laksa 2

1621 Kata
Laksa mengerutkan kening dengan tatapan menyorot tajam kearah ujung pagar, di sana terlihat seorang wanita terduduk dengan wajah tertunduk disembunyikan di antara celah lutut yang ditekuk. Kerutan di keningnya semakin dalam saat mobilnya mendekati pagar rumahnya. Laksa menatap lekat pada sosok itu. Merasa penasaran, Laksa memilih turun, menghampiri sosok yang sudah berhasil membuat dirinya begitu penasaran, selama ini belum pernah ada seorang pun yang dengan bodohnya duduk terpuruk di tengah gerimis malam hingga membiarkan tubuhnya basah. Menggunakan jas hitam yang sedari tadi teronggok di sebelah kursi mengemudinya laksa menerobos gerimis yang mulai bertambah lebat. Langkahnya menelan, saat suara tangis terdengar oleh Indra pendengarnya, laksa semakin penasaran, dia menatap lekat pada sosok perempuan di hadapannya kini. "Permisi." Ucap laksa pelan membuat wanita itu mengangkat wajahnya dan menatap kearah laksa, "Lika?" seketika pria itu termenung dalam diam, dia tahu siapa wanita di hadapannya ini, dia lika, kekasih adiknya yang sering di temui laksa, bahkan hubungan mereka sudah terbilang dekat, laksa mengenal lika, dia sosok yang penyabar, periang dan selalu berceloteh tiap kali dirinya bertemu. namun sekarang, melihat keadaan lika membuat laksa begitu penasaran, dia tak menyangka jika Lika yang dikenalnya bisa melakukan hal sebodoh ini "Kamu kenapa hujan-hujanan di sini!" Tanya laksa terkejut dengan keadaan wanita di hadapannya itu, laksa berjongkok, menyelaraskan tinggi badannya dan dengan menggunakan jas di tangannya dia berusaha memayungi Lika. "Kenapa nggak masuk aja, kamu bahas loh, nanti masuk angin!" Lika tak menjawab, dari sorot matanya seolah menggambarkan dirinya tengah terluka, mata sembab dan juga wajah yang biasanya ceria terlihat begitu pucat. Ada sesuatu yang salah di sini. "Ayok, masuk. Kamu bisa masuk angin kalo hujan-hujanan gini!" Lika masih enggan untuk membuka suara, bahkan dia menggeleng pelan, menatap dengan sorot terluka membuat seorang Laksa terdiam sesaatm "apa Deon yang melakukan ini?" Tebak Laksa dengan raut wajah tenang, Laksa bisa melihat bagaimana Lika hancur. Hanya dari tatapannya, Lika seolah menceritakan semuanya. Laksa belum tahu masalah apa yang dialami wanita di hadapannya ini, hingga pergerakan Lika membuat Laksa menyingkir, membiarkan wanita itu berdiri dengan sorot yang masih menatap kearahnya. "Kakak bisa bantu aku?" Suara bergetar dari bibir pucat itu membuat Laksa yang masih berjongkok tertegun, dia menatap sorot mata milik Lika. Laksa memilih berdiri hingga tubuhnya yang memang lebih tinggi dari Lika membuat dia harus menunduk untuk menatap wajah Lika. "Aku cuma mau ketemu Deon, kak. Aku cuma mau kejelasan dari dia." "Apa yang sudah Deon lakukan hingga membuatmu seperti ini?" Desis laksa dengan gurat kemarahan di wajahnya, dia tahu Lika begitu mencintai adiknya, apapun akan di lakukan Lika untuk Deon, bahkan hal bodoh sekalipun Lika rela melakukannya. Laksa terdiam, menunggu Lika mengucapkan sepatah kata, penjelasan yang mungkin bisa Laksa gunakan untuk menarik adiknya keluar. "Aku cuma mau ketemu Deon kak, aku mau dia menjelaskan semuanya, dan memberi jawaban kepastian atas apa yang sudah dia lakukan!" Bulir air mata kembali lolos dari pelupuk mata Lika. Wanita itu menunduk, menyembunyikan wajahnya dari tatapan laksa. "Katakan, apa yang sudah Deon lakukan, jangan membuatku penasaran Lika, aku tidak bisa menarik Deon keluar tanpa alasan yang jelas dari mu!" Laksa tak berani memaksa, dia hanya bisa bersabar agar Lika mau menjelaskan semuanya. Dia mendesis keras saat mendengar Lika kembali menangis atas karena