• DUA PULUH •

1004 Kata
Seattle Downtown Center. Alexandra baru saja tiba di Seattle Downtown Center atau rumah agensi milik Sisillia Lee yang menaungi Stella dan Alexandra sebagai model pada pukul lima sore setelah seharian merenungi keputusannya ini. Wanita berusia 25 tahun itu menyibak rambut yang menjuntai melewati kedua bahunya ke punggung dengan angkuh. Sedangkan mata birunya yang teduh kini jelas menyorotkan ketidaksukaan, saat ia akhirnya mendapati Stella di depan matanya. Bukan hanya Stella, di koridor rumah agensi milik Sisillia Lee--ibu kandung Alexandra-- di lantai satu, juga ada Charlie, Jeff, Sisillia Lee dan beberapa wartawan yang kebetulan sedang bersiap untuk melakukan wawancara dalam menghadapi pekan mode nasional yang diikuti oleh beberapa perwakilan negara termasuk juga Sisillia Lee. Namun sepertinya, Alexandra tidak peduli dengan semua itu. Ia tetap menghampiri Stella dengan tatapan yang dingin dan mengintimidasi, seperti yang biasa ia berikan kepada orang-orang yang tidak ia sukai. Kehadiran Alexandra yang tiba-tiba ternyata berhasil menarik perhatian semua orang di koridor itu. Terutama Charlie, yang sudah memastikan dirinya sendiri bahwa pada hari itu Alexandra tidak perlu datang karena tidak memiliki jadwal pemotretan apapun. Kehadiran Alexandra di sana tentulah sangat mengejutkannya. "Alexandra? Kenapa kau ada di sini? Bukankah seharusnya kau libur hari ini?" Charlie mendekat dan tersenyum senang ketika menyambut keponakan kesayangannya di sana. Namun ekspresi di wajah Alexandra sama sekali tidak berubah dan Jeff tahu ada yang tidak beres dengan sahabatnya saat itu. "Nyonya Lee akan menemui beberapa wartawan dulu untuk persiapan pekan mode dua hari lagi. Apakah kau mau ikut diwawancara sebagai perwakilan model yang akan tampil nanti, Alexandra?" Alexandra mencebik dan menatap tak suka pada Stella. Ia sadar Stella selalu mengeluh dan iri kepadanya karena banyak hal. Namun merebut Louis? Yang satu itu terlalu menyakitkan dan tidak bisa diterima begitu saja olehnya. "Aku tidak datang ke sini untuk menemui ibuku, Charlie." Lalu tubuhnya yang ramping melewati Charlie begitu saja. Membuat Charlie tercengang dan kebingungan di tempatnya. Alexandra bahkan tak peduli dengan pandangan orang-orang yang terpaku saat kakinya melenggang terus sampai ke hadapan Stella. "Aku datang ke tempat ini untuk menemui ... sahabatku," katanya sarkastik. Merasa akan ada sebuah momen yang tidak biasa, para wartawan menyalakan kamera mereka dan mulai merekam Alexandra. Sementara Jeff, Charlie, Nyonya Lee bahkan Stella sendiri kini menatap Alexandra heran. Stella merasa Alexandra tidak pernah menatapnya sedingin itu, ia merasa ketakutan sekarang. "Ada apa dengan matamu?" Stella menyilang kedua tangannya di d**a dan mengangkat satu alisnya penasaran. Mencoba tetap terlihat percaya diri meski sebenarnya jantungnya berdegup kencang seolah bersiap untuk perang. "Kau membuatku takut tahu, Alex. Turunkan pandanganmu itu." "Apa yang kau lakukan di belakangku saat aku tidak memerhatikan selama ini?" tanya Alexandra langsung ke intinya. Nada suaranya dalam dan mengintimidasi. "Katakan dengan jujur, Stella. Apa yang sudah kau lakukan padaku selama ini?" Stella pun berkerut kening karena tak mengerti dengan ucapan Alexandra. Atau hanya sekadar pura-pura tidak mengerti. "Aku tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan." Ia lalu melambai pada Charlie dan memberi kode agar sang manajer menghampiri mereka. "Charlie, kurasa Alex sedang mabuk. Kau sebaiknya membawa--" ucapannya terjeda saat tangan Alexandra menorong bahu Stella hingga ia mundur satu langkah ke belakang. "Hey! Apa-apaan kau ini! Kau pikir apa yang sedang kau lakukan padaku, huh?" Alexandra menatap Stella lurus-lurus. Ia tidak suka dengan ular berkedok manusia seperti Stella. Ia sungguh membenci pengkhianat. "Aku bertanya, apa yang kau lakukan di belakangku saat aku tidak memerhatikan, hm? Kau tidak tuli dan mendengar jelas pertanyaan itu, bukan?" Ia lalu bersedekap dan melangkah maju hingga Stella akhirnya tersudutkan. "Aku tidak tahu kalau sahabatku ini sangat iri dan begitu menginginkan hidupku yang sempurna. Sampai-sampai, ia harus melakukan sesuatu yang kotor dengan mencuri kekasihku juga." Jeff kemudian bergerak menengahi. Ia memegangi kedua bahu Alexandra dan menenangkannya. "Cukup, Alex. Kita bisa membicarakannya nanti," ucapnya sembari berusaha menahan tangan wanita yang diselimuti emosi itu juga dan berbisik, "Lihatlah! Wartawan mulai menyalakan kamera mereka. Ini bukan sesuatu yang akan berakhir baik. Kau sebaiknya berhenti sekarang." Namun Alexandra tidak menggubris peringatan sahabatnya itu dan buru-buru menepis tangan Jeff dengan kasar. Ia lalu kembali mendorong bahu kiri Stella sekali lagi dengan keras hingga ia akhirnya tersungkur ke lantai yang dingin di bawah kakinya. "Kau berkencan dengan Louis, bukan?" Stella melebarkan matanya tak percaya. Ia kemudian menggigit bibir takut dan memegangi bahunya yang didorong oleh Alexandra karena terasa sedikit nyeri. Selanjutnya Stella mendongak perlahan dan menemukan iris biru yang biasanya menenangkan kini telah berubah menjadi gelombang besar yang siap menenggelamkan perahu sebesar apapun di lautan. Alexandra telah siap memangsa Stella hidup-hidup sekarang. "Aku...," Stella akhirnya bangkit dari lantai dan berdiri di hadapan Alexandra sekarang. "Iya?" Nada suara Alexandra meninggi. Ia menajamkan pandangannya pada Stella seolah mereka sedang melakukan drama di televisi. Alexandra tampak jahat di dalam kamera wartawan-wartawan itu sekarang. "Jadi semuanya memang benar? Sejak kapan, Stella? Kau ternyata sungguh merebut Louis dariku dan berkencan dengannya selama ini?!" Hilang kendali karena Stella tak kunjung bersuara, Alexandra pun menyerang Stella dan menjambak rambut pirangnya yang menjuntai hingga ia memekik keras. "Dasar tidak tahu diri!" Jeff dan Charlie pun berusaha melerai keduanya, tapi siapa sangka tenaga Alexandra bisa sebesar ini saat ia sedang berapi-api. "Hentikan, Alex!" kata Jeff, yang masih berusaha melepaskan tangan Alexandra dari rambut Stella. "Astaga, ada apa dengan wanita-wanita ini?" Charlie mengeluh sembari terus menarik tubuh Alexandra ke belakang. "Kalian kekanakan sekali, ya Tuhan!" Melihat situasi semakin tak terkendali. Jeff dan Charlie pun tak kuasa menengahi. Sementara itu, beberapa wartawan di sekitar mereka justru terus merekam dan menikmati momen langka ini. Membuat Nyonya Lee yang berdiri di belakangnya sejak awal akhirnya mengambil sikap. Ia berjalan menghampiri kerumunan di koridor rumah agensinya dan berhenti tepat di depan Alexandra dan Stella. Mata cokelatnya yang sayu memerhatikan keributan itu untuk beberapa saat sebelum ia memekik, "HENTIKAN SEMUANYA!" Hingga semua orang di ruangan itu menghentikkan gerakan mereka dan langsung mengalihkan pandangan ke sumber suara. "Alexandra Lee Morran dan Stella Winchester," ucapnya dengan nada rendah yang begitu menghipnotis. "Kalian berdua kupastikan tidak akan ikut dalam pekan mode nasional pekan depan karena telah membuat keributan ini." Entah itu mata Alexandra ataupun Stella, keduanya sama-sama terbelalak kaget dan tak percaya. Bahkan dalam waktu yang hampir bersamaan, keduanya kompak berseru, "Apa?!" []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN