Laksa 12

1702 Kata
Lika menatap tak percaya pada sosok yang pagi sekali sudah menyambangi dirinya, menatap dengan cebokan pelan keluar dari mulut mungilnya. Terlebih matahari bahkan belum menunjukkan dirinya dan Laksa sudah berada tepat di depan kontrakan Fira, dan parahnya lagi, posisi Lika sama sekali tidak mendukung untuk itu. Bayangkan saja, saat ini dirinya hanya mengenakan baju tidur yang berupa kaus kebesaran hingga menutupi setengah pahanya, dan sebuah celana pendek yang dia kenakan seolah tidak terlihat karena kaus yang dia gunakan. Satu hal yang membuat Lika tak nyaman hingga menarik ujung kausnya kedepan, dia tidak menggunakan bra, karena bagi Lika, tidur dengan alat penyanggah bongkahan bulat yang cukup lumayan besar itu membuat dia sesak dan tidak nyaman. Lika mengira jika yang datang pagi ini adalah Fira sahabatnya, tapi dia salah mengira. Jika saja dia tahu Laksa yang akan datang, Lika tidak perlu repot berlarian dari kamar untuk segera membuka pintu. Lika kecewa, apa yang dia harapkan nyatanya tidak sesuai dengan yang dia inginkan. Lika rindu Fira, terlebih sejak kemarin sahabatnya itu belum memberi kabar dirinya sama sekali. "Ngapa sih pagi-pagi udah di sini aja!" Ucap Lika ketus, berusaha menyembunyikan dirinya di balik pintu yang setengah terbuka dan hanya menyisakan kepalanya, percayalah, dia tidak nyaman dengan penampilannya yang sekarang, dia boleh saja pernah memberikan tubuhnya untuk di lihat oleh satu orang pria, tapi Lika bukan wanita murah yang bisa mempertontonkan keindahan tubuhnya pada siapa saja, dia hanya bodoh saja karena mudah percaya dengan perkataan Deon kala itu. "Sengaja mau ajak kamu jalan-jalan mumpung jalanan belum padat, takutnya kesiangan dikit udah macet nanti." Lika mengerutkan kedua alisnya, jalan-jalan katanya? Di pagi buta seperti ini? Bahkan Lika belum membereskan rumah dan masak untuk sarapannya hari ini, ada yang aneh, dan Lika tidak mudah percaya begitu saja. "Pagi buta kayak gini? Bahkan matahari belum nongol, orang masih asik tidur?" Tanya Cila dengan nada tidak percaya. Bahkan saat melihat tampilan Laksa yang terlihat begitu santai tapi rapih membuat keningnya semakin berkerut dalam. "Aku nggak di suruh masuk dulu, pegel loh berdiri terus." "Nggak ada, kondisinya nggak mungkin buat kakak masuk. Kalo kakak pegel duduk aja di kursi itu." Ucap Lika menunjuk datu kursi reot yang ada di depan terasnya, dan tentu saja dia tidak akan membiarkan Laksa masuk dengan kondisi dirinya yang tidak memungkinkan untuk itu. Laksa mengikuti pandangan Lika, lalu meringis kecil saat menatap kursi yang dia rasa tidak akan sanggup menampung bobot tubuhnya. "Kamu serius?" Lika mengangguk pasti, membuat desahan kecil keluar dari mulut Laksa. "Ya udah, aku tunggu di sini, kamu buru siap-siap." Lika menggeleng dengan tatapan tertuju pada Laksa. "Kasih tau dulu kita kemana?" Karena Lika tidak akan dengan mudahnya menerima ajakan yang tidak jelas tujuannya, walau Laksa sendiri yang mengajak dia pergi. "Kan udah aku bilang tadi. Jalan-jalan." "Ya kemana? Kalo nggak ada tujuan, no! Aku nggak ikut, Kakak aja." Laksa mendesah pasrah, dia lupa jika wanita di hadapannya itu memiliki ego yang cukup keras, tapi jika dia memberitahu Lika sekalipun Laksa bisa menebak jika wanita itu akan menolaknya secara tegas, apalagi tujuannya tentu tempat yang akan di takuti banyak wanita manapun. "Percaya deh sama kakak, kita jalan-jalan dan kamu nggak akan nyesel kalo ikut kakak. Banyak kue yang enak di sana. Belum lagi eskrim coklat dengan topping Oreo." Tunggu, ini sogokan? Atau Laksa hanya memberi janji manis saja, tapi, Lika tahu Laksa bukan orang yang seperti itu. Namun tetap saja Lika merasa ada yang aneh dengan bujukan Laksa, seolah menawari anak kecil agar mau mengikuti perkataanya saja. Dan Lika bukan anak kecil. "Nggak deh, aku nggak mau gemuk karena banyak makan yang manis-manis." Tolak Lika dengan keraguan dalam mengucapkannya, tapi di lain sisi ada sesuatu dalam dirinya yang membuat dia ingin mengiyakan ajakan Laksa. Sesuatu yang menggiurkan dan terbayang di dalam kepalanya. "Yakin?" Tanya Laksa dengan sebelah alis terangkat. Dia menahan senyum saat melihat bagaimana Lika melarikan tatapannya untuk meyakinkan diri agar tidak goyah dengan pendiriannya, itu terlihat begitu lucu dan menggemaskan. Lika mengangguk ragu-ragu, dia ingin menolak, tapi di dalam hatinya dia begitu ingin menerima ajakan Laksa, kapan lagi dia bisa makan kue sepuasnya kan? Bukankah tadi Laksa mengatakan banyak kue dan eskrim, itu sama saja seperti surga untuk dirinya tempat untuk memanjakan lidah dan gelora yang menggebu untuk menikmati makanan yang begitu dia gilai sekarang ini. "Beneran nggak mau?" Tanya Laksa meyakinkan. "Padahal di sana banyak kue kesukaan kamu loh. Terus banyak varian rasa baru yang nggak kalah enak dari yang aku beli kemarin." Stop! Berhentilah membuat Lika tergiur dengan iming-iming seperti itu, percayalah Lika sudah setengah mati menahan ego dan harga dirinya agar tidak terkecoh dengan ajakan Laksa. Dia hanya malu, apalagi saat sejak tadi dia menolak ajakan Laksa. Jika sekarang dia berubah pikiran akan ditaruh mana mukanya. "Oke kalo kamu nggak mau." Laksa tersenyum miring, lalu tangannya terlihat mencari sesuatu di dalam dtaki celana, setelah menemukan apa uang dia cari, Laksa segera menghubungi seseorang dan meletakan ponsel itu di telinganya. "Halo?" Ucap Laksa dengan satai, semua pergerakan pria itu tak luput dari pengawasan Lika, dia penasaran kenapa tiba-tiba Laksa menelpon seseorang, bukankah tadi pria itu sibuk membujuknya, lalu apa hanya sampai di sana saja usaha dia membujuk dirinya. Lika mendengkus kesal, padahal jika Laksa membujuk dirinya sedikit lebih keras lagi mungkin dia akan luluh dan membuang egonya jauh-jauh agar bisa mengikuti Laksa. Ada rasa sesal menyusup masuk kedalam dadanya, jika tahu Laksa tidak akan memaksanya lagi, mungkin di tawaran terakhir Lika akan menerima ajakan Laksa. Lika bodoh! Kenapa pula dia harus menolak ajakan Laksa tadi, padahal jika dia menganggukkan kepala sedikit saja, Lika bisa menikmati betapa manis dan lembutnya beberapa kue kesukaannya. Dan sekarang Lika menyesal. "Bisa batalkan semua pesanan saya?" Lika masih mendengarkan ucapan Laksa dan berusaha mencuri dengar pembicaraan pria itu. "Iya, wanita yang ingin saya ajak menolak, dan sepertinya saya tidak sanggup untuk menikmati semua hidangannya sendiri, jadi bisakah batalkan semua pesanan-" "Aku ikut, aku ikut. Jangan di batalin!" sudahlah, lupakan ego dan harga diri. Yang penting urusan memanjakan lidah dan perut adalah sesuatu yang diharuskan. Sebodo amat dengan harga diri. Lika menatap dengan tatapan memohon pada Laksa, bahkan tanpa sadar dia meloncat keluar dari persembunyiannya, dan hal itu membuat Laksa membuang muka setelah tahu apa yang dikenakan oleh Lika. "Beneran mau ikut?" tanya pria itu dengan senyum tertahan, dia berusaha untuk menatap mata Lika, walau jelas ada sesuatu yang indah terpampang di hadapannya. Laksa tidak ingin menjadi pria yang menikmati sesuatu dalam momen yang tidak baik seperti ini, walau jujur pemandangan itu seolah menggelitik hatinya untuk sedikit saja mengintip tonjolan kecil yang tercetak jelas di kaus putih tipis yang Lika kenakan. Laksa sempat melihatnya tadi, jadi jangan heran kenapa Laksa tahu. Lika mengangguk dengan semangat. "Ya udah ganti baju dulu sana. Siap-siap aku tunggu di sini!" Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, Lika langsung melesat masuk dan hilang dari hadapan pria itu. Laksa menahan tawanya, dan kembali menyimpan ponsel yang sejak tadi dalam keadaan mati. Laksa tidak menelpon siapapun, dia hanya menggunakan trik itu untuk melihat bagaimana reaksi Lika. Dan benar saja, apa yang dia lakukan berhasil. Sungguh, kelakuan yang menggemaskan bukan? Di balik ego yang tinggi, Lika tetaplah wanita yang begitu menggilai kue dan eskrim. Laksa sangat paham dengan itu, jadi sekeras apapun Lika menolak, wanita itu akan berakhir luluh hanya karena sebuah ancaman kecil. Setidaknya Laksa berhasil mengajak Lika untuk keluar, dan menemani dirinya untuk menghadiri sebuah acara yang sebenarnya dia sendiri enggan untuk hadir. Jika saja bukan karena paksaan, dia malas, tapi setelah mengingat sosok Lika, Laksa jadi berubah pikiran dan terlihat begitu semangat.     °°°Laksa untuk Lika. Lika termagu di tempatnya, dia bingung untuk memilih pakaian mana yang sekiranya pas untuk pergi bersama Laksa, jika biasanya Lika selalu cuek dengan penampilan entah kenapa hari ini dia begitu kebingungan hanya dengan pilihan, antara dress sederhana, atau lebih ke celana dan juga kaus seperti biasanya. Lika berdiri memandang dua pasang pakaian yang teronggok di atas tempat tidur. Tangannya terlipat dan menggigit kuku ibu jarinya. Lika tidak pernah berpikir keras seperti ini, dan waktu sudah tidak banyak lagi, dia ingat perkataan Laksa tadi yang menyuruh dirinya jangan terlalu lama. Hingga desahan kasar dia keluarkan dan menyambar dress sederhana tapi terlihat sopan dan formal, Lika tidak tahu kemana Laksa akan membawa dirinya. Jadi untuk berjaga-jaga sepertinya dress itu cukup, terlebih pakaian yang dia pilih bisa untuk acara formal maupun non formal. Jadi dia tidak perlu banyak bertanya lagi, cukup kenakan dan pergi, bahkan make-up pun Lika tidak mau terlalu ambil pusing, hanya beberapa saja yang dia gunakan, asal bisa membuat dirinya terlihat fresh dan cantik itu sudah cukup. Ingat, jangan permalukan seseorang yang membawamu ke suatu tempat, jadi walau tidak terlalu be lebihan, setidaknya Lika bisa menghargai Laksa yang sudah berbaik hati mengajak dirinya untuk pergi ke tempat di mana dia bisa memanjakan lidahnya. Membayangkannya saja sudah membuat air liur Lika hampir keluar. Dia tidak sabar lagi. Apalagi saat mengingat beberapa waktu lalu Laksa selalu membawakan kue yang benar-benar membuat Lika lupa akan daratan. Astaga, kue dan hanya kue yang ada di kepala Lika saat ini. Lika memang begitu menggilai makanan lembut yang di sebut kue. Entah siapa pencipta pertama kali makanan itu, tapi sepertinya Lika harus mengucap banyak terimakasih, karenanya dia bisa menikmati lembutnya makanan yang bisa melelehkan rasa kesal dan mampu membangkitkan moodnya. Setelah dirasa siap, Lika melangkah dengan pasti menghampiri Laksa yang sejak tadi menunggunya di depan rumah. Laksa terdiam, dari matanya terlihat dia terpukau dengan penampilan Lika, dress pendek seukuran di bawah lutut berwarna hitam yang senada dengan warna kemeja yang dia kenakan seolah berhasil membalut tubuh Lika dengan sempurna. Wanita itu terlihat begitu cantik dan anggun, terlebih rambut hitam panjang yang dia biarkan terurai membuat kecantikan Lika terpancar jelas. "Udah yuk!" Ujar Lika saat setelah dia mengunci pintu kontrakan. Laksa terkesiap, dia berdeham sebentar sembari melarikan tatapannya untuk melihat apa saja agar tidak terlihat begitu terpesona di hadapan Lika. Tentu saja dia malu. Laksa mengangguk pasti, dia mempersilahkan Lika untuk berjalan di depannya, lalu sebagaimana mestinya seorang pria sejati, Laksa dengan sigap membukakan pintu mobil untuk Lika, bahkan tangannya memegang bagian atas mobil agar kepala wanita itu tidak tertantuk. Setelahnya, dia berputar dan masuk kedalam mobil, menjalankan perlahan hingga meninggalkan pelataran rumah Lika. Mereka terdiam dan larut dalam pikirannya masing-masing selama perjalanan, membiarkan keheningan menemani  keduanya di sepanjang jalan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN