat ku," batin Serra dengan nada berharap. Dia masih tidak menyadari telah menghilangkan cincin pernikahannya yang lepas saat dirinya terjatuh.
Pada saat ini Max memasuki ruangan dengan didampingi Stefan. Seluruh perwakilan dari sepuluh perusahaan dengan segera berdiri termasuk Serra.
Ketika Max berjalan di dekatnya, punggung Serra langsung berkeringat dan dia menjadi gugup.
"Dia tak menyadari ku kan?" gumamnya saat melihat Max melewatinya.
Untuk sesaat Serra merasa tenang. Tapi Stefan yang berjalan di belakang tiba-tiba berhenti di dekatnya, lalu secara diam-diam menyerahkan sebuah cincin.
Serra melihatnya dan langsung mematung melihat itu adalah cincin pernikahannya. Dia spontan menatap Stefan yang hanya tersenyum samar, kemudian berjalan mengikuti tuannya.
"Kenapa cincin ini ada di tangannya? Apa itu terlepas saat aku terjatuh?"
Rasanya Serra ingin pergi dari sana sekarang juga. Niat hati ingin menghadiri tender secara diam-diam, tapi malah ada kejadian seperti ini. Benar-benar tidak sesuai dengan keinginannya.
Saat tender dimulai, beberapa perwakilan perusahaan langsung memulai presentasi dan menjelaskan tentang kelebihan yang dimiliki perusahaan masing-masing. Serra juga melakukannya dengan baik. Meski cukup gugup ketika Max menatap matanya, tapi dia berhasil menahan diri dan tak melakukan satu kesalahan pun.
Pertemuan itu pun berakhir setelah sepuluh perwakilan perusahaan menyerahkan proposal. Max keluar ruangan lebih dulu kemudian disusul Stefan dan perwakilan lainnya.
Serra membutuhkan waktu lebih lama untuk menenangkan kakinya yang kesemutan.
"Ini bukan pertama kalinya aku mengikuti tender. Tapi ditatap langsung olehnya benar-benar membuatku gugup," batin Serra lalu membawa tasnya meninggalkan ruangan itu.
Saat akan menunggu lift dia bertemu Stefan. Meski begitu Serra berusaha bersikap formal berpura-pura tidak mengenalnya. Namun Stefan malah berinisiatif menyapanya.
"Nona Serra," panggilnya sambil menundukkan kepala.
Serra sontak membulatkan mata, kemudian celingukan ke kanan dan kiri memastikan tidak ada orang di sekitarnya.
"Su-sudah aku bilang jangan bersikap begitu saat ada di luar. Kau akan membuat orang lain salah paham."
"Tapi di sini tidak ada orang lain selain kita," kata Stefan.
Serra pun tak lagi berdebat. Dia tahu sifat sekretaris suaminya ini yang sangat kaku dan penuh formalitas. Mungkin sebelas dua belas dengan tuannya yang dingin seperti gunung es.
"Apa ada pesan darinya?" lirik Serra diam-diam.
Stefan pun mengangguk. "Nona Serra pulang kantor jam berapa?"
Dua alis Serra segera menyatu. "Jam lima sore. Tapi untuk apa bertanya hal itu?"
"Tuan ingin mengajak Nona Serra ke suatu tempat. Jadi saya bertugas menjemput Nona Serra saat pulang," jelas Stefan sesingkat mungkin.
Penjelasannya sekali lagi membuat Serra menyipitkan mata. "Tapi aku berangkat ke kantor membawa mobil, ...."
Sebelum Serra membuat alasan Stefan langsung membuka kembali mulutnya. "Nona Serra dapat meninggalkan mobil itu di kantor. Saya akan tiba tepat waktu."
Begitu selesai dia langsung melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Serra yang mematung di tempat.
"Pergi? Ke suatu tempat?"
Sepertinya Serra yakin ini adalah pertama kalinya Max mengajaknya keluar. Mungkin terdengar aneh mengingat pernikahan mereka sudah berjalan satu tahun. Tapi sekali lagi harus ingat pernikahan mereka hanya kesepakatan hitam di atas putih.