ucapannya. Lika mengangkat wajahnya, memberanikan diri untuk menatap mata laksa. Tangannya bergerak, memeluk perut yang seolah dia mau melindungi apa yang ada di sana. Tentu semua perlakuan Lika tak luput dari perhatian laksa. Pria itu terdiam. Menuntut sebuah kemungkinan yang terjadi. Dia tak mau ambil kesimpulan, maka yang laksa lakukan hanyalah menunggu. "Aku hanya ingin Deon mempertanggungjawabkan atas apa yang sudah dia lakukan." Lika menggangtung kalimatnya, dia menggigit bibir nya cukup kuat dengan gelengan kuat. Lika tak kuasa untuk menceritakan semua yang sudah dia lakukan kepada Laksa. Baginya aib yang dia tanggung sangat memalukan untuk diceritakan pada laksa, tapi dia tidak tau harus berbuat apa, hanya ini, dan hanya laksa yang bisa membantunya sekarang. "Aku hamil, kak...." Ucapnya hampir berupa bisikan. Dia tak kuasa, malu rasanya mengakui aib yang sudah membuatnya hancur. Mendengar itu tentu saja sebuah pukulan telak untuk seorang Laksa. Dia tidak menyangka adiknya bisa berbuat sesuatu yang tidak pantas dan membiarkan kekasihnya yang jelas tengah mengandung anaknya terlantar di luar rumah. Tangannya terkepal, emosi perlahan menyusup dalam kepalanya. Laksa menarik Lika dengan sedikit kasar, dia masuk kedalam rumah dengan kondisi tubuh basah, dengan tangan yang masih menyeret tangan Lika. "Deon!" Teriakan itu menggema ke seluruh penjuru ruangan. Gurat kemarahan terlihat jelas di wajah laksa. Tidak peduli dengan rengekan Lika yang menahan erat tubuh Laksa untuk tidak berteriak dan membuat heboh seisi rumah, cukup sebuah usiran kasar yang dia dapat dari Deon sore tadi. Lika tidak ingin mendapatkan penolakan dari Deon untuk kedua kalinya, tapi Lika ingin Deon mengakui jika anak di dalam kandungannya adalah anaknya. "Keluar kamu Deon!" Lika terkejut karena teriakan Laksa, raut penuh marah dan tatapan tajam membuat seorang Lika ketakutan, dia menunduk dalam diam, melarikan tatapannya pada lantai ubin di bawah kakinya. "Turun Lo b*****t!" Laksa kembali berteriak saat melihat adiknya berdiri di ujung tangga, dengan wajah tanpa minat. Seketika wajahnya terkejut saat melihat kehadiran Lika di belakang tubuh Laksa. "Turun dan jelasin semuanya ke gue!" Sentak laksa sekali lagi. Deon berusaha menutupi raut terkejutnya, dia melangkah turun menyusul Laksa yang sudah berlalu meninggalkan dirinya menuju ruang keluarga. Deon menatap nyalang pada Lika. Perempuan yang sejak tadi menyembunyikan wajahnya "Duduk!" Ucap laksa dengan tegas. Deon mendengus membanting tubuhnya dengan malas ke atas sofa. "Kalo kakak marah cuma buat ngebela perempuan ini, gue rasa nggak ada yang bisa gue jelasin!" Brak! Lika berteriak begitu juga Deon saat laksa menghantam meja kaca di hadapannya hingga pecah, kemarahannya sudah tak bisa di tahan lagi. Bahkan tangan yang terluka karena pecahan kaca diabaikan olehnya. Terlebih ucapan dari mulut adiknya yang seolah tak bertanggung jawab dan terkesan santai membuat dia ingin menghajar pria itu jika saja dia bukan adiknya. "Jelasin ke gue atau..." "Fine!" Sentak Deon mendengar nada mengancam dari Laksa. Kakaknya dengan segala kemungkinan yang tak bisa dia lawan, Deon tidak ingin bernasib sama seperti meja kaca di hadapannya. "Gue nggak tau dia anak gue atau bukan, dan gue jelas menolak dengan tegas! Selama ini gue main aman!" Ucap Deon melarikan tatapannya pada Lika. Dia mendesis tajam dengan tatapan merendahkan. "Nggak mungkin gue bikin dia hamil, dan gue nggak tau di belakang gue dia main sama siapa aja!" Like terkejut mendengar pengakuan Deon, terlebih tuduhan yang membuat hatinya semakin tersayat, tidak ingatkah Deon dengan semua hal yang sudah ia berikan padanya, dan bodohnya Lika, hanya karena janji manis dari mulut Deon dia rela memberikan mahkotanya kepada pria b******n seperti Deon. Lika sungguh bodoh. "Bang_" "Udah kak!" Lika beranjak, menyela perkataan dia sudah tak sanggup lagi mendengar ucapan Deon yang semakin menyayat hatinya. Berakhir sudah semuanya, kini Lika hanya pasrah dengan keadaan. Dengan wajah sendu dia berjalan meninggalkan kedua orang itu. Dua kali tak di akui oleh Deon sudah cukup membuatnya terluka. Jangan sampai ada penolakan ketiga yang malah membuatnya semakin terpuruk dengan keadaan. Lika berlalu dengan sejuta kehancuran yang dia rasakan. Laksa menatap kepergian Lika, gurat kemarahan jelas tergambar di wajahnya, dia menoleh menatap Deon dengan tatapan tajam. Melihat itu Deon merasa berakhir sudah harinya. Dan benar saja. Semua berlalu begitu cepat. Saat Laksa berdiri, meraih kerah Deon dan menghantam kepalan tangannya tepat di hidung Deon hingga membuat pria itu tersungkur di atas lantai, Deon tak bisa mengelak apalagi melawan, kakaknya adalah pemegang sabuk hitam karate, dan melawannya sama saja bunuh diri. Dia menatap Laksa dengan tatapan tajam tertuju kepadanya. "Sejak kapan gue didik adik nggak ada akhlak kayak Lo!" Desis laksa. Dia berjongkok tepat di hadapan Deon yang menyembunyikan wajahnya, pukulan kedua jangan sampai berhasil mengenai wajahnya atau wajah tampannya akan hancur karenanya. "Apa semua yang gue lakuin buat Lo masih kurang?!" Deon bungkam, dia tidak ingin menjawab. "Apa semua yang gue perjuangin buat Lo masih kurang? Sampek beraninya Lo buat hidup anak orang hancur?!" Deon masih bungkam sebelum teriakan lantang dari seorang Laksa menggema di seluruh ruangan "JAWAB!!!" Deon mengangkat wajahnya, dengan berani dia menatap sang kakak. Tatapan sengit yang dia berikan. "Lo tau? Lo nggak pernah kurang kasih gue segala hal. Tapi satu yang kurang dari apa yang Lo kasih!" Deon beranjak mendorong tubuh Laksa dengan kasar. "Perhatian orang tua yang udah lo rebut dari gue, Lo ambil semua pujian dan perhatian ayah dan ibu, semua memuji Lo!" Sentak Deon dengan suara mendesis. Selama ini Deon memendam perasaan, dia enggan untuk menceritakan rasa tak sukanya, dan Lika seolah menjadi pelampiasannya, wanita itu awalnya begitu perhatian dan perduli akan dirinya. Tapi setelah Lika mengenal Laksa semua berubah, Deon merasakan perubahan itu. "Gue tau gue nggak sepintar lo. Tapi apa salahnya gue menuntut perhatian dari orang tua gue, dan tanpa sadar lo udah renggut semua dari gue, mereka nggak peduli dengan gue, dan parahnya mereka selalu membanggakan kepintaran Lo!" Alasan yang tak masuk akal bagi seorang Laksa. "Dan apa hubungannya dengan merusak masa depan anak orang?!" "Lo b**o atau t***l! Lo nggak liat karena Lo juga gue hampir kehilangan Lika. Lo ambil perhatian dia juga, selain ayah dan ibu, Lo pun ambil perhatian orang yang udah peduli dengan gue!" "Tapi nggak dengan menghamili anak orang berengksek!" Laksa kembali menarik kerah Deon hingga pir itu tercekik, kilat kemarahan terpancar jelas di pelupuk matanya. "enggak dengan membuat anak orang sengsara!" "Terserah!" Deon menepis tangan laksa, mendorong kuat tubuh kakaknya dengan tatapan tajam. "Gue nggak akan kayak gini kalo Lo nggak ambil semua dari gue!" "Mau lo apa sekarang?!" Desis laksa tak terima, di bagian mana dia mengambil perhatian Lika, bertemu dengan perempuan itu saja bisa di hitung dengan jari, laksa merasa Deon hanya mengalihkan kesalahannya pada dirinya. Dan itu tidak masuk akal. "Urus aja hidup Lo. Nggak usah usik kehidupan gue!" Ucap Deon meninggalkan Laksa yang masih menatapnya dengan tajam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN