BAB 9: TELUR

1112 Kata
“Sissy, bisakah kau membuatkanku telur rebus?” tanya Garry setelah Dokter keluar. “Tentu saja. Aku segera kembali,” jawab Sissy manis dan wanita itu langsung melesat keluar kamar, tentunya menuju dapur untuk membuatkan telur rebus permintaan Garry tersayang. “Kau masih lapar?” tanya Alfi setelah pintu tertutup. “Sekarang bantu aku ke kamar mandi!” kata Garry. Dia tidak merasa perlu menjawab pertanyaan Alfi, lebih penting baginya untuk segera mandi sekarang sebelum Sissy mulai memaksa memandikannya lagi. Yang dia inginkan adalah mandi bersama dan bermain cinta dengan wanita itu di bawah pancuran air, bukannya dimandikan seperti bayi! “Kau mau buang air? Disini ada pispot.” kata Alfi menjelaskan. “Aku mau mandi. Cepat. Sebelum Sissy kembali!” perintah Garry tak sabar. “Kau yakin mau mandi? Aku tidak yakin kakimu sudah cukup kuat untuk berjalan ke kamar mandi. Kurasa nanti sore kita baru bisa mulai terapi,” Alfi sudah siap berceramah saat Garry memelototinya. “Aku akan membuat perhitungan denganmu nanti, tapi sekarang bantu aku mandi dulu. Sekarang juga!” perintah Garry. Alfi langsung membantu Garry saat melihat pasiennya itu sudah memaksakan diri untuk turun dari ranjang. Dengan cekatan Alfi membantu Garry berjalan menuju kamar mandi. Tubuh Garry yang kurus kering memudahkan Alfi untuk menopang pria yang otot kakinya masih lemah itu. “Sekarang katakan padaku. Apa yang membuatmu merasa harus mandi sekarang juga?” tanya Alfi yang sekarang sedang membantu menggosok punggung Garry. “Mengapa kau membiarkan Sissy membersihkan tubuhku?” balas Garry kesal. Sebenarnya dia sangat ingin menghajar Alfi karena pria itu membiarkan Sissy melakukan pekerjaan kotor seperti membersihkan tubuhnya. Dia tahu Sissy adalah wanita baik-baik dan anak orang kaya, dan dia tidak mau wanita itu menurunkan derajatnya dengan mengurusi pembunuh bayaran sepertinya. “Karena dia memaksa. Awalnya kupikir dia salah satu kekasihmu, hingga aku melihat wajahnya merona saat aku membersihkan tubuhmu. Bagaimana bisa wanita itu masih perawan? Apakah alatmu masih bisa digunakan?” tanya Alfi penasaran. Dia sudah sangat penasaran sejak dia tahu kalau Sissy masih perawan, bagaimana bisa Garry melewatkan urusan ranjang dengan wanita itu? “Sialan kau! Dia sahabat comare.” kilah Garry. “Dia mengurusmu seperti istri yang sangat perhatian. Kurasa dia tidak menganggap pertemanannya dengan comare akan menghalangi hubungan kalian. Dia benar-benar bukan kekasihmu?” tanya Alfi yang masih tidak percaya. “Bukan!” “Kalau begitu, aku boleh mendekatinya dong.” “Kau mau kubuang dimana mayatmu nanti?” “Katamu dia bukan kekasihmu, jadi kenapa kau marah kalau aku mendekatinya?” “Tempatnya bukan disini. Walaupun dia sahabat comare, tapi mereka sangat berbeda. Dia tidak seperti comare yang bisa menjaga dirinya sendiri di dunia kelam tempat kita hidup ini.” “Dialah yang membawamu kembali ke dunia, Garry. Kami sudah hampir putus harapan saat kondisimu perlahan tapi pasti, terus menurun. Dokter sudah mengupayakan segala cara, namun kondisimu terus memburuk, hingga bos kembali dengan membawa wanita itu. Setelah ada dia, kondisimu mulai stabil. Karena itulah Dokter menyuruhku membiarkan wanita itu terus berada di dekatmu. Jadi bagaimana kau bisa mengatakan kalau dia tidak seharusnya berada disini? Tanpa dirinya, kau mungkin memang sudah mati!” “Karena itulah dia harus segera pergi dari sini! Wanita itu terlalu baik dan hal itu bisa mengatarkannya pada kematian!” “Kau mencintainya?” selidik Alfi. “Itu bukan urusanmu!” Suara pintu dibuka membuat mereka menghentikan perdebatan itu walaupun Alfi sebenarnya masih ingin menjelaskan pada Garry. Baginya, sayang sekali wanita seperti Sissy dilewatkan begitu saja. Tidak lama mereka keluar dari kamar mandi disambut oleh senyum manis Sissy. Senyum yang membuat para pria mansion Justin selalu terlena. Bukan karena kecantikan Sissy, tapi karena senyum tulus wanita itu yang seperti oasis di gurun pasir. Wanita itu selalu tertawa dari hatinya. Garry saja yang tidak tahu kalau banyak pria diluar kamarnya yang sudah mengantri jika Garry sudah tidak bersama Sissy. Mereka tahu Garry adalah playboy kawakan, jadi akan ada waktunya pria itu akan bosan pada Sissy, dan mereka dengan senang hati mendekati wanita itu setelahnya. Senyum tulus dan sedikit perhatian dari Sissy membuat mereka merasa seperti manusia biasa. Setiap kali bertemu, wanita itu dengan perhatian akan bertanya apakah mereka sudah makan atau hal-hal remeh lainnya atau menyemangati kalau mereka akan latihan. Tidak tahu saja mereka kalau budaya orang Indonesia itu setelah salam adalah menanyakan sudah makan atau belum? “Kau sudah mandi ya? Kau terlihat lebih segar,” tanya Sissy senang. Walau masih pucat, tapi wajah Garry tidak terlihat lesu. “Iya, ini baru selesai.” Alfi yang menjawab karena Garry masih terus menatap wajah manis Sissy. “Kalau begitu aku tepat waktu. Telur rebusnya juga sudah selesai. Duduklah dulu di ranjang, aku akan mengupaskan kulitnya. Aku tadi tidak mengupasnya dulu karena akan lebih nikmat dimakan saat masih hangat.” kata Sissy menjelaskan, kemudian dia mengambil sebutir telur dan mulai mengupasnya. “Aku tadi lupa bertanya berapa banyak telur yang kau inginkan, jadi aku merebus lima butir, apakah cukup?” tanya Sissy. “Dia sudah punya dua telur, tidak perlu kau kasih banyak-banyak,” ledek Alfi yang membuat Garry memelototinya. “Dua? Dimana? Aku tidak melihat ada telur lain disini?” tanya Sissy polos dengan wajah bingung sambil celingukan melihat ke meja, mencari telur rebus lain. Dia semakin bingung saat Alfi terbahak. Dia tidak merasa ada yang lucu, tapi Pak Alfi sangat suka menertawakannya, sepertinya pria itu memiliki selera humor yang tinggi. “Aku keluar dulu. Kau bisa minta Garry menunjukkan dimana telurnya yang lain.” kata Alfi pamit. Dia tidak bisa berhenti tertawa walaupun dia sudah keluar dari ruangan itu. Wanita itu benar-benar menceriakan mansion ini! “Mengapa Pak Alfi tertawa? Apakah ada yang lucu?” tanya Sissy yang masih bingung pada Garry. “Abaikan saja perkataannya.” jawab Garry sambil mengambil sebutir telur yang sudah dikupas Sissy dan mulai menggigitnya. “Lalu, dimana dua telur lainnya? Biar aku kupaskan juga,” tanya Sissy yang membuat Garry tersedak. “Uhuk!” Dengan cekatan Sissy langsung memberikan gelas yang sudah terisi air pada Garry. “Minumnya perlahan ya. Mengunyah makannya juga jangan terlalu cepat. Dokter sudah bilang kalau kau harus makan dengan perlahan karena sudah lama tidak makan makanan padat.” kata Sissy khawatir. Garry bersandar di kepala ranjang dan mengatur nafas setelah selesai minum. Dia mengutuk tubuh lemahnya dan kepolosan Sissy, tapi dia juga tidak bisa mengomeli Sissy saat melihat wajah khawatir wanita itu. “Lebih baik kau jangan bicara saat mengupas telur.” kata Garry yang akhirnya mencari jalan aman sebelum nanti dia mati tersedak jika Sissy bertanya lagi soal dua telurnya. “Baik.” jawab Sissy menurut. Dia berpikir kalau Garry tersedak karena berniat menjawab pertanyaannya dan itu berbahaya. Lebih baik nanti saja dia baru bertanya lagi. **** Comare = Istri bos mafia = Rose
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN